Minggu, 30 November 2008

Kenangan tentang mbak Unik

Dulu waktu aku kuliah di Yogyakarta, aku kost di daerah Karangmalang. Di tempat kost-ku ini aku harus berbagi kamar dengan orang lain, karena 1 kamar ditempati berdua. Aku kerasan banget kost di tempat itu dan tidak pernah pindah kost sampai aku lulus. Praktis dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun aku kost di sana, aku berganti-ganti teman sekamar.
Ada yang keluar karena pindah tempat kost ada juga yang keluar karena telah lulus kuliah. Dari beberapa teman sekamarku, aku sangat terkesan mbak Unik.
Mbak Unik adalah mahasiswi Pendidikan Bahasa Jerman IKIP Negeri Yogyakarta. Gadis kelahiran Cirebon ini betul-betul membuatku kerasan di tempat kost. Apalagi mbak Unik sangat ceria. Dia sayang banget padaku dan memperlakukan aku seperti adiknya sendiri. Bahkan dengan kekasihnya saat itu (Hai Mas Iman…! Apa kabar?) aku juga sangat dekat. Aku sangat sayang pada keduanya seperti pada kakakku sendiri (apalagi aku anak sulung, jadi seneng banget bisa “menemukan” kakak di rantau…).
Terkadang kalau aku harus begadang karena belajar sampai jauh malam, mbak Unik membuatkan aku mie goreng dan tak segan-segan nyuapin aku. Hehehe… Enak banget rasanya dimanjain begitu.
Ada satu kejadian lucu yang aku inget banget. Dulu semasa kuliah aku sama sekali gak pernah dandan. Kalau ke kampus ya cuma nyisir rambut dan pake bedak trus cabut deh. Suatu hari saat aku akan nyari data di sekolah-sekolah untuk bahan skripsiku, mbak Unik memaksaku untuk pake lipstik. Alasannya supaya aku kelihatan lebih “dewasa”. Maklum dengan tubuhku yang kecil dan kurus (saat itu aku masih kurus, kalau sekarang sih sudah memuai hihihi…) aku dapat dianggap masih anak SMA. Aku nolak pake lisptik yang disodorkan mbak Unik di depanku. Tapi mbak Uniknya ngotot maksa aku pake lisptik. Setelah berjuang sekuat tenaga aku berhasil meloloskan diri dan sembunyi di kolong tempat tidur !! Tapi ternyata mbak Unik nekad nyusul aku ke kolong tempat tidur juga !! Astaga…. Nekad juga tuh mbak yang satu ini. Akhirnya mbak Unik nyerah juga karena aku tetap ngotot belum mau pake lisptik hehehe…
Tibalah saat “perpisahan” antara aku dan mbak Unik, karena mbak Unik telah berhasil menamatkan pendidikannya. Sebelum berpisah, aku menyelipkan sepucuk surat untuknya di dalam tas tangannya. Aku ngantarin dia ke stasiun. Pulang dari stasiun aku naik becak sendiri. Sampai di tempat kost aku langsung masuk kamar dan …. nangis !! Karena aku merasa kamarku begitu sepi tanpa ada dia. Aku tiba-tiba merasa kosong karena tidak lagi mendengar candanya. Sepulang dari stasiun itu sengaja kamar dan jendela kamar aku tutup rapat. Biar tidak ada yang tahu kalau aku nangis di kamar. Bahkan teman-teman kost mengira aku belum pulang karena kamarku yang tertutup rapat dari pagi. Akhirnya, sore hari Mbak Iin (sahabatku di tempat kuliah) datang ke kostku. Dia nekad ngetuk-ngetuk pintu kamarku dan akhirnya aku buka pintu juga karena tahu dia yang datang. Melihat mataku yang bengkak karena kebanyakan nangis, mbak Iin menghiburku. Dan dia menyemangati aku agar aku tidak larut dalam kesedihan karena keesokan harinya aku harus menghadapi ujian semesteran. Untung ada mbak Iin yang menyemangati aku sehingga ujianku lulus.
Kurang lebih 1 minggu kemudian aku dapat surat dari Mbak Unik. Dalam suratnya dia bercerita bahwa dia baru tahu bahwa ada surat dariku di dalam tasnya. Dia bilang setelah membaca suratku dia nangis. Mbak Unik juga berkata bahwa suratku tidak akan pernah dia lupakan dan akan dia simpan selamanya. Membacanya membuatku nangis lagi (hehe… cengeng benget ya aku waktu itu).
Sayang sekali…, sekarang ini aku tidak bisa berkomunikasi lagi dengannya. Entah apa yang terjadi. Tapi dari semua teman-temannya dan mantan kekasihnya (Mas Iman) aku dapat kabar bahwa mbak Unik menarik diri dan tidak pernah lagi mau berhubungan dengan mereka. Entah apa yang terjadi padanya. Berita terakhir yang aku dengar dia telah menikah dan menetap di Cirebon. Mbak Unik, kenapa harus menarik diri dari kami ? Aku dan semua teman-teman mbak Unik sangat rindu akan keceriaan mbak Unik. Bagaimanapun terima kasih sekali untuk waktu yang telah kita lalui bersama selama di Yogya. Karena mbak Unik aku sempat merasakan kasih sayang seorang kakak. Semua itu adalah kenangan terindah dari mbak Unik yang tidak akan pernah aku lupakan.

Kenangan tentang mbak Unik

Dulu waktu aku kuliah di Yogyakarta, aku kost di daerah Karangmalang. Di tempat kost-ku ini aku harus berbagi kamar dengan orang lain, karena 1 kamar ditempati berdua. Aku kerasan banget kost di tempat itu dan tidak pernah pindah kost sampai aku lulus. Praktis dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun aku kost di sana, aku berganti-ganti teman sekamar.
Ada yang keluar karena pindah tempat kost ada juga yang keluar karena telah lulus kuliah. Dari beberapa teman sekamarku, aku sangat terkesan mbak Unik.
Mbak Unik adalah mahasiswi Pendidikan Bahasa Jerman IKIP Negeri Yogyakarta. Gadis kelahiran Cirebon ini betul-betul membuatku kerasan di tempat kost. Apalagi mbak Unik sangat ceria. Dia sayang banget padaku dan memperlakukan aku seperti adiknya sendiri. Bahkan dengan kekasihnya saat itu (Hai Mas Iman…! Apa kabar?) aku juga sangat dekat. Aku sangat sayang pada keduanya seperti pada kakakku sendiri (apalagi aku anak sulung, jadi seneng banget bisa “menemukan” kakak di rantau…).
Terkadang kalau aku harus begadang karena belajar sampai jauh malam, mbak Unik membuatkan aku mie goreng dan tak segan-segan nyuapin aku. Hehehe… Enak banget rasanya dimanjain begitu.
Ada satu kejadian lucu yang aku inget banget. Dulu semasa kuliah aku sama sekali gak pernah dandan. Kalau ke kampus ya cuma nyisir rambut dan pake bedak trus cabut deh. Suatu hari saat aku akan nyari data di sekolah-sekolah untuk bahan skripsiku, mbak Unik memaksaku untuk pake lipstik. Alasannya supaya aku kelihatan lebih “dewasa”. Maklum dengan tubuhku yang kecil dan kurus (saat itu aku masih kurus, kalau sekarang sih sudah memuai hihihi…) aku dapat dianggap masih anak SMA. Aku nolak pake lisptik yang disodorkan mbak Unik di depanku. Tapi mbak Uniknya ngotot maksa aku pake lisptik. Setelah berjuang sekuat tenaga aku berhasil meloloskan diri dan sembunyi di kolong tempat tidur !! Tapi ternyata mbak Unik nekad nyusul aku ke kolong tempat tidur juga !! Astaga…. Nekad juga tuh mbak yang satu ini. Akhirnya mbak Unik nyerah juga karena aku tetap ngotot belum mau pake lisptik hehehe…
Tibalah saat “perpisahan” antara aku dan mbak Unik, karena mbak Unik telah berhasil menamatkan pendidikannya. Sebelum berpisah, aku menyelipkan sepucuk surat untuknya di dalam tas tangannya. Aku ngantarin dia ke stasiun. Pulang dari stasiun aku naik becak sendiri. Sampai di tempat kost aku langsung masuk kamar dan …. nangis !! Karena aku merasa kamarku begitu sepi tanpa ada dia. Aku tiba-tiba merasa kosong karena tidak lagi mendengar candanya. Sepulang dari stasiun itu sengaja kamar dan jendela kamar aku tutup rapat. Biar tidak ada yang tahu kalau aku nangis di kamar. Bahkan teman-teman kost mengira aku belum pulang karena kamarku yang tertutup rapat dari pagi. Akhirnya, sore hari Mbak Iin (sahabatku di tempat kuliah) datang ke kostku. Dia nekad ngetuk-ngetuk pintu kamarku dan akhirnya aku buka pintu juga karena tahu dia yang datang. Melihat mataku yang bengkak karena kebanyakan nangis, mbak Iin menghiburku. Dan dia menyemangati aku agar aku tidak larut dalam kesedihan karena keesokan harinya aku harus menghadapi ujian semesteran. Untung ada mbak Iin yang menyemangati aku sehingga ujianku lulus.
Kurang lebih 1 minggu kemudian aku dapat surat dari Mbak Unik. Dalam suratnya dia bercerita bahwa dia baru tahu bahwa ada surat dariku di dalam tasnya. Dia bilang setelah membaca suratku dia nangis. Mbak Unik juga berkata bahwa suratku tidak akan pernah dia lupakan dan akan dia simpan selamanya. Membacanya membuatku nangis lagi (hehe… cengeng benget ya aku waktu itu).
Sayang sekali…, sekarang ini aku tidak bisa berkomunikasi lagi dengannya. Entah apa yang terjadi. Tapi dari semua teman-temannya dan mantan kekasihnya (Mas Iman) aku dapat kabar bahwa mbak Unik menarik diri dan tidak pernah lagi mau berhubungan dengan mereka. Entah apa yang terjadi padanya. Berita terakhir yang aku dengar dia telah menikah dan menetap di Cirebon. Mbak Unik, kenapa harus menarik diri dari kami ? Aku dan semua teman-teman mbak Unik sangat rindu akan keceriaan mbak Unik. Bagaimanapun terima kasih sekali untuk waktu yang telah kita lalui bersama selama di Yogya. Karena mbak Unik aku sempat merasakan kasih sayang seorang kakak. Semua itu adalah kenangan terindah dari mbak Unik yang tidak akan pernah aku lupakan.

Sahabat Penaku, Apa Kabar ?

Beberapa hari ini interaksiku dengan pegawai kantor pos meningkat. Hal itu tak lepas dari pekerjaan yang kutangani saat ini. Sempat ngobrol-ngobrol juga dengan mereka. Dan dari obrolan itu aku jadi teringat dengan hobby lamaku yang sudah tidak lagi kujalani, yaitu : korespondensi.
Aku mulai melakukan korespondensi sejak kelas 5 SD.

Ternyata aku keasyikan dan hobby itu terus kujalani sampai aku kuliah. Pokoknya demi hobbyku itu aku tidak pernah membelanjakan uang saku dari ortuku untuk beli jajan dan sejenisnya. Uang saku itu pasti habis kubelikan amplop, kertas surat dan perangko. Ortuku juga tidak pernah protes. Mungkin bagi mereka lebih baik uang itu habis untuk membiayai hobby korespondensiku daripada aku jajan sembarangan yach…?

Setelah lulus kuliah dan kerja, hobby-ku itu tidak sempat kujalani karena aku asyik dengan keluargaku dan pekerjaanku. Apalagi setelah ada telpon rumah dan telpon selular…, makin malas aku nulis surat hehehe… Semuanya cukup dengan angkat telpon.

Dulu aku punya sahabat pena banyak sekali. Tapi ada beberapa diantaranya yang dekat banget, dan pertemanan kami lewat surat bisa bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Bahkan aku pernah bertemu dengan beberapa orang diantaranya. Di antara mereka yang dekat sekali denganku adalah :

- Arnisma Andriyani : Aku mengenalnya sejak masih SMP. Dia satu-satunya sahabat penaku yang masih kontak denganku sampai sekarang. Aku memanggilnya Yani (tapi di lingkungan keluarganya dia dipanggil Andri). Aku sempat mengunjunginya ke Kepanjen Malang dan dia juga sempat datang ke rumahku di Madiun. Waktu dia kuliah di Surakarta dia sempat datang juga ke tempat kost-ku di Yogyakarta. Aku suka sekali dengannya. Yani sangat humoris dan banyak cerita. Kalau ketemu dengannya kami pasti akan bercanda. Waktu aku nikahpun dia datang ke resepsi pernikahanku. Sayang sekali aku tidak dapat menghadiri pesta pernikahannya. Tapi Yani mengirimiku foto pernikahannya. Sekarang ini sesekali aku masih kontak dengannya via phone. Dia di menetap di Malang bersama suami dan anaknya. Semoga suatu saat kami bisa ketemu lagi untuk melepas kangen.

- Mas Indra (tapi nama lengkapnya ku lupa….). Aku mengenalnya waktu aku masih SMP. Orang asli Semarang itu waktu pertama mengirimi aku surat sudah kerja di Dinas Pertanian di Jayapura, Irian Jaya. Orangnya kocak dan pandai menggambar. Walau usia kami beda jauh, tapi hubungan pertemanan kami lancar-lancar aja. Bahkan waktu dia pulang ke Jawa (Semarang), dia sempat juga mampir ke Madiun untuk menemui aku. Terakhir kali aku mengetahui kabarnya adalah waktu aku masih kuliah di Yogyakarta, saat itu dia sudah dikaruniai seorang anak. Mas Indra, apa kabar ? Masih ingat aku tidak ya ?!

- Rahmila Murtiana. Seingatku, aku memanggil gadis Banjarmasin yang kukenal waktu SMA ini Mbak Ina. Kemudian Mbak Ina mendapatkan kesempatan belajar ke Amerika selama 1 tahun lewat program AFS. Walau mbak Ina di Amerika, dia masih tetap rajin mengirimkan postcard untukku. Waktu dia kuliah di Semarang, kami sempat berjumpa 1 kali. Wah…, seneng sekali karena sebelumnya kami gak pernah kebayang akan bisa ketemu. Maklum, jarak Madiun dan Banjarmasin kan jauh…. Tapi sekarang aku gak tahu kabar Mbak Ina. Mbak Ina… how are you ? Where are you now ?

- Mbak Ririn Yurikesari. Aku masih ingat alamat rumahnya. Dulu alamat surat-surat untuk mbak Ririn selalu kualamatkan ke Tebet Barat Dalam Jakarta. Dari semua sahabat penaku, sebenarnya Mbak Ririn yang paling rajin menyurati aku. Bahkan yang paling lama bertahan berkorespondensi denganku. Sayang sekali aku sekarang betul-betul lose contact dengannya. Hai Mbak Ririn…, apa kabar ?

- Lili Tri Sari Dewi ZA. Aku mengenalnya waktu masih SD. Seingatku aku mengenalnya karena jasa Pak Tri, guru SD-ku. Ceritanya Pak Tri pindah ke Bontang Kalimantan Timur. Dan salah satu muridnya yang bernama Lili diperkenalkan padaku lewat surat (karena Pak Tri tahu betul hobby-ku ini). Terakhir aku tahu waktu Lili pindah ke Palembang. Aku juga sempat menerima undangan pernikahan dari Lili. Tapi sayang karena jarak yang jauh aku gak bisa hadir pada acara resepsi pernikahannya. Aku juga kehilangan kontak dengannya. Hai Lili…. Where are you ?

Sekarang setelah bercerita tentang mereka, aku jadi merindukan mereka. Terutama aku ingin tahu kabar tentang mereka. Semoga aja ada diantara mereka yang baca ceritaku ini dan menjalin lagi komunikasi di antara kami yang sempat terputus.

Sahabat Penaku, Apa Kabar ?

Beberapa hari ini interaksiku dengan pegawai kantor pos meningkat. Hal itu tak lepas dari pekerjaan yang kutangani saat ini. Sempat ngobrol-ngobrol juga dengan mereka. Dan dari obrolan itu aku jadi teringat dengan hobby lamaku yang sudah tidak lagi kujalani, yaitu : korespondensi.
Aku mulai melakukan korespondensi sejak kelas 5 SD.

Ternyata aku keasyikan dan hobby itu terus kujalani sampai aku kuliah. Pokoknya demi hobbyku itu aku tidak pernah membelanjakan uang saku dari ortuku untuk beli jajan dan sejenisnya. Uang saku itu pasti habis kubelikan amplop, kertas surat dan perangko. Ortuku juga tidak pernah protes. Mungkin bagi mereka lebih baik uang itu habis untuk membiayai hobby korespondensiku daripada aku jajan sembarangan yach…?

Setelah lulus kuliah dan kerja, hobby-ku itu tidak sempat kujalani karena aku asyik dengan keluargaku dan pekerjaanku. Apalagi setelah ada telpon rumah dan telpon selular…, makin malas aku nulis surat hehehe… Semuanya cukup dengan angkat telpon.

Dulu aku punya sahabat pena banyak sekali. Tapi ada beberapa diantaranya yang dekat banget, dan pertemanan kami lewat surat bisa bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Bahkan aku pernah bertemu dengan beberapa orang diantaranya. Di antara mereka yang dekat sekali denganku adalah :

- Arnisma Andriyani : Aku mengenalnya sejak masih SMP. Dia satu-satunya sahabat penaku yang masih kontak denganku sampai sekarang. Aku memanggilnya Yani (tapi di lingkungan keluarganya dia dipanggil Andri). Aku sempat mengunjunginya ke Kepanjen Malang dan dia juga sempat datang ke rumahku di Madiun. Waktu dia kuliah di Surakarta dia sempat datang juga ke tempat kost-ku di Yogyakarta. Aku suka sekali dengannya. Yani sangat humoris dan banyak cerita. Kalau ketemu dengannya kami pasti akan bercanda. Waktu aku nikahpun dia datang ke resepsi pernikahanku. Sayang sekali aku tidak dapat menghadiri pesta pernikahannya. Tapi Yani mengirimiku foto pernikahannya. Sekarang ini sesekali aku masih kontak dengannya via phone. Dia di menetap di Malang bersama suami dan anaknya. Semoga suatu saat kami bisa ketemu lagi untuk melepas kangen.

- Mas Indra (tapi nama lengkapnya ku lupa….). Aku mengenalnya waktu aku masih SMP. Orang asli Semarang itu waktu pertama mengirimi aku surat sudah kerja di Dinas Pertanian di Jayapura, Irian Jaya. Orangnya kocak dan pandai menggambar. Walau usia kami beda jauh, tapi hubungan pertemanan kami lancar-lancar aja. Bahkan waktu dia pulang ke Jawa (Semarang), dia sempat juga mampir ke Madiun untuk menemui aku. Terakhir kali aku mengetahui kabarnya adalah waktu aku masih kuliah di Yogyakarta, saat itu dia sudah dikaruniai seorang anak. Mas Indra, apa kabar ? Masih ingat aku tidak ya ?!

- Rahmila Murtiana. Seingatku, aku memanggil gadis Banjarmasin yang kukenal waktu SMA ini Mbak Ina. Kemudian Mbak Ina mendapatkan kesempatan belajar ke Amerika selama 1 tahun lewat program AFS. Walau mbak Ina di Amerika, dia masih tetap rajin mengirimkan postcard untukku. Waktu dia kuliah di Semarang, kami sempat berjumpa 1 kali. Wah…, seneng sekali karena sebelumnya kami gak pernah kebayang akan bisa ketemu. Maklum, jarak Madiun dan Banjarmasin kan jauh…. Tapi sekarang aku gak tahu kabar Mbak Ina. Mbak Ina… how are you ? Where are you now ?

- Mbak Ririn Yurikesari. Aku masih ingat alamat rumahnya. Dulu alamat surat-surat untuk mbak Ririn selalu kualamatkan ke Tebet Barat Dalam Jakarta. Dari semua sahabat penaku, sebenarnya Mbak Ririn yang paling rajin menyurati aku. Bahkan yang paling lama bertahan berkorespondensi denganku. Sayang sekali aku sekarang betul-betul lose contact dengannya. Hai Mbak Ririn…, apa kabar ?

- Lili Tri Sari Dewi ZA. Aku mengenalnya waktu masih SD. Seingatku aku mengenalnya karena jasa Pak Tri, guru SD-ku. Ceritanya Pak Tri pindah ke Bontang Kalimantan Timur. Dan salah satu muridnya yang bernama Lili diperkenalkan padaku lewat surat (karena Pak Tri tahu betul hobby-ku ini). Terakhir aku tahu waktu Lili pindah ke Palembang. Aku juga sempat menerima undangan pernikahan dari Lili. Tapi sayang karena jarak yang jauh aku gak bisa hadir pada acara resepsi pernikahannya. Aku juga kehilangan kontak dengannya. Hai Lili…. Where are you ?

Sekarang setelah bercerita tentang mereka, aku jadi merindukan mereka. Terutama aku ingin tahu kabar tentang mereka. Semoga aja ada diantara mereka yang baca ceritaku ini dan menjalin lagi komunikasi di antara kami yang sempat terputus.

Jumat, 28 November 2008

What a bad day !!

I really hate this day !! Semuanya karena kejadian di kantor pagi ini. Sesuatu yang terjadi betul-betul di luar kendaliku. Sayang sekali suasana hari yang indah rusak justru di pagi hari. So many things

made me upset. So many things made me angry…. Sampai-sampai Mbak Ima yang masuk ruanganku kebagian marahku juga. Sorry ya mbak Ima …..
Mungkin ambang batas emosiku sudah terlewati, karena kondisi fisikku yang menurun setelah beberapa hari kerja lembur. Mungkin juga kejadian tadi pagi memang betul-betul di luar batas kesabaranku. Mas Yanu yang ada di dalam ruangan bersamaku sampai-sampai gak berani bicara sepatah katapun melihatku sangat emosi. Untung saja teman-temanku di kantor baik-baik dan mereka telah mengenal aku. Mereka bisa memaklumi keadaanku saat ini, bahkan Mbak Ima yang kebagian marahku pun waktu aku minta maaf padanya bisa menerima dan tertawa saja.
Untung saja semakin siang emosiku makin menurun dan aku bisa melihat kelucuan dari kejadian tadi pagi. Aku jadi bisa mentertawakan diriku sendiri karena tadi sempat terbawa emosi. Jadi waktu teman-teman mencandaiku karena aku emosi tadi aku sudah bisa tertawa-tawa lagi.
Pengertian memang kadang sulit didapatkan, so aku termasuk beruntung karena orang-orang di sekitarku mau mengerti aku. Hal ini membuatku makin menghargai mereka. Aku beruntung karena berada di dalam lingkungan orang-orang yang baik.


What a bad day !!

I really hate this day !! Semuanya karena kejadian di kantor pagi ini. Sesuatu yang terjadi betul-betul di luar kendaliku. Sayang sekali suasana hari yang indah rusak justru di pagi hari. So many things

made me upset. So many things made me angry…. Sampai-sampai Mbak Ima yang masuk ruanganku kebagian marahku juga. Sorry ya mbak Ima …..
Mungkin ambang batas emosiku sudah terlewati, karena kondisi fisikku yang menurun setelah beberapa hari kerja lembur. Mungkin juga kejadian tadi pagi memang betul-betul di luar batas kesabaranku. Mas Yanu yang ada di dalam ruangan bersamaku sampai-sampai gak berani bicara sepatah katapun melihatku sangat emosi. Untung saja teman-temanku di kantor baik-baik dan mereka telah mengenal aku. Mereka bisa memaklumi keadaanku saat ini, bahkan Mbak Ima yang kebagian marahku pun waktu aku minta maaf padanya bisa menerima dan tertawa saja.
Untung saja semakin siang emosiku makin menurun dan aku bisa melihat kelucuan dari kejadian tadi pagi. Aku jadi bisa mentertawakan diriku sendiri karena tadi sempat terbawa emosi. Jadi waktu teman-teman mencandaiku karena aku emosi tadi aku sudah bisa tertawa-tawa lagi.
Pengertian memang kadang sulit didapatkan, so aku termasuk beruntung karena orang-orang di sekitarku mau mengerti aku. Hal ini membuatku makin menghargai mereka. Aku beruntung karena berada di dalam lingkungan orang-orang yang baik.


Minggu, 23 November 2008

Kisah yang memberikan inspirasi

Aku suka membaca kisah-kisah maupun cerita-cerita yang memberikan inspirasi. Salah satunya adalah cerita di bawah ini.

Ada Tetesan Setelah Tetesan Terakhir

Pasar malam dibuka di sebuah kota. Penduduk menyambutnya dengan gembira.
Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat.

Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini. Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping.

Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.

'Hingga tetes terakhir', pikirnya.

Manusia kuat lalu menantang para penonton: "Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!"

Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras... dan menekan sisa jeruk... tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal.
Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : "Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?"

Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. "Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung." Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.

Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras... dan "ting!" setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas meja panggung.

Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan
riuh.

Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, "Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu.

Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?"

"Begini," jawab wanita itu, "Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku.
Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan
mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku. Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku perlukan. Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.”

Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya, demikian kata seorang bijak. Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal tersebut.

(terima kasih untuk Upiq yang telah mengirimkan padaku kisah penuh inspiratif ini)

Kisah yang memberikan inspirasi

Aku suka membaca kisah-kisah maupun cerita-cerita yang memberikan inspirasi. Salah satunya adalah cerita di bawah ini.

Ada Tetesan Setelah Tetesan Terakhir

Pasar malam dibuka di sebuah kota. Penduduk menyambutnya dengan gembira.
Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat.

Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini. Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping.

Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.

'Hingga tetes terakhir', pikirnya.

Manusia kuat lalu menantang para penonton: "Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!"

Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras... dan menekan sisa jeruk... tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal.
Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : "Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?"

Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. "Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung." Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.

Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras... dan "ting!" setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas meja panggung.

Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan
riuh.

Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, "Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu.

Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?"

"Begini," jawab wanita itu, "Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku.
Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan
mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku. Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku perlukan. Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.”

Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya, demikian kata seorang bijak. Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal tersebut.

(terima kasih untuk Upiq yang telah mengirimkan padaku kisah penuh inspiratif ini)

Pelajaran dari Andy's Corner

Aku penggemar acara Kick Andy dan jarang sekali melewatkan acara ini. Selain itu aku juga rajin buka-buka website-nya Kick Andy. Artikel yang sering aku ikuti adalah Andy's Corner.
Banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan dari tulisan Andy F. Noya.

Sayang sekali karena kesibukan di kantor, aku jadi gak sempat nge-net. Tetapi kemarin malam temanku menceritakan artikel dari Andy F. Noya tentang pengalamannya makan di sebuah restoran dan bagaimana Andy F. Noya menjadi ber-empati dengan pelayan restoran. Mendengar cerita itu aku jadi ingin segera bisa membuka lagi website-nya Kick Andy.

Untung hari ini aku gak lembur dan punya waktu untuk nge-net. Makanya begitu selesai menyelesaikan pekerjaan rumah yang sepertinya gak habis-habis hehe... akhirnya ku bisa juga duduk manis di depan komputer dan baca Andy's Corner.
Ternyata seperti sebelumnya, tulisan dari Andy F. Noya memberikan pelajaran berharga bagiku. Memberiku inspirasi untuk berbuat serupa.

Lebih lengkapnya, di bawah ini adalah tulisan Andy F. Noya itu.

EMPATI

Suatu malam, sepulang kerja, saya mampir di sebuah restoran cepat saji di kawasan Bintaro. Suasana sepi. Di luar hujan. Semua pelayan sudah berkemas. Restoran hendak tutup. Tetapi mungkin melihat wajah saya yang memelas karena lapar, salah seorang dari mereka memberi aba-aba untuk tetap melayani. Padahal, jika mau, bisa saja mereka menolak.

Sembari makan saya mulai mengamati kegiatan para pelayan restoran. Ada yang menghitung uang, mengemas peralatan masak, mengepel lantai dan ada pula yang membersihkan dan merapikan meja-meja yang berantakan.

Saya membayangkan rutinitas kehidupan mereka seperti itu dari hari ke hari. Selama ini hal tersebut luput dari perhatian saya. Jujur saja, jika menemani anak-anak makan di restoran cepat saji seperti ini, saya tidak terlalu hirau akan keberadaan mereka. Seakan mereka antara ada dan tiada. Mereka ada jika saya membutuhkan bantuan dan mereka serasa tiada jika saya terlalu asyik menyantap makanan.

Namun malam itu saya bisa melihat sesuatu yang selama ini seakan tak terlihat. Saya melihat bagaimana pelayan restoran itu membersihkan sisa-sisa makanan di atas meja. Pemandangan yang sebenarnya biasa-biasa saja.

Tetapi, mungkin karena malam itu mata hati saya yang melihat, pemandangan tersebut menjadi istimewa. Melihat tumpukan sisa makan di atas salah satu meja yang sedang dibersihkan, saya bertanya-tanya dalam hati: siapa sebenarnya yang baru saja bersantap di meja itu? Kalau dilihat dari sisa-sisa makanan yang berserakan, tampaknya rombongan yang cukup besar. Tetapi yang menarik perhatian saya adalah bagaimana rombongan itu meninggalkan sampah bekas makanan.

Sungguh pemandangan yang menjijikan. Tulang-tulang ayam berserakan di atas meja. Padahal ada kotak-kotak karton yang bisa dijadikan tempat sampah. Nasi di sana-sini. Belum lagi di bawah kolong meja juga kotor oleh tumpahan remah-remah. Mungkin rombongan itu membawa anak-anak.

Meja tersebut bagaikan ladang pembantaian. Tulang belulang berserakan. Saya tidak habis pikir bagaimana mereka begitu tega meninggalkan sampah berserakan seperti itu. Tak terpikir oleh mereka betapa sisa-sisa makanan yang menjijikan itu harus dibersihkan oleh seseorang, walau dia seorang pelayan sekalipun.

Sejak malam itu saya mengambil keputusan untuk membuang sendiri sisa makanan jika bersantap di restoran semacam itu. Saya juga meminta anak-anak melakukan hal yang sama. Awalnya tidak mudah. Sebelum ini saya juga pernah melakukannya. Tetapi perbuatan saya itu justru menjadi bahan tertawaan teman-teman. Saya dibilang sok kebarat-baratan. Sok menunjukkan pernah ke luar negeri. Sebab di banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika, sudah jamak pelanggan membuang sendiri sisa makanan ke tong sampah. Pelayan terbatas karena tenaga kerja mahal.

Sebenarnya tidak terlalu sulit membersihkan sisa-sisa makanan kita. Tinggal meringkas lalu membuangnya di tempat sampah. Cuma butuh beberapa menit. Sebuah perbuatan kecil. Tetapi jika semua orang melakukannya, artinya akan besar sekali bagi para pelayan restoran. Saya pernah membaca sebuah buku tentang perbuatan kecil yang punya arti besar. Termasuk kisah seorang bapak yang mengajak anaknya untuk membersihkan sampah di sebuah tanah kosong di kompleks rumah mereka. Karena setiap hari warga kompleks melihat sang bapak dan anaknya membersihkan sampah di situ, lama-lama mereka malu hati untuk membuang sampah di situ.

Belakangan seluruh warga bahkan tergerak untuk mengikuti jejak sang bapak itu dan ujung-ujungnya lingkungan perumahan menjadi bersih dan sehat. Padahal tidak ada satu kata pun dari bapak tersebut. Tidak ada slogan, umbul-umbul, apalagi spanduk atau baliho. Dia hanya memberikan keteladanan. Keteladanan kecil yang berdampak besar.

Saya juga pernah membaca cerita tentang kekuatan senyum. Jika saja setiap orang memberi senyum kepada paling sedikit satu orang yang dijumpainya hari itu, maka dampaknya akan luar biasa. Orang yang mendapat senyum akan merasa bahagia. Dia lalu akan tersenyum pada orang lain yang dijumpainya. Begitu seterusnya, sehingga senyum tadi meluas kepada banyak orang. Padahal asal mulanya hanya dari satu orang yang tersenyum.

Terilhami oleh sebuah cerita di sebuah buku “Chiken Soup”, saya kerap membayar karcis tol bagi mobil di belakang saya. Tidak perduli siapa di belakang. Sebab dari cerita di buku itu, orang di belakang saya pasti akan merasa mendapat kejutan. Kejutan yang menyenangkan. Jika hari itu dia bahagia, maka harinya yang indah akan membuat dia menyebarkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang yang dia temui hari itu. Saya berharap virus itu dapat menyebar ke banyak orang.

Bayangkan jika Anda memberi pujian yang tulus bagi minimal satu orang setiap hari. Pujian itu akan memberi efek berantai ketika orang yang Anda puji merasa bahagia dan menularkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.

Anak saya yang di SD selalu mengingatkan jika saya lupa mengucapkan kata “terima kasih” saat petugas jalan tol memberikan karcis dan uang kembalian. Menurut dia, kata “terima kasih” merupakan “magic words” yang akan membuat orang lain senang. Begitu juga kata “tolong” ketika kita meminta bantuan orang lain, misalnya pembantu rumah tangga kita.

Dulu saya sering marah jika ada angkutan umum, misalnya bus, mikrolet, bajaj, atau angkot seenaknya menyerobot mobil saya. Sampai suatu hari istri saya mengingatkan bahwa saya harus berempati pada mereka. Para supir kendaraan umum itu harus berjuang untuk mengejar setoran. “Sementara kamu kan tidak mengejar setoran?’’ Nasihat itu diperoleh istri saya dari sebuah tulisan almarhum Romo Mangunwijaya. Sejak saat itu, jika ada kendaraan umum yang menyerobot seenak udelnya, saya segera teringat nasihat istri tersebut.

Saya membayangkan, alangkah indahnya hidup kita jika kita dapat membuat orang lain bahagia. Alangkah menyenangkannya jika kita bisa berempati pada perasaan orang lain. Betapa bahagianya jika kita menyadari dengan membuang sisa makanan kita di restoran cepat saji, kita sudah meringankan pekerjaan pelayan restoran.

Begitu juga dengan tidak membuang karcis tol begitu saja setelah membayar, kita sudah meringankan beban petugas kebersihan. Dengan tidak membuang permen karet sembarangan, kita sudah menghindari orang dari perasaan kesal karena sepatu atau celananya lengket kena permen karet.

Kita sering mengaku bangsa yang berbudaya tinggi tetapi berapa banyak di antara kita yang ketika berada di tempat-tempat publik, ketika membuka pintu, menahannya sebentar dan menoleh kebelakang untuk berjaga-jaga apakah ada orang lain di belakang kita? Saya pribadi sering melihat orang yang membuka pintu lalu melepaskannya begitu saja tanpa perduli orang di belakangnya terbentur oleh pintu tersebut.

Jika kita mau, banyak hal kecil bisa kita lakukan. Hal yang tidak memberatkan kita tetapi besar artinya bagi orang lain. Mulailah dari hal-hal kecil-kecil. Mulailah dari diri Anda lebih dulu. Mulailah sekarang juga
.

Pelajaran dari Andy's Corner

Aku penggemar acara Kick Andy dan jarang sekali melewatkan acara ini. Selain itu aku juga rajin buka-buka website-nya Kick Andy. Artikel yang sering aku ikuti adalah Andy's Corner.
Banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan dari tulisan Andy F. Noya.

Sayang sekali karena kesibukan di kantor, aku jadi gak sempat nge-net. Tetapi kemarin malam temanku menceritakan artikel dari Andy F. Noya tentang pengalamannya makan di sebuah restoran dan bagaimana Andy F. Noya menjadi ber-empati dengan pelayan restoran. Mendengar cerita itu aku jadi ingin segera bisa membuka lagi website-nya Kick Andy.

Untung hari ini aku gak lembur dan punya waktu untuk nge-net. Makanya begitu selesai menyelesaikan pekerjaan rumah yang sepertinya gak habis-habis hehe... akhirnya ku bisa juga duduk manis di depan komputer dan baca Andy's Corner.
Ternyata seperti sebelumnya, tulisan dari Andy F. Noya memberikan pelajaran berharga bagiku. Memberiku inspirasi untuk berbuat serupa.

Lebih lengkapnya, di bawah ini adalah tulisan Andy F. Noya itu.

EMPATI

Suatu malam, sepulang kerja, saya mampir di sebuah restoran cepat saji di kawasan Bintaro. Suasana sepi. Di luar hujan. Semua pelayan sudah berkemas. Restoran hendak tutup. Tetapi mungkin melihat wajah saya yang memelas karena lapar, salah seorang dari mereka memberi aba-aba untuk tetap melayani. Padahal, jika mau, bisa saja mereka menolak.

Sembari makan saya mulai mengamati kegiatan para pelayan restoran. Ada yang menghitung uang, mengemas peralatan masak, mengepel lantai dan ada pula yang membersihkan dan merapikan meja-meja yang berantakan.

Saya membayangkan rutinitas kehidupan mereka seperti itu dari hari ke hari. Selama ini hal tersebut luput dari perhatian saya. Jujur saja, jika menemani anak-anak makan di restoran cepat saji seperti ini, saya tidak terlalu hirau akan keberadaan mereka. Seakan mereka antara ada dan tiada. Mereka ada jika saya membutuhkan bantuan dan mereka serasa tiada jika saya terlalu asyik menyantap makanan.

Namun malam itu saya bisa melihat sesuatu yang selama ini seakan tak terlihat. Saya melihat bagaimana pelayan restoran itu membersihkan sisa-sisa makanan di atas meja. Pemandangan yang sebenarnya biasa-biasa saja.

Tetapi, mungkin karena malam itu mata hati saya yang melihat, pemandangan tersebut menjadi istimewa. Melihat tumpukan sisa makan di atas salah satu meja yang sedang dibersihkan, saya bertanya-tanya dalam hati: siapa sebenarnya yang baru saja bersantap di meja itu? Kalau dilihat dari sisa-sisa makanan yang berserakan, tampaknya rombongan yang cukup besar. Tetapi yang menarik perhatian saya adalah bagaimana rombongan itu meninggalkan sampah bekas makanan.

Sungguh pemandangan yang menjijikan. Tulang-tulang ayam berserakan di atas meja. Padahal ada kotak-kotak karton yang bisa dijadikan tempat sampah. Nasi di sana-sini. Belum lagi di bawah kolong meja juga kotor oleh tumpahan remah-remah. Mungkin rombongan itu membawa anak-anak.

Meja tersebut bagaikan ladang pembantaian. Tulang belulang berserakan. Saya tidak habis pikir bagaimana mereka begitu tega meninggalkan sampah berserakan seperti itu. Tak terpikir oleh mereka betapa sisa-sisa makanan yang menjijikan itu harus dibersihkan oleh seseorang, walau dia seorang pelayan sekalipun.

Sejak malam itu saya mengambil keputusan untuk membuang sendiri sisa makanan jika bersantap di restoran semacam itu. Saya juga meminta anak-anak melakukan hal yang sama. Awalnya tidak mudah. Sebelum ini saya juga pernah melakukannya. Tetapi perbuatan saya itu justru menjadi bahan tertawaan teman-teman. Saya dibilang sok kebarat-baratan. Sok menunjukkan pernah ke luar negeri. Sebab di banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika, sudah jamak pelanggan membuang sendiri sisa makanan ke tong sampah. Pelayan terbatas karena tenaga kerja mahal.

Sebenarnya tidak terlalu sulit membersihkan sisa-sisa makanan kita. Tinggal meringkas lalu membuangnya di tempat sampah. Cuma butuh beberapa menit. Sebuah perbuatan kecil. Tetapi jika semua orang melakukannya, artinya akan besar sekali bagi para pelayan restoran. Saya pernah membaca sebuah buku tentang perbuatan kecil yang punya arti besar. Termasuk kisah seorang bapak yang mengajak anaknya untuk membersihkan sampah di sebuah tanah kosong di kompleks rumah mereka. Karena setiap hari warga kompleks melihat sang bapak dan anaknya membersihkan sampah di situ, lama-lama mereka malu hati untuk membuang sampah di situ.

Belakangan seluruh warga bahkan tergerak untuk mengikuti jejak sang bapak itu dan ujung-ujungnya lingkungan perumahan menjadi bersih dan sehat. Padahal tidak ada satu kata pun dari bapak tersebut. Tidak ada slogan, umbul-umbul, apalagi spanduk atau baliho. Dia hanya memberikan keteladanan. Keteladanan kecil yang berdampak besar.

Saya juga pernah membaca cerita tentang kekuatan senyum. Jika saja setiap orang memberi senyum kepada paling sedikit satu orang yang dijumpainya hari itu, maka dampaknya akan luar biasa. Orang yang mendapat senyum akan merasa bahagia. Dia lalu akan tersenyum pada orang lain yang dijumpainya. Begitu seterusnya, sehingga senyum tadi meluas kepada banyak orang. Padahal asal mulanya hanya dari satu orang yang tersenyum.

Terilhami oleh sebuah cerita di sebuah buku “Chiken Soup”, saya kerap membayar karcis tol bagi mobil di belakang saya. Tidak perduli siapa di belakang. Sebab dari cerita di buku itu, orang di belakang saya pasti akan merasa mendapat kejutan. Kejutan yang menyenangkan. Jika hari itu dia bahagia, maka harinya yang indah akan membuat dia menyebarkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang yang dia temui hari itu. Saya berharap virus itu dapat menyebar ke banyak orang.

Bayangkan jika Anda memberi pujian yang tulus bagi minimal satu orang setiap hari. Pujian itu akan memberi efek berantai ketika orang yang Anda puji merasa bahagia dan menularkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.

Anak saya yang di SD selalu mengingatkan jika saya lupa mengucapkan kata “terima kasih” saat petugas jalan tol memberikan karcis dan uang kembalian. Menurut dia, kata “terima kasih” merupakan “magic words” yang akan membuat orang lain senang. Begitu juga kata “tolong” ketika kita meminta bantuan orang lain, misalnya pembantu rumah tangga kita.

Dulu saya sering marah jika ada angkutan umum, misalnya bus, mikrolet, bajaj, atau angkot seenaknya menyerobot mobil saya. Sampai suatu hari istri saya mengingatkan bahwa saya harus berempati pada mereka. Para supir kendaraan umum itu harus berjuang untuk mengejar setoran. “Sementara kamu kan tidak mengejar setoran?’’ Nasihat itu diperoleh istri saya dari sebuah tulisan almarhum Romo Mangunwijaya. Sejak saat itu, jika ada kendaraan umum yang menyerobot seenak udelnya, saya segera teringat nasihat istri tersebut.

Saya membayangkan, alangkah indahnya hidup kita jika kita dapat membuat orang lain bahagia. Alangkah menyenangkannya jika kita bisa berempati pada perasaan orang lain. Betapa bahagianya jika kita menyadari dengan membuang sisa makanan kita di restoran cepat saji, kita sudah meringankan pekerjaan pelayan restoran.

Begitu juga dengan tidak membuang karcis tol begitu saja setelah membayar, kita sudah meringankan beban petugas kebersihan. Dengan tidak membuang permen karet sembarangan, kita sudah menghindari orang dari perasaan kesal karena sepatu atau celananya lengket kena permen karet.

Kita sering mengaku bangsa yang berbudaya tinggi tetapi berapa banyak di antara kita yang ketika berada di tempat-tempat publik, ketika membuka pintu, menahannya sebentar dan menoleh kebelakang untuk berjaga-jaga apakah ada orang lain di belakang kita? Saya pribadi sering melihat orang yang membuka pintu lalu melepaskannya begitu saja tanpa perduli orang di belakangnya terbentur oleh pintu tersebut.

Jika kita mau, banyak hal kecil bisa kita lakukan. Hal yang tidak memberatkan kita tetapi besar artinya bagi orang lain. Mulailah dari hal-hal kecil-kecil. Mulailah dari diri Anda lebih dulu. Mulailah sekarang juga
.

Pelajaran berharga

Kemarin malam saat lembur di kantor aku mendapat sebuah pelajaran berharga saat makan malam. Waktu itu, aku dan teman-teman kantor sedang makan bersama. Tak jauh dari kami duduk seorang Pak Mudjiono, tamu kantor kami (dari Surabaya) yang juga ikut makan. Selesai makan aku dan teman-teman ngobrol-ngobrol sebentar. Kemudian dari ekor mataku aku melihat Pak Mudjiono berdiri dan membawa piring dan gelas kotornya ke tempat piring kotor yang ada di ujung ruangan.
Sebenarnya, Pak Mudjiono sudah beberapa kali makan bersama kami di kantor tapi aku tidak pernah memperhatikan kebiasannya setelah makan. Jadi aku merasa surprise juga melihat tindakan Pak Mudjiono itu.
Apalagi tindakan sang tamu itu belum pernah kulihat dilakukan oleh teman-teman kantorku, bahkan aku sendiri pun belum pernah melakukannya. Kejadian tersebut aku ceritakan pada teman-temanku. Kukatakan juga bahwa aku malu melihat itu meninggalkan tempat makannya dalam kondisi bersih, sementara aku biasanya setelah makan meninggalkan piring dan gelas kotor tetap berada di atas meja.
Mendengar ceritaku itu, mbak Ima berkata bahwa orang-orang dari kota besar sudah terbiasa melakukan hal itu. Entah dia berkata yang sebenarnya atau hanya sok tahu saja hehehe... Sementara mbak Nyanyik langsung menyahut ceritaku dengan berkata, "pasti terpengaruh Kick Andy !!" Aku yang bingung dengan ucapan mbak Nyanyik hanya bisa bertanya, "Kick Andy apaan? Sejak lembur-lembur terus begini aku sudah 2 kali kelewatan gak nonton Kick Andy." (Kebetulan, mbak Nyanyik dan teman-teman kantorku lainnya sudah hafal bahwa aku adalah penggemar berat Kick Andy).
Kemudian mbak Nyanyik menjelaskan bahwa di Andy's Corner ada artikel Andy F. Noya yang bercerita tentang pengalamannya makan di restoran. Dan pengalaman dari makan di restoran itu sekarang membuatnya merapikan sendiri bekas makanannya dan meminta agar anak istrinya melakukan hal yang sama.
Mendengar cerita dari Mbak Nyanyik itu dan terinspirasi tindakan pak Mudjiono itu, maka aku berkata pada teman-temanku bahwa mulai saat itu aku akan mengikuti tindakan pak Mudjiono. "Perbuatan baik tidak ada salahnya ditiru, bukan?" kataku pada teman-temanku.
Dan..., aku pun kemudian membawa piring dan gelasku ke ujung ruangan dimana terletak sebuah kotak plastik besar untuk tempat piring dan gelas kotor. Ternyata di dalam kotak itu betul-betul hanya ada 1 buah gelas dan 1 buah piring yang tadi dipakai Pak Mudjiono makan. Piring dan gelasku adalah barang kedua yang ada di situ. Sementara semua teman-temanku masih meninggalkan piring dan gelas bekas makannya di meja.
Setelah aku meletakkan piring dan gelas di tempat itu..., ternyata hatiku merasa senang dan bahagia karena aku telah mencontoh perilaku yang baik. Walau sepertinya tindakan itu kecil dan tidak berarti, tapi aku yakin bagi petugas yang merapikan tempat makan itu, apa yang Pak Mudjiono contohkan padaku tadi mempunyai arti sangat besar. Aku pun ingin mengajari anakku untuk melakukan hal yang sama. Membuat orang lain bahagia tentu juga membuat kita bahagia.

Pelajaran berharga

Kemarin malam saat lembur di kantor aku mendapat sebuah pelajaran berharga saat makan malam. Waktu itu, aku dan teman-teman kantor sedang makan bersama. Tak jauh dari kami duduk seorang Pak Mudjiono, tamu kantor kami (dari Surabaya) yang juga ikut makan. Selesai makan aku dan teman-teman ngobrol-ngobrol sebentar. Kemudian dari ekor mataku aku melihat Pak Mudjiono berdiri dan membawa piring dan gelas kotornya ke tempat piring kotor yang ada di ujung ruangan.
Sebenarnya, Pak Mudjiono sudah beberapa kali makan bersama kami di kantor tapi aku tidak pernah memperhatikan kebiasannya setelah makan. Jadi aku merasa surprise juga melihat tindakan Pak Mudjiono itu.
Apalagi tindakan sang tamu itu belum pernah kulihat dilakukan oleh teman-teman kantorku, bahkan aku sendiri pun belum pernah melakukannya. Kejadian tersebut aku ceritakan pada teman-temanku. Kukatakan juga bahwa aku malu melihat itu meninggalkan tempat makannya dalam kondisi bersih, sementara aku biasanya setelah makan meninggalkan piring dan gelas kotor tetap berada di atas meja.
Mendengar ceritaku itu, mbak Ima berkata bahwa orang-orang dari kota besar sudah terbiasa melakukan hal itu. Entah dia berkata yang sebenarnya atau hanya sok tahu saja hehehe... Sementara mbak Nyanyik langsung menyahut ceritaku dengan berkata, "pasti terpengaruh Kick Andy !!" Aku yang bingung dengan ucapan mbak Nyanyik hanya bisa bertanya, "Kick Andy apaan? Sejak lembur-lembur terus begini aku sudah 2 kali kelewatan gak nonton Kick Andy." (Kebetulan, mbak Nyanyik dan teman-teman kantorku lainnya sudah hafal bahwa aku adalah penggemar berat Kick Andy).
Kemudian mbak Nyanyik menjelaskan bahwa di Andy's Corner ada artikel Andy F. Noya yang bercerita tentang pengalamannya makan di restoran. Dan pengalaman dari makan di restoran itu sekarang membuatnya merapikan sendiri bekas makanannya dan meminta agar anak istrinya melakukan hal yang sama.
Mendengar cerita dari Mbak Nyanyik itu dan terinspirasi tindakan pak Mudjiono itu, maka aku berkata pada teman-temanku bahwa mulai saat itu aku akan mengikuti tindakan pak Mudjiono. "Perbuatan baik tidak ada salahnya ditiru, bukan?" kataku pada teman-temanku.
Dan..., aku pun kemudian membawa piring dan gelasku ke ujung ruangan dimana terletak sebuah kotak plastik besar untuk tempat piring dan gelas kotor. Ternyata di dalam kotak itu betul-betul hanya ada 1 buah gelas dan 1 buah piring yang tadi dipakai Pak Mudjiono makan. Piring dan gelasku adalah barang kedua yang ada di situ. Sementara semua teman-temanku masih meninggalkan piring dan gelas bekas makannya di meja.
Setelah aku meletakkan piring dan gelas di tempat itu..., ternyata hatiku merasa senang dan bahagia karena aku telah mencontoh perilaku yang baik. Walau sepertinya tindakan itu kecil dan tidak berarti, tapi aku yakin bagi petugas yang merapikan tempat makan itu, apa yang Pak Mudjiono contohkan padaku tadi mempunyai arti sangat besar. Aku pun ingin mengajari anakku untuk melakukan hal yang sama. Membuat orang lain bahagia tentu juga membuat kita bahagia.

Kamis, 20 November 2008

Mencoba membuang jenuh

Sudah selama 2-3 hari terakhir beban kerja di kantor semakin meningkat malah sampai kerja lembur. Sampai-sampai gak sempat nengokin blog (padahal lagi seneng-senengnya tuh....)

Konsekuensi dari pekerjaan yang menumpuk tentu saja perasaan jenuh yang datang menyapa. Apalagi kalau inget pekerjaan yang padat ini akan terus berlangsung sampai akhir tahun nanti. Wuih..., semoga aku tetap fit deh.
Kebetulan sekarang ada sedikit waktu luang yang bisa kugunakan untuk membuang rasa jenuh, so ... aku manfaatin untuk nengokin blog sekaligus posting. Ternyata nge-blog bisa jadi sarana refreshing juga ya. Apalagi aku bisa numpahin perasaanku lewat keyboard komputer kantor hehehe ... (mau nge-net di rumah juga gak sempat karena aku pulang sudah malam dan sudah capek). Sayang sekali kesempatan langka seperti ini mungkin tidak akan datang dua kali.

Mencoba membuang jenuh

Sudah selama 2-3 hari terakhir beban kerja di kantor semakin meningkat malah sampai kerja lembur. Sampai-sampai gak sempat nengokin blog (padahal lagi seneng-senengnya tuh....)

Konsekuensi dari pekerjaan yang menumpuk tentu saja perasaan jenuh yang datang menyapa. Apalagi kalau inget pekerjaan yang padat ini akan terus berlangsung sampai akhir tahun nanti. Wuih..., semoga aku tetap fit deh.
Kebetulan sekarang ada sedikit waktu luang yang bisa kugunakan untuk membuang rasa jenuh, so ... aku manfaatin untuk nengokin blog sekaligus posting. Ternyata nge-blog bisa jadi sarana refreshing juga ya. Apalagi aku bisa numpahin perasaanku lewat keyboard komputer kantor hehehe ... (mau nge-net di rumah juga gak sempat karena aku pulang sudah malam dan sudah capek). Sayang sekali kesempatan langka seperti ini mungkin tidak akan datang dua kali.

Minggu, 16 November 2008

Tentang Shasa-ku

Shasa, anak semata wayang-ku, sudah selama 2 tahun ini ingin punya adik. Dulu sih maunya setelah Shasa umur 2 tahun, aku siap untuk nambah momongan lagi...., tapi ternyata Allah belum memberi juga hingga saat ini (padahal Shasa sudah 9 tahun).

Kalau sudah begini sih rasanya aku nyesal banget kenapa dulu aku langsung ikut program KB setelah Shasa lahir. (Hiks...)

Shasa-ku anaknya sangat pemalu. Aku berjuang untuk mengikis sedikit demi sedikit sifat pemalunya itu dan Alhamdulillah..., sekarang sudah mulai membuahkan hasil.

Aku masih ingat bagaimana Shasa menangis dan minta ditungguin waktu ikut lomba mewarnai saat TK dulu, padahal saat itu aku sedang dalam kondisi sakit. Setelah beberapa kali ikut lomba mewarnai, akhirnya Shasa berani ditinggal sendiri di arena lomba. Apalagi setelah beberapa kali ikut lomba, Shasa bisa juga mendapatkan kejuaraan, maka sedikit demi sedikit sifat pemalunya berkurang dan rasa Percaya Dirinya muncul.

Shasa jadi senang sekali mengikuti berbagai macam lomba. Hanya..., sejauh itu Shasa baru berani untuk mengikuti lomba yang sifatnya tidak berhadapan langsung dengan penonton maupun juri.

Saat Shasa kelas 1 dan akan naik ke kelas 2, Shasa memberanikan diri ikut lomba baca puisi. Untuk lomba baca puisi yang baru sekali diikutinya ini Shasa tidak berhasil mendapatkan kejuaraan. Tapi, keberanian Shasa untuk mencoba sudah membuatku bangga, karena inilah kali pertama Shasa mengikuti lomba yang mengharuskannya berdiri dan menghadap pada juri dan penonton.

Saat lomba itu, Shasa masih belum berani terus menerus menatap penonton. Apapun hasilnya..., inilah lomba yang sangat berarti bagiku. Kali kedua Shasa ikut lomba baca puisi adalah saat 17 Agustus kemarin di kampung kami. Dari semua perlombaan yang digelar untuk anak-anak, Shasa hanya mau mengikuti 1 lomba yaitu lomba Baca Puisi. Walapun suaranya belum keras, tapi Shasa sudah berani menatap penonton dan juri. Selain itu aksen dan gaya Shasa sudah mengalami kemajuan. Hasilnya adalah ..... Shasa berhasil meraih juara ke-2 !! Tentu saja kami semua bangga sekali padanya..., karena Shasa telah berhasil mengalahkan rasa malunya.

Harapanku semoga saja Shasa kelak mampu mengembangkan potensinya dan mampu meraih keberhasilan di masa yang akan datang. Amien...

Tentang Shasa-ku

Shasa, anak semata wayang-ku, sudah selama 2 tahun ini ingin punya adik. Dulu sih maunya setelah Shasa umur 2 tahun, aku siap untuk nambah momongan lagi...., tapi ternyata Allah belum memberi juga hingga saat ini (padahal Shasa sudah 9 tahun).

Kalau sudah begini sih rasanya aku nyesal banget kenapa dulu aku langsung ikut program KB setelah Shasa lahir. (Hiks...)

Shasa-ku anaknya sangat pemalu. Aku berjuang untuk mengikis sedikit demi sedikit sifat pemalunya itu dan Alhamdulillah..., sekarang sudah mulai membuahkan hasil.

Aku masih ingat bagaimana Shasa menangis dan minta ditungguin waktu ikut lomba mewarnai saat TK dulu, padahal saat itu aku sedang dalam kondisi sakit. Setelah beberapa kali ikut lomba mewarnai, akhirnya Shasa berani ditinggal sendiri di arena lomba. Apalagi setelah beberapa kali ikut lomba, Shasa bisa juga mendapatkan kejuaraan, maka sedikit demi sedikit sifat pemalunya berkurang dan rasa Percaya Dirinya muncul.

Shasa jadi senang sekali mengikuti berbagai macam lomba. Hanya..., sejauh itu Shasa baru berani untuk mengikuti lomba yang sifatnya tidak berhadapan langsung dengan penonton maupun juri.

Saat Shasa kelas 1 dan akan naik ke kelas 2, Shasa memberanikan diri ikut lomba baca puisi. Untuk lomba baca puisi yang baru sekali diikutinya ini Shasa tidak berhasil mendapatkan kejuaraan. Tapi, keberanian Shasa untuk mencoba sudah membuatku bangga, karena inilah kali pertama Shasa mengikuti lomba yang mengharuskannya berdiri dan menghadap pada juri dan penonton.

Saat lomba itu, Shasa masih belum berani terus menerus menatap penonton. Apapun hasilnya..., inilah lomba yang sangat berarti bagiku. Kali kedua Shasa ikut lomba baca puisi adalah saat 17 Agustus kemarin di kampung kami. Dari semua perlombaan yang digelar untuk anak-anak, Shasa hanya mau mengikuti 1 lomba yaitu lomba Baca Puisi. Walapun suaranya belum keras, tapi Shasa sudah berani menatap penonton dan juri. Selain itu aksen dan gaya Shasa sudah mengalami kemajuan. Hasilnya adalah ..... Shasa berhasil meraih juara ke-2 !! Tentu saja kami semua bangga sekali padanya..., karena Shasa telah berhasil mengalahkan rasa malunya.

Harapanku semoga saja Shasa kelak mampu mengembangkan potensinya dan mampu meraih keberhasilan di masa yang akan datang. Amien...

I miss my old friends

Pagi ini aku merasa rindu banget dengan teman-teman lamaku terkasih. Sudah lama aku tidak bertemu dengan mereka semua. Bagaimana ya kabar mereka ?

* Lelly Koerniasari, sahabatku sejak TK sampai SMP. Kemana-mana kami selalu berdua, apalagi rumah kami berdekatan. Sekarang dia ikut suaminya yang kerja di Qatar (jauh sekali...).

Dan hanya 2 tahun sekali pulang ke Madiun, itupun aku tidak bisa berlama-lama bertemu dengannya karena kesibukanku di tempat kerja. So..., selama ini kami hanya bisa kontak lewat telpon / sms. Tapi cukuplah itu untuk menyambung tali persahabatan yang telah kami jalin sejak kecil.

* Evy Juliawati, sabahat terkasih saat SMA. Aku rindu dengan ke"gokil"annya dan kebaikan hatinya. Panggilan kesayanganku untuknya : Pi'i !! Dia sekarang menetap di Semarang bersama suaminya. Sayang sekali lebaran kemarin kami tidak sempat ketemu yach ? Semoga lain waktu kalau Pi'i pulang ke Madiun aku bisa ketemu dengannya.

* Afifah Inayati, sahabatku selama aku kuliah di Yogyakarta. Kedekatan kami bermula saat banyak teman-teman seangkatan kami yang awalnya bingung membedakan kami berdua, yang kata mereka mirip sekali. Kedewasaannya betul-betul membuatku kagum. Kini dia juga jauh dariku, karena bersama suami dan anak-anaknya, mbak Iin (begitu aku memanggilnya) menetap di Jakarta. Oya, kabarnya mereka mau pindah ke Ujung Pandang, tempat asal suaminya. Setelah 10 tahun berpisah (karena begitu lulus kuliah kami kembali ke habitat masing-masing hehehe...), aku baru dapat bertemu lagi dengannya tahun 2005 yang lalu. Aku seneng sekali.....

* Dita Nugrahani, sahabatku juga selama aku kuliah di Yogyakarta. Orangnya yang kalem sekali membuatku merasa ingin selalu "melindunginya". Dita kini menetap di Yogyakarta bersama suaminya. Walau setelah lulus kuliah kami baru sekali bertemu pada tahun 2007 kemarin, tapi hubungan kami masih terjaga dengan baik.

* Henny Liswati, sahabatku juga sewaktu kuliah di Yogyakarta. Anak Surabaya yang satu ini menyenangkan dan ramai sekali. Sama seperti sahabat-sahabatku saat kuliah yang lain, aku juga baru bisa ketemu dengannya 1 kali pada tahun 2006 yang lalu. Walau sudah 2 tahun ini dia menetap di Kediri (yang tidak terlalu jauh dari Madiun) tapi ternyata kesibukan kami membuat kami sulit ketemu lagi dan hanya say hello via sms aja.

Sebenarnya masih ada beberapa orang-orang dekatku yang aku rindukan untuk dapat bertemu lagi dengan mereka. Terutama teman-teman kost-ku dulu : Mbak Uik, Mbak Uniq, Mbak Endang, Mbak Yuyun dan Mbak Echo. Apa kabar mereka semua yach ? Semoga aku punya waktu dan kesempatan lagi untuk dapat ketemu dengan mereka semua, sahabat-sahabat terkasihku.

I miss my old friends

Pagi ini aku merasa rindu banget dengan teman-teman lamaku terkasih. Sudah lama aku tidak bertemu dengan mereka semua. Bagaimana ya kabar mereka ?

* Lelly Koerniasari, sahabatku sejak TK sampai SMP. Kemana-mana kami selalu berdua, apalagi rumah kami berdekatan. Sekarang dia ikut suaminya yang kerja di Qatar (jauh sekali...).

Dan hanya 2 tahun sekali pulang ke Madiun, itupun aku tidak bisa berlama-lama bertemu dengannya karena kesibukanku di tempat kerja. So..., selama ini kami hanya bisa kontak lewat telpon / sms. Tapi cukuplah itu untuk menyambung tali persahabatan yang telah kami jalin sejak kecil.

* Evy Juliawati, sabahat terkasih saat SMA. Aku rindu dengan ke"gokil"annya dan kebaikan hatinya. Panggilan kesayanganku untuknya : Pi'i !! Dia sekarang menetap di Semarang bersama suaminya. Sayang sekali lebaran kemarin kami tidak sempat ketemu yach ? Semoga lain waktu kalau Pi'i pulang ke Madiun aku bisa ketemu dengannya.

* Afifah Inayati, sahabatku selama aku kuliah di Yogyakarta. Kedekatan kami bermula saat banyak teman-teman seangkatan kami yang awalnya bingung membedakan kami berdua, yang kata mereka mirip sekali. Kedewasaannya betul-betul membuatku kagum. Kini dia juga jauh dariku, karena bersama suami dan anak-anaknya, mbak Iin (begitu aku memanggilnya) menetap di Jakarta. Oya, kabarnya mereka mau pindah ke Ujung Pandang, tempat asal suaminya. Setelah 10 tahun berpisah (karena begitu lulus kuliah kami kembali ke habitat masing-masing hehehe...), aku baru dapat bertemu lagi dengannya tahun 2005 yang lalu. Aku seneng sekali.....

* Dita Nugrahani, sahabatku juga selama aku kuliah di Yogyakarta. Orangnya yang kalem sekali membuatku merasa ingin selalu "melindunginya". Dita kini menetap di Yogyakarta bersama suaminya. Walau setelah lulus kuliah kami baru sekali bertemu pada tahun 2007 kemarin, tapi hubungan kami masih terjaga dengan baik.

* Henny Liswati, sahabatku juga sewaktu kuliah di Yogyakarta. Anak Surabaya yang satu ini menyenangkan dan ramai sekali. Sama seperti sahabat-sahabatku saat kuliah yang lain, aku juga baru bisa ketemu dengannya 1 kali pada tahun 2006 yang lalu. Walau sudah 2 tahun ini dia menetap di Kediri (yang tidak terlalu jauh dari Madiun) tapi ternyata kesibukan kami membuat kami sulit ketemu lagi dan hanya say hello via sms aja.

Sebenarnya masih ada beberapa orang-orang dekatku yang aku rindukan untuk dapat bertemu lagi dengan mereka. Terutama teman-teman kost-ku dulu : Mbak Uik, Mbak Uniq, Mbak Endang, Mbak Yuyun dan Mbak Echo. Apa kabar mereka semua yach ? Semoga aku punya waktu dan kesempatan lagi untuk dapat ketemu dengan mereka semua, sahabat-sahabat terkasihku.

Selasa, 11 November 2008

Berita Duka yang Mengejutkan

Hari ini aku pulang kantor dalam keadaan kelelahan, dan aku juga masih membawa pekerjaan kantor untuk aku kerjakan di rumah. Seharusnya malam ini adalah waktunya arisan PKK RT sekaligus Dasa Wisma. Tapi karena aku merasa lelah dan masih harus menyelesaikan pekerjaan kantor, maka aku titipkan uang arisan kepada Bu Gatot, tetangga sebelah rumah.

Kurang lebih jam 8 malam, Bu Budi ke rumahku dan memberikan kabar yang mengejutkan. Pak Akrom, tetanggaku di Blok G meninggal dunia malam ini karena kecelakaan siang tadi sewaktu hendak pulang ke rumah saat jam istirahat siang. Innalillahi wa inna illaihi roji'un....

Berita yang sangat mengejutkan. Almarhum masih sangat muda dan sehat. Anak-anaknya juga masih kecil-kecil. Aku mengenalnya sebagai orang yang sangat enerjik. Dia suka lewat depan rumahku bersama rombongannya : geng pecinta olah raga sepeda. Aku terakhir bertemu dengan almarhum tanggal 4 November 2008 yang lalu, saat pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran kedua. Almarhum adalah salah satu petugas TPS. Pada pertemuanku terakhir dengan almarhum saat itu, almarhum masih sempat bercanda dengan suamiku dan menahan suamiku agar lebih lama di TPS.

Ya Allah, kalau Engkau sudah berkehendak, maka tak ada yang mampu menahannya. Siapa sangka orang yang semuda dan sesehat almarhum akan Kau panggil secepat ini. Hidup mati seseorang adalah rahasia-Mu. Semoga amal ibadahnya di dunia diterima di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Amien.

Berita Duka yang Mengejutkan

Hari ini aku pulang kantor dalam keadaan kelelahan, dan aku juga masih membawa pekerjaan kantor untuk aku kerjakan di rumah. Seharusnya malam ini adalah waktunya arisan PKK RT sekaligus Dasa Wisma. Tapi karena aku merasa lelah dan masih harus menyelesaikan pekerjaan kantor, maka aku titipkan uang arisan kepada Bu Gatot, tetangga sebelah rumah.

Kurang lebih jam 8 malam, Bu Budi ke rumahku dan memberikan kabar yang mengejutkan. Pak Akrom, tetanggaku di Blok G meninggal dunia malam ini karena kecelakaan siang tadi sewaktu hendak pulang ke rumah saat jam istirahat siang. Innalillahi wa inna illaihi roji'un....

Berita yang sangat mengejutkan. Almarhum masih sangat muda dan sehat. Anak-anaknya juga masih kecil-kecil. Aku mengenalnya sebagai orang yang sangat enerjik. Dia suka lewat depan rumahku bersama rombongannya : geng pecinta olah raga sepeda. Aku terakhir bertemu dengan almarhum tanggal 4 November 2008 yang lalu, saat pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran kedua. Almarhum adalah salah satu petugas TPS. Pada pertemuanku terakhir dengan almarhum saat itu, almarhum masih sempat bercanda dengan suamiku dan menahan suamiku agar lebih lama di TPS.

Ya Allah, kalau Engkau sudah berkehendak, maka tak ada yang mampu menahannya. Siapa sangka orang yang semuda dan sesehat almarhum akan Kau panggil secepat ini. Hidup mati seseorang adalah rahasia-Mu. Semoga amal ibadahnya di dunia diterima di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Amien.

Blog untuk Shasa

Kemarin malam sewaktu aku ngedit blog-ku, Shasa memintaku untuk dibuatkan blog juga untuknya. Katanya, sama sepertiku dia ingin punya tempat untuk menuangkan apa saja yang ada di pikirannya. Ingin punya tempat untuk belajar nulis.


Gambar diambil dari sini

Akhirnya kubuatkan juga blog untuknya. Betapa senangnya Shasa karena blog yang kubuatkan ada gambar Hello Kity kesukaannya. Shasa bersemangat sekali dan langsung memposting cerita tentang sahabat-sahabatnya. Semoga saja semangat dan niat Shasa untuk belajar nulis dan menuangkan semua ide dan pikirannya tidak luntur termakan waktu. Semoga saja kemampuan Shasa untuk nulis dapat lebih berkembang. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuknya dan masa depannya. Untuk itu aku ingin bisa melakukan apa saja untuk meningkatkan rasa percaya dirinya dan mampu membantunya menggali potensi dirinya.

Blog untuk Shasa

Kemarin malam sewaktu aku ngedit blog-ku, Shasa memintaku untuk dibuatkan blog juga untuknya. Katanya, sama sepertiku dia ingin punya tempat untuk menuangkan apa saja yang ada di pikirannya. Ingin punya tempat untuk belajar nulis.


Gambar diambil dari sini

Akhirnya kubuatkan juga blog untuknya. Betapa senangnya Shasa karena blog yang kubuatkan ada gambar Hello Kity kesukaannya. Shasa bersemangat sekali dan langsung memposting cerita tentang sahabat-sahabatnya. Semoga saja semangat dan niat Shasa untuk belajar nulis dan menuangkan semua ide dan pikirannya tidak luntur termakan waktu. Semoga saja kemampuan Shasa untuk nulis dapat lebih berkembang. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuknya dan masa depannya. Untuk itu aku ingin bisa melakukan apa saja untuk meningkatkan rasa percaya dirinya dan mampu membantunya menggali potensi dirinya.

Senin, 10 November 2008

Laskar Pelangi


Gambar diambil dari sini

Kemarin pagi seorang sahabatku di Jakarta (Dyah Palupi) kirim pesan singkat bahwa dia berencana untuk melihat Film Laskar Pelangi di Cibubur. Sengaja dia menunda waktu untuk bisa menonton film itu karena dia malas kalau harus ngantri panjang. Nah, kemarin itu dia merasa akan bisa menonton tanpa harus antri lagi.
Tadi pagi seorang teman sekantorku cerita bahwa Minggu kemarin dia ke Solo bersama pacarnya untuk nonton Film yang diproduksi oleh Miles Production ini.
Dia datang jam 9 pagi dan dapat tiket untuk nonton yang jam 15.00 WIB. Dia cerita bahwa antrian panjang untuk Film Laskar Pelangi masih ada.
Tak lama kemudian Dyah Palupi yang kemarin cerita mau nonton film Laskar Pelangi kirim pesan singkat lagi ke HP-ku. Kali ini bunyi pesan singkatnya adalah dia batal nonton karena ternyata sampai kemarin antrian tiket untuk film yang dibuat di Pulau Belitong itu masih panjang....
Aku jadi ingat bagaimana susah payahnya aku waktu pengen nonton Film Laskar Pelangi bulan Oktober yang lalu. Aku maksa nonton pada bulan Oktober, karena sesuai jadwal kegiatanku di kantor, mulai bulan Nopember s/d Desember 2008 kesibukanku sudah sangat padat.
Awalnya aku, suamiku dan Shasa berangkat ke Solo untuk nonton film yang disutradarai oleh Riri Riza itu pada hari Minggu, tanggal 12 Oktober 2008. Aku mengajak serta sahabatku, dik Nuke, bersama suami dan anaknya. Biar perjalanan lebih seru. Kami berangkat dari Madiun kurang lebih jam 7.30 WIB. Sampai di Solo Grand Mall, kami langsung menuju ke lantai IV, tempat 21 berada. Ternyata..., antrinya panjang sekali. Baru antri sebentar, ada pengumuman ditempel bahwa tiket habis sampai pemutaran yang jam 3 sore. Tiket untuk yang jam 6 malam masih ada, tapi kami putuskan untuk tidak membelinya. Kalau kami jadi nonton yang jam 6 sore, maka kami akan sampai kembali di Madiun (setelah mampir makan malam juga) kurang lebih jam 11 malam. Selain itu kami membawa Diva (anaknya dik Nuke) yang baru berumur 4 tahun, kami tidak tega kalau membuatnya harus nunggu lama hanya untuk nonton film. Apalagi bagi anak seumur Diva, belum tahu betul asyiknya nonton film. Belum lagi besuknya (Senin) Shasa juga harus masuk sekolah, jadi kami tidak tega kalau dia besuk ngantuk di sekolah. Akhirnya setelah berusaha menepis rasa kecewa dengan jalan-jalan di SGM, kami pulang kembali di Madiun dengan sebelumnya mampir di Sragen untuk makan dan istirahat. Jam 5 sore kami sudah berada di Madiun kembali dengan rasa kecewa yang tersimpan di dada.
Sabtu, tanggal 18 Oktober 2008, aku berangkat lagi ke Solo untuk nonton film yang diambil dari memoar Andrea Hirata itu. Kali ini suamiku tidak bisa ikut pergi bersamaku, jadi aku hanya pergi dengan Shasa. Kali ini aku dan Shasa pergi dengan salah seorang sahabatku di kantor bersama calon suaminya. Kami berangkat siang (kurang lebih jam 11.30 WIB) setelah Shasa pulang sekolah. Sampai di SGM ternyata sudah sudah ada pengumuman bahwa tiket Film Laskar Pelangi sudah habis sampai jam 8 malam. Ya ampun.... Masak aku harus kecewa untuk kedua kalinya ?? Setelah tanya pada petugas tiketnya, kami dapat info bahwa untuk studio 4 masih ada kursi kosong untuk pemutaran Film Laskar Pelangi yang jam 9 malam. Itupun tinggal 2 baris depan yang masih kosong. Akhirnya kami nekad ambil tiket yang jam 9 malam itu, dan memilih 4 kursi yang di tengah, baris kedua dari depan. Suamiku juga mengijinkan aku untuk ambil tiket itu, daripada Shasa harus kecewa lagi untuk yang kedua kali.
Setelah mengantongi tiket film itu, kami kemudian pergi untuk membeli makan dan sholat. Setelah selesai makan kami harus memutar otak bagaimana caranya kami mengisi waktu selama kurang lebih 6 jam itu agar Shasa tidak merasa bosan. Semuanya kami lakukan, mulai dari masuk toko buku (salah satu tempat favorit Shasa), time zone, membeli camilan dan minuman, photo box, berkreasi dengan coklat, mencoba kursi untuk pijat sampai menonton acara peragaan busana yang kebetulan malam itu diselenggarakan di SGM. Untunglah akhirnya waktu 6 jam dapat kami lalui di SGM tanpa ada keluhan yang berarti dari Shasa.
Akhirnya..., pintu studio 4 sudah dibuka ! Tanpa membuang waktu kami segera masuk ke dalam studio 4 karena Shasa sudah tidak sabar untuk pertama kalinya nonton film langsung di bioskop. Shasa seneng sekali waktu film mulai diputar. Dia bisa menikmati film itu dan tidak mengantuk sama sekali. Cuma sayangnya aku lupa membawakan jaket untuk Shasa (karena aku tidak mengira dia akan nonton film selarut ini), dan AC yang cukup dingin membuat Shasa kedinginan. Selain itu kursi kami yang ada di baris ke-2 dari depan membuat kami agak mendongak saat menonton. Dalam hati aku menyesal sekali karena Shasa jadi tidak nyaman nonton film. Aku sendiri jadi tidak bisa berkonsentrasi sepenuhnya pada layar yang ada di depanku karena sedikit-sedikit aku menggosok-gosok tangan Shasa agar dia bisa sedikit merasa lebih hangat. Setidaknya aku merasa agak terhibur karena ternyata Shasa sangat menyukai film yang ditontonnya.
Setelah selesai nonton, aku merasa lega sekali karena janjiku untuk mengajak Shasa nonton Film Laskar Pelangi telah terpenuhi. Karena sejak mengetahui Novel Laskar Pelangi akan difilmkan Shasa memang memintaku untuk bisa nonton film itu. Apalagi setelah sekarang kesibukanku di kantor benar-benar tidak bisa ditolerir, aku bersyukur sekali bahwa Shasa sudah sempat nonton film yang memang ditunggu-tunggunya itu. Cuma, sekarang ini Shasa sering sekali bertanya padaku kapan Film Sang Pemimpi akan diputar ?? Wah, untuk menjawab pertanyaan ini aku serahkan saja pada mbak Mira Lesmana saja ya ?!

Laskar Pelangi


Gambar diambil dari sini

Kemarin pagi seorang sahabatku di Jakarta (Dyah Palupi) kirim pesan singkat bahwa dia berencana untuk melihat Film Laskar Pelangi di Cibubur. Sengaja dia menunda waktu untuk bisa menonton film itu karena dia malas kalau harus ngantri panjang. Nah, kemarin itu dia merasa akan bisa menonton tanpa harus antri lagi.
Tadi pagi seorang teman sekantorku cerita bahwa Minggu kemarin dia ke Solo bersama pacarnya untuk nonton Film yang diproduksi oleh Miles Production ini.
Dia datang jam 9 pagi dan dapat tiket untuk nonton yang jam 15.00 WIB. Dia cerita bahwa antrian panjang untuk Film Laskar Pelangi masih ada.
Tak lama kemudian Dyah Palupi yang kemarin cerita mau nonton film Laskar Pelangi kirim pesan singkat lagi ke HP-ku. Kali ini bunyi pesan singkatnya adalah dia batal nonton karena ternyata sampai kemarin antrian tiket untuk film yang dibuat di Pulau Belitong itu masih panjang....
Aku jadi ingat bagaimana susah payahnya aku waktu pengen nonton Film Laskar Pelangi bulan Oktober yang lalu. Aku maksa nonton pada bulan Oktober, karena sesuai jadwal kegiatanku di kantor, mulai bulan Nopember s/d Desember 2008 kesibukanku sudah sangat padat.
Awalnya aku, suamiku dan Shasa berangkat ke Solo untuk nonton film yang disutradarai oleh Riri Riza itu pada hari Minggu, tanggal 12 Oktober 2008. Aku mengajak serta sahabatku, dik Nuke, bersama suami dan anaknya. Biar perjalanan lebih seru. Kami berangkat dari Madiun kurang lebih jam 7.30 WIB. Sampai di Solo Grand Mall, kami langsung menuju ke lantai IV, tempat 21 berada. Ternyata..., antrinya panjang sekali. Baru antri sebentar, ada pengumuman ditempel bahwa tiket habis sampai pemutaran yang jam 3 sore. Tiket untuk yang jam 6 malam masih ada, tapi kami putuskan untuk tidak membelinya. Kalau kami jadi nonton yang jam 6 sore, maka kami akan sampai kembali di Madiun (setelah mampir makan malam juga) kurang lebih jam 11 malam. Selain itu kami membawa Diva (anaknya dik Nuke) yang baru berumur 4 tahun, kami tidak tega kalau membuatnya harus nunggu lama hanya untuk nonton film. Apalagi bagi anak seumur Diva, belum tahu betul asyiknya nonton film. Belum lagi besuknya (Senin) Shasa juga harus masuk sekolah, jadi kami tidak tega kalau dia besuk ngantuk di sekolah. Akhirnya setelah berusaha menepis rasa kecewa dengan jalan-jalan di SGM, kami pulang kembali di Madiun dengan sebelumnya mampir di Sragen untuk makan dan istirahat. Jam 5 sore kami sudah berada di Madiun kembali dengan rasa kecewa yang tersimpan di dada.
Sabtu, tanggal 18 Oktober 2008, aku berangkat lagi ke Solo untuk nonton film yang diambil dari memoar Andrea Hirata itu. Kali ini suamiku tidak bisa ikut pergi bersamaku, jadi aku hanya pergi dengan Shasa. Kali ini aku dan Shasa pergi dengan salah seorang sahabatku di kantor bersama calon suaminya. Kami berangkat siang (kurang lebih jam 11.30 WIB) setelah Shasa pulang sekolah. Sampai di SGM ternyata sudah sudah ada pengumuman bahwa tiket Film Laskar Pelangi sudah habis sampai jam 8 malam. Ya ampun.... Masak aku harus kecewa untuk kedua kalinya ?? Setelah tanya pada petugas tiketnya, kami dapat info bahwa untuk studio 4 masih ada kursi kosong untuk pemutaran Film Laskar Pelangi yang jam 9 malam. Itupun tinggal 2 baris depan yang masih kosong. Akhirnya kami nekad ambil tiket yang jam 9 malam itu, dan memilih 4 kursi yang di tengah, baris kedua dari depan. Suamiku juga mengijinkan aku untuk ambil tiket itu, daripada Shasa harus kecewa lagi untuk yang kedua kali.
Setelah mengantongi tiket film itu, kami kemudian pergi untuk membeli makan dan sholat. Setelah selesai makan kami harus memutar otak bagaimana caranya kami mengisi waktu selama kurang lebih 6 jam itu agar Shasa tidak merasa bosan. Semuanya kami lakukan, mulai dari masuk toko buku (salah satu tempat favorit Shasa), time zone, membeli camilan dan minuman, photo box, berkreasi dengan coklat, mencoba kursi untuk pijat sampai menonton acara peragaan busana yang kebetulan malam itu diselenggarakan di SGM. Untunglah akhirnya waktu 6 jam dapat kami lalui di SGM tanpa ada keluhan yang berarti dari Shasa.
Akhirnya..., pintu studio 4 sudah dibuka ! Tanpa membuang waktu kami segera masuk ke dalam studio 4 karena Shasa sudah tidak sabar untuk pertama kalinya nonton film langsung di bioskop. Shasa seneng sekali waktu film mulai diputar. Dia bisa menikmati film itu dan tidak mengantuk sama sekali. Cuma sayangnya aku lupa membawakan jaket untuk Shasa (karena aku tidak mengira dia akan nonton film selarut ini), dan AC yang cukup dingin membuat Shasa kedinginan. Selain itu kursi kami yang ada di baris ke-2 dari depan membuat kami agak mendongak saat menonton. Dalam hati aku menyesal sekali karena Shasa jadi tidak nyaman nonton film. Aku sendiri jadi tidak bisa berkonsentrasi sepenuhnya pada layar yang ada di depanku karena sedikit-sedikit aku menggosok-gosok tangan Shasa agar dia bisa sedikit merasa lebih hangat. Setidaknya aku merasa agak terhibur karena ternyata Shasa sangat menyukai film yang ditontonnya.
Setelah selesai nonton, aku merasa lega sekali karena janjiku untuk mengajak Shasa nonton Film Laskar Pelangi telah terpenuhi. Karena sejak mengetahui Novel Laskar Pelangi akan difilmkan Shasa memang memintaku untuk bisa nonton film itu. Apalagi setelah sekarang kesibukanku di kantor benar-benar tidak bisa ditolerir, aku bersyukur sekali bahwa Shasa sudah sempat nonton film yang memang ditunggu-tunggunya itu. Cuma, sekarang ini Shasa sering sekali bertanya padaku kapan Film Sang Pemimpi akan diputar ?? Wah, untuk menjawab pertanyaan ini aku serahkan saja pada mbak Mira Lesmana saja ya ?!

Kamis, 06 November 2008

Waktu untuk Shasa


Gambar diambil dari sini

Akhir-akhir ini waktuku untuk Shasa sedikit berkurang. Ada 2 penyebabnya, yang pertama adalah karena setelah Idul Fitri kemarin aku tidak lagi punya pembantu, sehingga kalau biasanya aku pulang kantor punya banyak waktu untuk Shasa, sekarang pulang kantor waktuku banyak yang terpakai untuk kugunakan membereskan pekerjaan rumah tangga.
Mungkin ada hikmahnya juga, karena Shasa lebih bisa mandiri dalam mengurusi dirinya sendiri.

Penyebab kedua adalah kesibukan di kantorku yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Kondisi ini akan terus berlanjut dan akan semakin meningkat sampai akhir tahun ini. Mungkin malah semakin mendekati akhir tahun, waktuku akan lebih banyak kugunakan kerja lembur di kantor.

Untung sekali, kedua orangtuaku dan kedua mertuaku semuanya ada di Madiun. Keberadaan orang tuaku dan mertuaku dalam saat seperti ini terasa sangat meringankan bebanku, karena jadi ada yang jagain Shasa dan ada yang bantuin Shasa ngerjain PR sewaktu aku dan suamiku repot dengan pekerjaan kantor.

Waktu untuk Shasa terasa semakin sempit karena kemarin siang sewaktu aku di kantor suamiku memberi kabar bahwa dia dan 4 orang teman sekantornya harus mengikuti pendidikan di Surabaya. Walaupun diklatnya cuma 4 hari tapi tetap saja waktu yang diterima Shasa dari kedua orang tuanya jadi menurun drastis. Sebetulnya suamiku sudah mencoba meminta pengertian dari pimpinan di kantornya untuk dapat mengikuti pendidikan itu lain kali sewaktu aku tidak sedang repot dengan pekerjaan kantor, sehingga tetap ada yang jagain Shasa. Tetapi ternyata permintaan suamiku tidak dapat dipenuhi. Akhirnya..., mulai besok suamiku akan berada di Surabaya untuk mengikuti pendidikan itu.

Waktu untuk Shasa semakin mahal terasa akhir-akhir ini. Semoga saja Shasa mengerti bahwa walaupun waktu kami berkurang untuknya tetapi kasih sayang kami terhadapnya tidak berkurang sama sekali. Semoga lain kali kami punya waktu untuk "membayar" waktu yang tidak dapat kami lalui bersamanya.

Waktu untuk Shasa


Gambar diambil dari sini

Akhir-akhir ini waktuku untuk Shasa sedikit berkurang. Ada 2 penyebabnya, yang pertama adalah karena setelah Idul Fitri kemarin aku tidak lagi punya pembantu, sehingga kalau biasanya aku pulang kantor punya banyak waktu untuk Shasa, sekarang pulang kantor waktuku banyak yang terpakai untuk kugunakan membereskan pekerjaan rumah tangga.
Mungkin ada hikmahnya juga, karena Shasa lebih bisa mandiri dalam mengurusi dirinya sendiri.

Penyebab kedua adalah kesibukan di kantorku yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Kondisi ini akan terus berlanjut dan akan semakin meningkat sampai akhir tahun ini. Mungkin malah semakin mendekati akhir tahun, waktuku akan lebih banyak kugunakan kerja lembur di kantor.

Untung sekali, kedua orangtuaku dan kedua mertuaku semuanya ada di Madiun. Keberadaan orang tuaku dan mertuaku dalam saat seperti ini terasa sangat meringankan bebanku, karena jadi ada yang jagain Shasa dan ada yang bantuin Shasa ngerjain PR sewaktu aku dan suamiku repot dengan pekerjaan kantor.

Waktu untuk Shasa terasa semakin sempit karena kemarin siang sewaktu aku di kantor suamiku memberi kabar bahwa dia dan 4 orang teman sekantornya harus mengikuti pendidikan di Surabaya. Walaupun diklatnya cuma 4 hari tapi tetap saja waktu yang diterima Shasa dari kedua orang tuanya jadi menurun drastis. Sebetulnya suamiku sudah mencoba meminta pengertian dari pimpinan di kantornya untuk dapat mengikuti pendidikan itu lain kali sewaktu aku tidak sedang repot dengan pekerjaan kantor, sehingga tetap ada yang jagain Shasa. Tetapi ternyata permintaan suamiku tidak dapat dipenuhi. Akhirnya..., mulai besok suamiku akan berada di Surabaya untuk mengikuti pendidikan itu.

Waktu untuk Shasa semakin mahal terasa akhir-akhir ini. Semoga saja Shasa mengerti bahwa walaupun waktu kami berkurang untuknya tetapi kasih sayang kami terhadapnya tidak berkurang sama sekali. Semoga lain kali kami punya waktu untuk "membayar" waktu yang tidak dapat kami lalui bersamanya.

Minggu, 02 November 2008

Pameran Buku

Hari Sabtu tanggal 1 November 2008 aku berencana ke Ponorogo untuk melihat Pesta Buku Murah. Rencananya aku dan suamiku akan berangkat ke Ponorogo setelah jemput Shasa pulang sekolah. Dan agar perjalanan kami ke Ponorogo lebih seru maka aku ngajak sahabatku, dik Nuke dan anaknya (Diva, 4 tahun) karena kebetulan suaminya dik Nuke juga sedang tidak di rumah karena sedang sibuk dengan pekerjaannya.


Gambar diambil dari sini

Sebetulnya aku iri banget dengan Ponorogo, karena di Ponorogo sering sekali ada pameran buku. Seingatku setelah Idul Fitri 1429 H kemarin di Ponorogo juga baru saja menggelar Pameran Buku dan mulai tanggal 30 Oktober s/d 5 November 2008 ada Pameran Buku lagi. Hmmm..., di Madiun Kotaku tercinta kapan ya akan diadakan Pameran Buku ?

Akhirnya Shasa keluar dari kelasnya jam 10.15 WIB. Setelah ganti baju dan sepatu, kami segera menjemput dik Nuke dan Diva. Dengan berdasar petunjuk arah dari seorang teman yang kebetulan rumahnya di Ponorogo, akhirnya kami tidak mengalami kesulitan menemukan tempat diselenggarakannya Pesta Buku Murah.

Kami tidak membuang waktu lama untuk segera memasuki gedung tempat diselenggarakannya Pesta Buku Murah. Dan... sudah bisa ditebak, kami jadi lapar mata begitu melihat tumpukan buku di setiap sudut ruangan !! Rasanya pengen banget borong semua buku-buku keren yang ditawarkan itu. Tapi kali ini aku harus mengalah untuk tidak belanja banyak buku... karena ternyata Shasa-ku sudah memilih 12 buku untuk dibeli dan tidak mau ditawar-tawar lagi !!

Belum lagi suamiku yang kegirangan karena menemukan 2 buah buku. Yang pertama adalah buku yang dicari-carinya selama ini dan baru ketemu di Pameran Buku ini. Sedangkan buku yang kedua adalah sebuah buku bagus yang harganya dipotong sebanyak 30%. Sementara buku-buku lainnya hanya dapat diskon 10% - 20%. Sehingga, aku di pameran ini akhirnya memutuskan hanya membeli sebuah buku saja. Gigit jari deh ....
Padahal aku sampai bingung memilih buku apa yang hendak aku beli karena sebetulnya banyak buku yang ingin kubeli. Tapi hari ini adalah rejekinya Shasa karena dia yang membeli banyak buku.

Walau di pameran buku tidak lama (karena ruangannya sangat panas ditambah dengan pengunjung yang cukup padat) sehingga membuatku tidak bisa berlama-lama menikmati Pameran Buku. Selain itu... aku harus segera mengakhiri acara jalan-jalanku melihat-lihat buku karena Shasa-ku udah kelaparan.... !! Ya sudah ... akhirnya kami segera keluar dari gedung itu dan segera mencari tempat untuk makan.

Semoga pada Pameran Buku berikutnya aku akan lebih "beruntung" mendapatkan lebih banyak buku.