Rabu, 30 Desember 2009

Target 2010


Gambar diambil dari sini

Tahun 2010 sudah di hadapan.... tak lama lagi kita akan bersamanya. Untuk menyambut kedatangan Tahun 2010, mbak Fanda mengajakku untuk membuat Resolusi Tahun 2010. Kebetulan.., akhir tahun ini aku sedang berkejaran dengan waktu menyelesaikan pekerjaanku. Karena fokus perhatianku pada pekerjaan, terus terang saja, hal-hal lain tak masuk dalam pikiran. Termasuk menyusun target Tahun 2010. Untung saja mbak Fanda mengingatkanku.
 
Jika mbak Fanda menyebutnya dengan istilah "Resolusi" namun aku lebih suka dengan menyebutnya dengan istilah "target". Aku akan segera menyusun daftar keinginan atau harapan, yang ingin kuraih dan dapatkan di masa depan, sebagai perbaikan atas keadaan kita di masa sekarang.


Dalam kondisi lelah seperti ini.., kok berpikir tak semudah biasanya ya ? Biasanya cari ide untuk menulis di blog tidak terlalu susah, tapi akhir-akhir ini aku sering kehilangan ide. Lantas... untuk berpikir serius, memikirkan Target Tahun 2010.. apa masih bisa ya ? Tak ada salahnya untuk dicoba..!

Mencoba berpikir mencari target yang akan aku ambil, ternyata tak mudah juga. Setelah berpikir sesaat..., rasanya tak banyak yang muncul dalam pikiranku. Setidaknya aku sudah menyusunnya, dan jika nanti di tengah jalan ada penambahan, tak masalah bagiku. Namun sebaiknya resolusi yang aku susun sekarang ini bisa terpenuhi. Amin.

Dan, inilah hasil pemikiran singkatku tentang Target Tahun 2010 :
  • Meningkatkan kualitas hubunganku dengan Allah
  • Menjadi istri dan ibu yang lebih sabar dan mampu meluangkan lebih banyak waktu untuk keluarga
  • Membahagiakan orang tua dan meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani mereka
  • Lebih bersemangat dalam bekerja, sesulit apapun kondisinya
  • Menjadi pribadi yang lebih matang dan bijaksana
  • Bisa secara rutin menulis di blog... (Ini penting lho bagiku hehehe)
Sudah itu saja.... semoga semuanya dapat tercapai di tahun depan. Amin.... Sengaja tidak banyak-banyak yang ingin dicapai, takut tidak mampu melaksanakan semuanya. Sudahkah sabahat semua menyusun Target (Resolusi) Tahun 2010 ?

Target 2010


Gambar diambil dari sini

Tahun 2010 sudah di hadapan.... tak lama lagi kita akan bersamanya. Untuk menyambut kedatangan Tahun 2010, mbak Fanda mengajakku untuk membuat Resolusi Tahun 2010. Kebetulan.., akhir tahun ini aku sedang berkejaran dengan waktu menyelesaikan pekerjaanku. Karena fokus perhatianku pada pekerjaan, terus terang saja, hal-hal lain tak masuk dalam pikiran. Termasuk menyusun target Tahun 2010. Untung saja mbak Fanda mengingatkanku.
 
Jika mbak Fanda menyebutnya dengan istilah "Resolusi" namun aku lebih suka dengan menyebutnya dengan istilah "target". Aku akan segera menyusun daftar keinginan atau harapan, yang ingin kuraih dan dapatkan di masa depan, sebagai perbaikan atas keadaan kita di masa sekarang.


Dalam kondisi lelah seperti ini.., kok berpikir tak semudah biasanya ya ? Biasanya cari ide untuk menulis di blog tidak terlalu susah, tapi akhir-akhir ini aku sering kehilangan ide. Lantas... untuk berpikir serius, memikirkan Target Tahun 2010.. apa masih bisa ya ? Tak ada salahnya untuk dicoba..!

Mencoba berpikir mencari target yang akan aku ambil, ternyata tak mudah juga. Setelah berpikir sesaat..., rasanya tak banyak yang muncul dalam pikiranku. Setidaknya aku sudah menyusunnya, dan jika nanti di tengah jalan ada penambahan, tak masalah bagiku. Namun sebaiknya resolusi yang aku susun sekarang ini bisa terpenuhi. Amin.

Dan, inilah hasil pemikiran singkatku tentang Target Tahun 2010 :
  • Meningkatkan kualitas hubunganku dengan Allah
  • Menjadi istri dan ibu yang lebih sabar dan mampu meluangkan lebih banyak waktu untuk keluarga
  • Membahagiakan orang tua dan meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani mereka
  • Lebih bersemangat dalam bekerja, sesulit apapun kondisinya
  • Menjadi pribadi yang lebih matang dan bijaksana
  • Bisa secara rutin menulis di blog... (Ini penting lho bagiku hehehe)
Sudah itu saja.... semoga semuanya dapat tercapai di tahun depan. Amin.... Sengaja tidak banyak-banyak yang ingin dicapai, takut tidak mampu melaksanakan semuanya. Sudahkah sabahat semua menyusun Target (Resolusi) Tahun 2010 ?

Selasa, 29 Desember 2009

Nyanyian alam


Hujan baru saja reda kawan, namun aku masih sangat menikmati semua yang ditinggalkannya. Aku menikmati syahdunya, gerimisnya, kesejukannya.... dan suasananya. Terlebih lagi aku sangat menikmati "nyanyian alam" yang ditembangkan oleh kodok-kodok yang sedang bergembira ria.

Subhanallah...., alangkah indahnya malam ini. Aku yang hanya duduk diam dapat merasa sangat nyaman dan tenang dengan mendengarkan nyanyian kodok di belakang rumahku. Ternyata..., kebahagiaan itu mudah didapat kawan. Cobalah dengarkan nyanyian kodok, dan kau pun akan merasakan apa yang aku rasakan.... kenyamanan dan ketenangan.

Nyanyian kodok yang masih terus berlangsung, membuat malamku lebih hidup daripada sebelumnya. Tanpa hingar-bingar suara-suara yang muncul dari barang-barang elektronik, dalam kesunyian ruangku, maka nyanyian kodok sangat jelas terdengar. Sungguh kawan..., nyanyian kodok terdengar merdu sekali di telinga.

Sebenarnya kalau didengarkan dengan lebih jelas, dapat diketahui bahwa ternyata kodok-kodok itu tidak memiliki suara yang sama. Tapi dari suara yang beraneka ragam dari kodok itu bisa menghasilkan suatu "harmoni" yang indah. Tak ada yang memberi komando, bahkan terkesan kodok-kodok itu saling bersahut-sahutan... tapi entah mengapa bisa menjadi sedemikian indahnya. Subhanallah.....

Satu hal yang aku syukuri, sampai sekarang aku masih bisa menikmati nyanyian alam.., nyanyian kodok di heningnya malam. Alhamdulillah..... Oleh karenanya aku ingin menikmati nyanyian kodok ini sepuasnya. Karena mungkin suatu saat nanti aku akan merindukannya..., mungkin sepuluh tahun lagi... atau mungkin lima tahun lagi...? Tetapi kalau boleh memilih, aku tetap ingi menikmati nyanyian kodok ini sampai sisa umurku. Bagaimana denganmu, kawan....?


Gambar diambil dari sini

Nyanyian alam


Hujan baru saja reda kawan, namun aku masih sangat menikmati semua yang ditinggalkannya. Aku menikmati syahdunya, gerimisnya, kesejukannya.... dan suasananya. Terlebih lagi aku sangat menikmati "nyanyian alam" yang ditembangkan oleh kodok-kodok yang sedang bergembira ria.

Subhanallah...., alangkah indahnya malam ini. Aku yang hanya duduk diam dapat merasa sangat nyaman dan tenang dengan mendengarkan nyanyian kodok di belakang rumahku. Ternyata..., kebahagiaan itu mudah didapat kawan. Cobalah dengarkan nyanyian kodok, dan kau pun akan merasakan apa yang aku rasakan.... kenyamanan dan ketenangan.

Nyanyian kodok yang masih terus berlangsung, membuat malamku lebih hidup daripada sebelumnya. Tanpa hingar-bingar suara-suara yang muncul dari barang-barang elektronik, dalam kesunyian ruangku, maka nyanyian kodok sangat jelas terdengar. Sungguh kawan..., nyanyian kodok terdengar merdu sekali di telinga.

Sebenarnya kalau didengarkan dengan lebih jelas, dapat diketahui bahwa ternyata kodok-kodok itu tidak memiliki suara yang sama. Tapi dari suara yang beraneka ragam dari kodok itu bisa menghasilkan suatu "harmoni" yang indah. Tak ada yang memberi komando, bahkan terkesan kodok-kodok itu saling bersahut-sahutan... tapi entah mengapa bisa menjadi sedemikian indahnya. Subhanallah.....

Satu hal yang aku syukuri, sampai sekarang aku masih bisa menikmati nyanyian alam.., nyanyian kodok di heningnya malam. Alhamdulillah..... Oleh karenanya aku ingin menikmati nyanyian kodok ini sepuasnya. Karena mungkin suatu saat nanti aku akan merindukannya..., mungkin sepuluh tahun lagi... atau mungkin lima tahun lagi...? Tetapi kalau boleh memilih, aku tetap ingi menikmati nyanyian kodok ini sampai sisa umurku. Bagaimana denganmu, kawan....?


Gambar diambil dari sini

Sabtu, 26 Desember 2009

Puisi kemiskinan

Jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin sampai saat ini belum juga terjembatani. Masih sering kudengar dan kubaca berita-berita memilukan tentang kemiskinan. Dalam kemiskinan, sayangnya anak-anaklah yang paling sering menjadi korban penderitanya. Rasanya sudah banyak contoh yang tersebar di sekeliling kita, sehingga tak perlu lagi aku mengambil salah satunya.


Kemiskinan versus kekayaan, dan kekayaan berkorelasi dengan kekuasaan. Mungkin itulah "dalil" yang dipegang pada saat ini. Begitulah jika uang sudah punya kuasa, maka seringkali hati nurani tak berani bicara. Bukankah sudah banyak bukti yang menguatkan "dalil" tersebut di atas ?





Ada satu puisi yang setiap kali aku membacanya, selalu saja aku tak mampu menahan air mata. Sebuah puisi yang dengan gamblang memotret pedihnya kemiskinan yang ada di negeri kita tercinta ini. Semoga saja puisi ini tidak menggambarkan hati kita yang makin asing dengan nurani....

KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL
(untuk adinda: Khaerunisa)


Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam
yang membayangi dan terus mengikuti
hinggap pada kata-kata
yang tak pernah sanggup kususun
juga untukmu, adik kecil


Belum lama kudengar berita pilu
yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang
mati dikerumuni lalat karena busung lapar
aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Lalu kulihat di televisi
ada anak-anak kecil
memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah
karena tak mampu membeli mie instan
juga tak ada biaya rekreasi


Beliung pun menyerbu
dari berbagai penjuru
menancapi hati
mengiris sendi-sendi diri
sampai aku hampir tak sanggup berdiri
sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong


Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo
tak makan, tak minum
sebab uang tinggal enam ribu saja
mereka tuju stasiun
sambil mendorong gerobak kumuh
kau tergolek di dalamnya
berselimut sarung rombengan
pias terpejam kaku


Airmata bercucuran
peluh terus bersimbahan
Ayah dan abangmu
akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu
tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah
hanya matahari mengikuti
memanggang luka yang semakin perih
tanpa seorang pun peduli
aku pun bertanya sambil berteriak pada diri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya.
Ini negeri melimpah, gemerlap.
Ini negeri cinta


Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini


Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor
menarik ulur benangnya
sambil bercerita
tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya


Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun
sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.


aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil


(Abdurahman Faiz, 7 Juni 2005)
Puisi di atas adalah sebuah puisi lama yang mungkin sudah banyak dibaca oleh sahabat blogger. Namun, aku sengaja menyalinnya lagi disini. Alasanku adalah agar kita kembali kepada hati nurani. Selain itu, agar kita dapat belajar dari sang penyair yang meskipun pada saat menulis puisi itu masih berusia 10 tahun, tapi memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Ataukah mungkin anak-anak memang lebih memiliki hati nurani daripada orang dewasa ?

Gambar diambil dari sini

Puisi kemiskinan

Jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin sampai saat ini belum juga terjembatani. Masih sering kudengar dan kubaca berita-berita memilukan tentang kemiskinan. Dalam kemiskinan, sayangnya anak-anaklah yang paling sering menjadi korban penderitanya. Rasanya sudah banyak contoh yang tersebar di sekeliling kita, sehingga tak perlu lagi aku mengambil salah satunya.


Kemiskinan versus kekayaan, dan kekayaan berkorelasi dengan kekuasaan. Mungkin itulah "dalil" yang dipegang pada saat ini. Begitulah jika uang sudah punya kuasa, maka seringkali hati nurani tak berani bicara. Bukankah sudah banyak bukti yang menguatkan "dalil" tersebut di atas ?





Ada satu puisi yang setiap kali aku membacanya, selalu saja aku tak mampu menahan air mata. Sebuah puisi yang dengan gamblang memotret pedihnya kemiskinan yang ada di negeri kita tercinta ini. Semoga saja puisi ini tidak menggambarkan hati kita yang makin asing dengan nurani....

KISAH DARI NEGERI YANG MENGGIGIL
(untuk adinda: Khaerunisa)


Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam
yang membayangi dan terus mengikuti
hinggap pada kata-kata
yang tak pernah sanggup kususun
juga untukmu, adik kecil


Belum lama kudengar berita pilu
yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang
mati dikerumuni lalat karena busung lapar
aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Lalu kulihat di televisi
ada anak-anak kecil
memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah
karena tak mampu membeli mie instan
juga tak ada biaya rekreasi


Beliung pun menyerbu
dari berbagai penjuru
menancapi hati
mengiris sendi-sendi diri
sampai aku hampir tak sanggup berdiri
sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong


Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo
tak makan, tak minum
sebab uang tinggal enam ribu saja
mereka tuju stasiun
sambil mendorong gerobak kumuh
kau tergolek di dalamnya
berselimut sarung rombengan
pias terpejam kaku


Airmata bercucuran
peluh terus bersimbahan
Ayah dan abangmu
akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu
tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah
hanya matahari mengikuti
memanggang luka yang semakin perih
tanpa seorang pun peduli
aku pun bertanya sambil berteriak pada diri
benarkah ini terjadi di negeri kami?


Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya.
Ini negeri melimpah, gemerlap.
Ini negeri cinta


Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini


Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor
menarik ulur benangnya
sambil bercerita
tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya


Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun
sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.


aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil


(Abdurahman Faiz, 7 Juni 2005)
Puisi di atas adalah sebuah puisi lama yang mungkin sudah banyak dibaca oleh sahabat blogger. Namun, aku sengaja menyalinnya lagi disini. Alasanku adalah agar kita kembali kepada hati nurani. Selain itu, agar kita dapat belajar dari sang penyair yang meskipun pada saat menulis puisi itu masih berusia 10 tahun, tapi memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Ataukah mungkin anak-anak memang lebih memiliki hati nurani daripada orang dewasa ?

Gambar diambil dari sini

Jumat, 25 Desember 2009

Kalender akademik


Mengapa ya Kalender Akademik untuk sekolah-sekolah negeri di Indonesia tidak seragam ? Sebenarnya siapa sih yang menyusun Kalender Akademik ? Mengapa tidak diseragamkan saja untuk seluruh wilayah Indonesia, sehingga pengaturan jadwal berbagai kegiatan akan lebih mudah.


Sekolah-sekolah negeri yang ada di Kota Madiun berlaku 6 hari. Jadi masuk dari Senin sampai Sabtu. Oleh karena itu, pada hari-hari "kejepit nasional" yang jatuh pada hari Sabtu, anak-anak tetap masuk sekolah. Misalnya saja, pada bulan Desember 2009 ini ada cuti bersama pada tanggal 18 Desember, sementara tanggal 19 Desember yang jatuh pada hari Sabtu, anak-anak tetap saja masuk. Kemudian, cuti bersama 24 dan 25 Desember. Anak-anak tanggal 24 Desember masuk, dan liburnya 'diganti' tanggal 25 dan 26 Desember. Sementara di daerah lain, saat cuti bersama sekolah-sekolah juga diliburkan.

Kemudian.., di saat anak-anak di kota lain sudah libur, anak-anak di Kota Madiun bahkan ujian akhir semester saja belum. Hal ini tentu membuat Shasa kesal juga. Apalagi saat saudara-saudara sepupunya yang dari Bandung dan Sragen sudah datang ke Madiun tanggal 22 Desember kemarin. Mereka datang ke Madiun dalam rangka liburan akhir semester, sementara pada tanggal-tanggal itu Shasa justru sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Akhir Semester yang baru akan dilaksanakan tanggal 28 Desember 2009 nanti.


Terus terang saja, kedatangan saudara-saudara sepupunya yang dari luar kota memang menyenangkan bagi Shasa. Namun disisi lain, Shasa merasa terganggu juga karena dia belum bisa leluasa bergembira karena belum menjalani Ujian Akhir Semester. Dia masih punya kewajiban untuk belajar sementara saudara-saudara sudah berhura-hura di Madiun. Shasa terus menerus bertanya, mengapa yang lain-lain sudah bisa menikmati liburan, tapi tinggal dia yang belum.


Sementara itu, program acara di televisi juga sudah mulai terisi dengan program liburan. Banyak acara anak-anak, yang ditayangkan untuk mengisi liburan anak-anak oleh berbagai stasiun televisi. Sayangnya..., Shasa dan anak-anak di Kota Madiun lainnya belum menikmati liburan sehingga tak bisa menikmati acara-acara tersebut.


Selalu seperti ini dari tahun ke tahun. Bukan hanya pada liburan semester ganjil, namun juga pada liburan semester genap, sekolah-sekolah di Kota Madiun tergolong 'telat' menjalani liburannya. Itupun liburannya tak bisa lama.... ya paling lama hanya 2 minggu saja..


Aku tak tahu mengapa Kalender Akademik tidak bisa seragam seperti ini. Apa hanya di Kota Madiun yang telat begini ? Seandainya Shasa tidak terus menerus menanyakan hal ini padaku, mungkin aku tidak terlalu memikirkannya.


Gambar diambil dari sini

Kalender akademik


Mengapa ya Kalender Akademik untuk sekolah-sekolah negeri di Indonesia tidak seragam ? Sebenarnya siapa sih yang menyusun Kalender Akademik ? Mengapa tidak diseragamkan saja untuk seluruh wilayah Indonesia, sehingga pengaturan jadwal berbagai kegiatan akan lebih mudah.


Sekolah-sekolah negeri yang ada di Kota Madiun berlaku 6 hari. Jadi masuk dari Senin sampai Sabtu. Oleh karena itu, pada hari-hari "kejepit nasional" yang jatuh pada hari Sabtu, anak-anak tetap masuk sekolah. Misalnya saja, pada bulan Desember 2009 ini ada cuti bersama pada tanggal 18 Desember, sementara tanggal 19 Desember yang jatuh pada hari Sabtu, anak-anak tetap saja masuk. Kemudian, cuti bersama 24 dan 25 Desember. Anak-anak tanggal 24 Desember masuk, dan liburnya 'diganti' tanggal 25 dan 26 Desember. Sementara di daerah lain, saat cuti bersama sekolah-sekolah juga diliburkan.

Kemudian.., di saat anak-anak di kota lain sudah libur, anak-anak di Kota Madiun bahkan ujian akhir semester saja belum. Hal ini tentu membuat Shasa kesal juga. Apalagi saat saudara-saudara sepupunya yang dari Bandung dan Sragen sudah datang ke Madiun tanggal 22 Desember kemarin. Mereka datang ke Madiun dalam rangka liburan akhir semester, sementara pada tanggal-tanggal itu Shasa justru sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Akhir Semester yang baru akan dilaksanakan tanggal 28 Desember 2009 nanti.


Terus terang saja, kedatangan saudara-saudara sepupunya yang dari luar kota memang menyenangkan bagi Shasa. Namun disisi lain, Shasa merasa terganggu juga karena dia belum bisa leluasa bergembira karena belum menjalani Ujian Akhir Semester. Dia masih punya kewajiban untuk belajar sementara saudara-saudara sudah berhura-hura di Madiun. Shasa terus menerus bertanya, mengapa yang lain-lain sudah bisa menikmati liburan, tapi tinggal dia yang belum.


Sementara itu, program acara di televisi juga sudah mulai terisi dengan program liburan. Banyak acara anak-anak, yang ditayangkan untuk mengisi liburan anak-anak oleh berbagai stasiun televisi. Sayangnya..., Shasa dan anak-anak di Kota Madiun lainnya belum menikmati liburan sehingga tak bisa menikmati acara-acara tersebut.


Selalu seperti ini dari tahun ke tahun. Bukan hanya pada liburan semester ganjil, namun juga pada liburan semester genap, sekolah-sekolah di Kota Madiun tergolong 'telat' menjalani liburannya. Itupun liburannya tak bisa lama.... ya paling lama hanya 2 minggu saja..


Aku tak tahu mengapa Kalender Akademik tidak bisa seragam seperti ini. Apa hanya di Kota Madiun yang telat begini ? Seandainya Shasa tidak terus menerus menanyakan hal ini padaku, mungkin aku tidak terlalu memikirkannya.


Gambar diambil dari sini

Selasa, 22 Desember 2009

Yang istimewa di hari ini

Gambar diambil dari sini

Yang istimewa pada hari ini adalah peringatan Hari Ibu. Inilah saat-saat dimana seorang anak mengenang cinta dan kasih sayang Ibu. Inilah suatu hari yang dikhususkan untuk merayakan cinta kita kepada Ibu. Rasanya tak ada yang memungkiri bahwa betapa besar arti seorang Ibu dalam hidup kita.


Mengenang sosok Ibu, selalu mampu mengharu biru hatiku. Kurasakan betapa besar cinta dan kasihnya padaku. Bahkan aku tak akan mampu menghitung-hitungnya. Perhatian dan pengorbanannya luar biasa, meskipun Ibuku dulu adalah seorang wanita yang bekerja, namun rasanya waktunya untukku tak terbatas. Sepanjang ingatanku, Ibu adalah seorang wanita kuat yang seolah tak mengenal lelah.


Yang istimewa pada hari ini adalah hampir semua anak merindukan sosok Ibu, termasuk aku. Mengenang segala yang telah Ibu berikan padaku, membuatku merasa sangat malu karena aku belum mampu membalas semua kebaikannya. Mengenang sosok Ibu, membuatku menangis karena aku merasa belum mampu membahagiakannya.


Dalam doaku akan selalu kupanjatkan doa untuk kebahagianmu Ibu... Mungkin aku bukanlah seorang anak yang mahir merangkai kata-kata cinta. Mungkin aku bukan anak yang pandai menunjukkan kasih sayang namun aku selalu berharap yang terbaik untukmu. Kuharap aku mampu senantiasa membuatmu tersenyum bahagia. Dan betapa menderitanya hatiku saat kusadari telah membuatmu kecewa.


Yang juga istimewa pada hari ini adalah refleksi perayaan Hari Ibu ini untuk diriku sendiri, sebagai seorang Ibu. Betapa kecil rasanya diriku, saat menyadari aku tak mampu berbuat sebaik Ibuku. Aku tak mampu menandingi kehebatannya dan karismanya. Pengorbanannya dan ketulusannya rasanya tak akan pernah mampu kutandingi.


Aku kini juga seorang Ibu. Namun, aku adalah seorang Ibu yang terkadang tak mampu mengendalikan amarah. Aku hanya seorang Ibu yang terkadang masih tersulut emosi. Aku juga bukan seorang Ibu yang bisa mencurahkan seluruh waktuku untuk keluarga. Aku juga bukan seorang Ibu yang bisa mengerjakan segala urusan rumah tangga sendiri. Aku bukanlah seorang Ibu yang layak dianggap sebagai "Wonder Woman". Aku ..... bukan seorang Ibu yang sempurna....


Yang istimewa di hari ini.... aku merasa belum pantas merayakan Hari Ibu untuk diriku sendiri...

Yang istimewa di hari ini

Gambar diambil dari sini

Yang istimewa pada hari ini adalah peringatan Hari Ibu. Inilah saat-saat dimana seorang anak mengenang cinta dan kasih sayang Ibu. Inilah suatu hari yang dikhususkan untuk merayakan cinta kita kepada Ibu. Rasanya tak ada yang memungkiri bahwa betapa besar arti seorang Ibu dalam hidup kita.


Mengenang sosok Ibu, selalu mampu mengharu biru hatiku. Kurasakan betapa besar cinta dan kasihnya padaku. Bahkan aku tak akan mampu menghitung-hitungnya. Perhatian dan pengorbanannya luar biasa, meskipun Ibuku dulu adalah seorang wanita yang bekerja, namun rasanya waktunya untukku tak terbatas. Sepanjang ingatanku, Ibu adalah seorang wanita kuat yang seolah tak mengenal lelah.


Yang istimewa pada hari ini adalah hampir semua anak merindukan sosok Ibu, termasuk aku. Mengenang segala yang telah Ibu berikan padaku, membuatku merasa sangat malu karena aku belum mampu membalas semua kebaikannya. Mengenang sosok Ibu, membuatku menangis karena aku merasa belum mampu membahagiakannya.


Dalam doaku akan selalu kupanjatkan doa untuk kebahagianmu Ibu... Mungkin aku bukanlah seorang anak yang mahir merangkai kata-kata cinta. Mungkin aku bukan anak yang pandai menunjukkan kasih sayang namun aku selalu berharap yang terbaik untukmu. Kuharap aku mampu senantiasa membuatmu tersenyum bahagia. Dan betapa menderitanya hatiku saat kusadari telah membuatmu kecewa.


Yang juga istimewa pada hari ini adalah refleksi perayaan Hari Ibu ini untuk diriku sendiri, sebagai seorang Ibu. Betapa kecil rasanya diriku, saat menyadari aku tak mampu berbuat sebaik Ibuku. Aku tak mampu menandingi kehebatannya dan karismanya. Pengorbanannya dan ketulusannya rasanya tak akan pernah mampu kutandingi.


Aku kini juga seorang Ibu. Namun, aku adalah seorang Ibu yang terkadang tak mampu mengendalikan amarah. Aku hanya seorang Ibu yang terkadang masih tersulut emosi. Aku juga bukan seorang Ibu yang bisa mencurahkan seluruh waktuku untuk keluarga. Aku juga bukan seorang Ibu yang bisa mengerjakan segala urusan rumah tangga sendiri. Aku bukanlah seorang Ibu yang layak dianggap sebagai "Wonder Woman". Aku ..... bukan seorang Ibu yang sempurna....


Yang istimewa di hari ini.... aku merasa belum pantas merayakan Hari Ibu untuk diriku sendiri...

Sabtu, 19 Desember 2009

Escape Over The Himalayas


Buku yang berjudul "Escape Over The Himalayas : Demi Sekolah, 6 Bocah Tibet Harus Berjuang Menaklukkan Himalaya" yang merupakan kisah nyata ini benar-benar membuatku kehilangan kata-kata. Buku yang ditulis oleh Maria Blumencron ini menggambarkan betapa beratnya kehidupan rakyat Tibet setelah dijajah oleh China.

Kampung halaman yang menjadi tanpa harapan membuat beberapa orang tua nekad mengirimkan anak-anak mereka melalui celah-celah pegunungan bersalju yang berada pada ketinggian lebih dari 6.000 meter. Hal itu tetap mereka lakukan meskipun mereka tak mengetahui apakah mereka dapat bertemu lagi dengan anak-anak mereka suatu saat nanti.

Penjajahan China membuat rakyat Tibet menjadi miskin, sehingga untuk membiayai perjalanan anak-anaknya ke pengungsian banyak dari mereka yang terpaksa menjual harta bendanya. Itupun hanya bekal seadanya yang bisa mereka berikan kepada anak-anak mereka : baju hangat, kaos kaki, kaos tangan dan sepatu tipis ditambah makanan secukupnya. Dengan semua itu, anak-anak yang masih kecil-kecil harus berjuang melawan medan yang sangat berat. Bahkan harus berjuang melawan salju, kelaparan, ketakutan dan keletihan yang luar biasa. Itu pun masih ditambah dengan perasaan pedih luar biasa karena harus berpisah dengan orang tua dan keluarganya.

Adalah Maria Blumencron yang terobsesi untuk memfilmkan pengungsian anak-anak Tibet itu. Semuanya berawal dari foto-foto anak Tibet yang mati kedinginan di sebuah majalah. Anak-anak itu mati dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih baik dan sayangnya tak pernah sampai kesana. Termotivasi oleh foto tragis itu, Maria Blumencron berangkat pada musim dingin tahun 1999 untuk membuat film dokumenter tentang hal itu. Namun, sayang sekali pembuatan film itu gagal, karena Maria tertangkap oleh tentara China yang memergoki Maria berada di daerah terlarang.

Namun tekad kuat Maria tidak membuat film tidak surut. Pada tahun 2000 dia kembali lagi dan berhasil mendokumentasikan kisah pengungsian 6 orang anak Tibet yang luar biasa. Keenam anak itu adalah Pema Kecil (7 ), Chime (10), Dolker (7), Dhondup (8), Tamding (10) dan Lhakpa (10).

Bersama mereka ada pemandu Nima yang tulus hati dan seorang mantan Wujing (tentara China) yang sangat bertanggung jawab : Suja. Kehadiran Suja dalam kelompok pengungsian itu benar-benar sangat berarti, khususnya bagi anak-anak, karena Suja seolah menjadi pelindung mereka. Disamping itu ada 5 orang dewasa lagi dan seorang Bhiksu remaja (15 tahun) yang berada dalam kelompok itu.

Akhirnya film dokumenter Maria mendapatkan banyak penghargaan dari dunia internasional. Hal itu berdampak juga pada meningkatnya perhatian masyarakat dunia pada anak-anak pengungsi dari Tibet itu. Namun, Maria masih merasa belum puas sebelum mengabarkan kepada seluruh penduduk dunia tentang derita yang dialami anak-anak Tibet itu. Atas dasar itulah, maka Maria kemudian menyusun buku ini.

Buku ini sangat kuat menceritakan bagaimana perjuangan keenam anak Tibet itu dalam meraih masa depannya. Hanya sayang, ada beberapa hal yang mengganggu kenyamanan dalam membaca buku ini, yang disebabkan karena proses editingnya belum sempurna. Ada beberapa "gangguan" yang aku catat, antara lain :
  • Ukuran font yang tidak sama, sangat mengganggu dalam kenyamanan membaca, karena di banyak halaman tiba-tiba huruf mengecil dan merapat di tengah-tengah alinea.
  • Kesalahan pengetikan : Karena dari awal, penulis buku ini menceritakan semuanya dalam pengurutan waktu yang ketat, maka kesalahan penulisan tanggal pada halaman 222 cukup terasa. Kejadian yang seharusnya terjadi pada Nepal, 11 April 2000 tertulis : Nepal, 1 April 2000.
  • Inkonsistensi : di awal disebutkan bahwa Sotsi adalah "kakak ipar" dari Pema Besar (hal xii), namun di belakang disebutkan bahwa Sotsi adalah "sepupu" dari Pema Besar (hal. 116), kemudian pada semua cerita disebutkan bahwa Chime adalah kakak dari Dolker, namun tiba-tiba pada halaman 298 dituliskan : "..... dan Chime bersama dengan kakaknya Dolker." Yang sangat mencolok adalah ketidaksamaan data (yang aku yakin karena kesalahan pengetikan) antara yang tertulis dalam buku dengan sinopsis yang ada dalam cover belakang buku dimana terdapat perbedaan data tentang nama Dolker dan Dhondup serta usia Dolker.
  • Pada halaman 188, penyampaiann impian tidak dibedakan dengan kenyataan, sehingga aku selaku membaca sempat bingung saat impian dan kenyataan disampaikan bersama dalam 2 alinea yang berurutan. Kesan semula yang aku tangkap adalah : pengulangan cerita, namun endingnya tidak sama..! Baru setelah membaca dengan lebih hati-hati, aku baru menangkap bahwa alinea di atas adalah penyampaian impian dan alinea di bawahnya adalah kenyataan yang dihadapi oleh sang tokoh.
Namun, meskipun sempat terganggu dengan hal-hal tersebut di atas, buku ini memang luar biasa. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari buku ini, antara lain :
  • Jangan menyerah. Apapun yang terjadi, jangan menyerah.....
  • Untuk meraih impian, membutuhkan pengorbanan dan semangat sekuat baja.
  • Rasa persatuan dan saling mendukung, sangat diperlukan dalam mengatasi saat-saat terberat.
  • Kepedulian pada sesama memberikan banyak kebahagiaan, tidak hanya kepada diri sendiri, namun juga kepada orang lain.
Penulis : Maria Blumencron
Kategori : Non Fiksi
Penerbit : Imania (Mizan Group)
Tanggal Penerbitan : 23-10-2009
Tebal halaman : 336 halaman
Cover : Soft Cover
Harga : Rp. 45.000,- (diskon)

Escape Over The Himalayas


Buku yang berjudul "Escape Over The Himalayas : Demi Sekolah, 6 Bocah Tibet Harus Berjuang Menaklukkan Himalaya" yang merupakan kisah nyata ini benar-benar membuatku kehilangan kata-kata. Buku yang ditulis oleh Maria Blumencron ini menggambarkan betapa beratnya kehidupan rakyat Tibet setelah dijajah oleh China.

Kampung halaman yang menjadi tanpa harapan membuat beberapa orang tua nekad mengirimkan anak-anak mereka melalui celah-celah pegunungan bersalju yang berada pada ketinggian lebih dari 6.000 meter. Hal itu tetap mereka lakukan meskipun mereka tak mengetahui apakah mereka dapat bertemu lagi dengan anak-anak mereka suatu saat nanti.

Penjajahan China membuat rakyat Tibet menjadi miskin, sehingga untuk membiayai perjalanan anak-anaknya ke pengungsian banyak dari mereka yang terpaksa menjual harta bendanya. Itupun hanya bekal seadanya yang bisa mereka berikan kepada anak-anak mereka : baju hangat, kaos kaki, kaos tangan dan sepatu tipis ditambah makanan secukupnya. Dengan semua itu, anak-anak yang masih kecil-kecil harus berjuang melawan medan yang sangat berat. Bahkan harus berjuang melawan salju, kelaparan, ketakutan dan keletihan yang luar biasa. Itu pun masih ditambah dengan perasaan pedih luar biasa karena harus berpisah dengan orang tua dan keluarganya.

Adalah Maria Blumencron yang terobsesi untuk memfilmkan pengungsian anak-anak Tibet itu. Semuanya berawal dari foto-foto anak Tibet yang mati kedinginan di sebuah majalah. Anak-anak itu mati dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih baik dan sayangnya tak pernah sampai kesana. Termotivasi oleh foto tragis itu, Maria Blumencron berangkat pada musim dingin tahun 1999 untuk membuat film dokumenter tentang hal itu. Namun, sayang sekali pembuatan film itu gagal, karena Maria tertangkap oleh tentara China yang memergoki Maria berada di daerah terlarang.

Namun tekad kuat Maria tidak membuat film tidak surut. Pada tahun 2000 dia kembali lagi dan berhasil mendokumentasikan kisah pengungsian 6 orang anak Tibet yang luar biasa. Keenam anak itu adalah Pema Kecil (7 ), Chime (10), Dolker (7), Dhondup (8), Tamding (10) dan Lhakpa (10).

Bersama mereka ada pemandu Nima yang tulus hati dan seorang mantan Wujing (tentara China) yang sangat bertanggung jawab : Suja. Kehadiran Suja dalam kelompok pengungsian itu benar-benar sangat berarti, khususnya bagi anak-anak, karena Suja seolah menjadi pelindung mereka. Disamping itu ada 5 orang dewasa lagi dan seorang Bhiksu remaja (15 tahun) yang berada dalam kelompok itu.

Akhirnya film dokumenter Maria mendapatkan banyak penghargaan dari dunia internasional. Hal itu berdampak juga pada meningkatnya perhatian masyarakat dunia pada anak-anak pengungsi dari Tibet itu. Namun, Maria masih merasa belum puas sebelum mengabarkan kepada seluruh penduduk dunia tentang derita yang dialami anak-anak Tibet itu. Atas dasar itulah, maka Maria kemudian menyusun buku ini.

Buku ini sangat kuat menceritakan bagaimana perjuangan keenam anak Tibet itu dalam meraih masa depannya. Hanya sayang, ada beberapa hal yang mengganggu kenyamanan dalam membaca buku ini, yang disebabkan karena proses editingnya belum sempurna. Ada beberapa "gangguan" yang aku catat, antara lain :
  • Ukuran font yang tidak sama, sangat mengganggu dalam kenyamanan membaca, karena di banyak halaman tiba-tiba huruf mengecil dan merapat di tengah-tengah alinea.
  • Kesalahan pengetikan : Karena dari awal, penulis buku ini menceritakan semuanya dalam pengurutan waktu yang ketat, maka kesalahan penulisan tanggal pada halaman 222 cukup terasa. Kejadian yang seharusnya terjadi pada Nepal, 11 April 2000 tertulis : Nepal, 1 April 2000.
  • Inkonsistensi : di awal disebutkan bahwa Sotsi adalah "kakak ipar" dari Pema Besar (hal xii), namun di belakang disebutkan bahwa Sotsi adalah "sepupu" dari Pema Besar (hal. 116), kemudian pada semua cerita disebutkan bahwa Chime adalah kakak dari Dolker, namun tiba-tiba pada halaman 298 dituliskan : "..... dan Chime bersama dengan kakaknya Dolker." Yang sangat mencolok adalah ketidaksamaan data (yang aku yakin karena kesalahan pengetikan) antara yang tertulis dalam buku dengan sinopsis yang ada dalam cover belakang buku dimana terdapat perbedaan data tentang nama Dolker dan Dhondup serta usia Dolker.
  • Pada halaman 188, penyampaiann impian tidak dibedakan dengan kenyataan, sehingga aku selaku membaca sempat bingung saat impian dan kenyataan disampaikan bersama dalam 2 alinea yang berurutan. Kesan semula yang aku tangkap adalah : pengulangan cerita, namun endingnya tidak sama..! Baru setelah membaca dengan lebih hati-hati, aku baru menangkap bahwa alinea di atas adalah penyampaian impian dan alinea di bawahnya adalah kenyataan yang dihadapi oleh sang tokoh.
Namun, meskipun sempat terganggu dengan hal-hal tersebut di atas, buku ini memang luar biasa. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari buku ini, antara lain :
  • Jangan menyerah. Apapun yang terjadi, jangan menyerah.....
  • Untuk meraih impian, membutuhkan pengorbanan dan semangat sekuat baja.
  • Rasa persatuan dan saling mendukung, sangat diperlukan dalam mengatasi saat-saat terberat.
  • Kepedulian pada sesama memberikan banyak kebahagiaan, tidak hanya kepada diri sendiri, namun juga kepada orang lain.
Penulis : Maria Blumencron
Kategori : Non Fiksi
Penerbit : Imania (Mizan Group)
Tanggal Penerbitan : 23-10-2009
Tebal halaman : 336 halaman
Cover : Soft Cover
Harga : Rp. 45.000,- (diskon)

Selasa, 15 Desember 2009

Kejantanan seorang pria

Sebelumnya aku minta maaf kalau judul di atas sudah menggiring teman-teman ke arah yang "khusus". Maaf juga kalau postingan kali ini agak sedikit dikhususkan bagi yang sudah "dewasa". Sungguh, aku sangat tergelitik untuk menuliskannya di sini, jadi yang merasa belum dewasa boleh melewati postingan kali ini... hehehe.

Ada kesan yang tertinggal dalam hatiku setelah aku selesai membaca sebuah rubrik konsultasi psikologi pada sebuah tabloid. Kebetulan, beberapa kali ini aku membaca keluhan yang sama, dan semuanya dari pembaca wanita. Mereka mengeluhkan tentang masalah rumah tangga yang dihadapinya. Masalah itu seputar kehidupan seks.



Mereka menceritakan bahwa pada awalnya kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja. Demikian juga dengan kehidupan seks mereka. Namun, semua berubah setelah beberapa tahun kemudian, karena tiba-tiba rumah tangga mereka seringkali dihiasi dengan pertengkaran yang tiada hentinya.

Pertengkaran itu bermula dari 'menurun'nya minat sang suami dalam berhubungan seks. Bahkan ada beberapa yang mengeluhkan bahwa suaminya sudah mulai bersikap dingin dan menjauh darinya. Penyebabnya adalah sang suami tak lagi mampu mempertahankan kejantanannya, atau bahkan beberapa diantaranya sudah tak lagi mampu memuaskan istrinya.

Hal tersebut tentu saja menyulut pertengkaran dan kecurigaan dari pihak istri. Sang istri merasa suaminya tak lagi memiliki cinta untuknya dan menganggap dirinya tak lagi menarik bagi sang suami. Selain itu sang istri mencurigai sang suami sudah memiliki cinta yang lain dan telah mendapatkan kepuasan dari wanita lain.

Hal tersebut membuatku bertanya-tanya, apakah kecurigaan sang istri itu sudah pernah disampaikan kepada sang suami. Kalau itu sudah dilakukan, maka aku tak heran kalau kemudian timbul pertengkaran di antara mereka, apalagi jika sang suami benar-benar tidak melakukan apa yang dituduhkan istrinya. Namun, kecurigaan itu memang harus diluruskan. Sayangnya seringkali, jika harga diri sudah terluka, maka komunikasi jadi buntu.

Di lain pihak, aku berpikir jika seandainya sang suami benar-benar kehilangan kejantanannya maka dia pasti akan marah jika dituduh telah memiliki wanita lain. Bagi kaum pria, kejantanan adalah suatu kebanggaan dan jika apa yang dibanggakan itu sudah tak lagi dimiliki maka hancurlah harga dirinya. Dalam kondisi seperti itu, kecurigaan sang istri memang makin memperkeruh suasana dan akan memicu pertengkaran di antara mereka.

Menurutku, dalam hal ini perlu keterbukaan dan kedewasaan kedua belah pihak untuk membicarakan masalah tersebut. Penting untuk dicari penyebab masalah dan kemudian dicarikan solusinya. Tentu saja tak mudah melakukannya, apalagi yang dibahas adalah masalah yang sangat sensitif. Selanjutnya diperlukan kebesaran hati untuk menerima 'musibah' tersebut.

Memang tak seorangpun yang mau mendapat musibah seperti itu. Tapi, siapa bisa menolak takdir ? Aku yakin tak seorang pun pernah mengira bahwa dia akan mendapatkan cobaan seperti itu. Apalagi pada awalnya tak ada permasalahan dalam hal kejantanannya. Jika kemudian tiba-tiba kejantanannya tak lagi dapat difungsikan, siapa yang bisa menolak kehendak-NYA ?

Dalam urusan ini, seks bebas yang seringkali dilakukan oleh pasangan-pasangan di luar negeri sebelum menuju jenjang pernikahan rasanya tak mempan juga untuk mengatasi masalah ini. Karena meskipun pada awalnya baik-baik saja, bisa saja suatu kejantanan itu pergi entah kemana. Sayangnya, kejantanan ini tak dapat dilihat dari fisik luar saja. Meskipun seseorang tampak tinggi, besar dan gagah.., bukan berarti tak ada masalah dalam kejantanannya.

Jadi..., bagaimanakah sikap kita jika kita yang terjebak dalam masalah seperti yang dikeluhkan wanita-wanita yang mengadu pada rubrik konsultasi psikologi itu ? Apakah kita cukup ikhlas dan sabar menerimanya ?

Kejantanan seorang pria

Sebelumnya aku minta maaf kalau judul di atas sudah menggiring teman-teman ke arah yang "khusus". Maaf juga kalau postingan kali ini agak sedikit dikhususkan bagi yang sudah "dewasa". Sungguh, aku sangat tergelitik untuk menuliskannya di sini, jadi yang merasa belum dewasa boleh melewati postingan kali ini... hehehe.

Ada kesan yang tertinggal dalam hatiku setelah aku selesai membaca sebuah rubrik konsultasi psikologi pada sebuah tabloid. Kebetulan, beberapa kali ini aku membaca keluhan yang sama, dan semuanya dari pembaca wanita. Mereka mengeluhkan tentang masalah rumah tangga yang dihadapinya. Masalah itu seputar kehidupan seks.



Mereka menceritakan bahwa pada awalnya kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja. Demikian juga dengan kehidupan seks mereka. Namun, semua berubah setelah beberapa tahun kemudian, karena tiba-tiba rumah tangga mereka seringkali dihiasi dengan pertengkaran yang tiada hentinya.

Pertengkaran itu bermula dari 'menurun'nya minat sang suami dalam berhubungan seks. Bahkan ada beberapa yang mengeluhkan bahwa suaminya sudah mulai bersikap dingin dan menjauh darinya. Penyebabnya adalah sang suami tak lagi mampu mempertahankan kejantanannya, atau bahkan beberapa diantaranya sudah tak lagi mampu memuaskan istrinya.

Hal tersebut tentu saja menyulut pertengkaran dan kecurigaan dari pihak istri. Sang istri merasa suaminya tak lagi memiliki cinta untuknya dan menganggap dirinya tak lagi menarik bagi sang suami. Selain itu sang istri mencurigai sang suami sudah memiliki cinta yang lain dan telah mendapatkan kepuasan dari wanita lain.

Hal tersebut membuatku bertanya-tanya, apakah kecurigaan sang istri itu sudah pernah disampaikan kepada sang suami. Kalau itu sudah dilakukan, maka aku tak heran kalau kemudian timbul pertengkaran di antara mereka, apalagi jika sang suami benar-benar tidak melakukan apa yang dituduhkan istrinya. Namun, kecurigaan itu memang harus diluruskan. Sayangnya seringkali, jika harga diri sudah terluka, maka komunikasi jadi buntu.

Di lain pihak, aku berpikir jika seandainya sang suami benar-benar kehilangan kejantanannya maka dia pasti akan marah jika dituduh telah memiliki wanita lain. Bagi kaum pria, kejantanan adalah suatu kebanggaan dan jika apa yang dibanggakan itu sudah tak lagi dimiliki maka hancurlah harga dirinya. Dalam kondisi seperti itu, kecurigaan sang istri memang makin memperkeruh suasana dan akan memicu pertengkaran di antara mereka.

Menurutku, dalam hal ini perlu keterbukaan dan kedewasaan kedua belah pihak untuk membicarakan masalah tersebut. Penting untuk dicari penyebab masalah dan kemudian dicarikan solusinya. Tentu saja tak mudah melakukannya, apalagi yang dibahas adalah masalah yang sangat sensitif. Selanjutnya diperlukan kebesaran hati untuk menerima 'musibah' tersebut.

Memang tak seorangpun yang mau mendapat musibah seperti itu. Tapi, siapa bisa menolak takdir ? Aku yakin tak seorang pun pernah mengira bahwa dia akan mendapatkan cobaan seperti itu. Apalagi pada awalnya tak ada permasalahan dalam hal kejantanannya. Jika kemudian tiba-tiba kejantanannya tak lagi dapat difungsikan, siapa yang bisa menolak kehendak-NYA ?

Dalam urusan ini, seks bebas yang seringkali dilakukan oleh pasangan-pasangan di luar negeri sebelum menuju jenjang pernikahan rasanya tak mempan juga untuk mengatasi masalah ini. Karena meskipun pada awalnya baik-baik saja, bisa saja suatu kejantanan itu pergi entah kemana. Sayangnya, kejantanan ini tak dapat dilihat dari fisik luar saja. Meskipun seseorang tampak tinggi, besar dan gagah.., bukan berarti tak ada masalah dalam kejantanannya.

Jadi..., bagaimanakah sikap kita jika kita yang terjebak dalam masalah seperti yang dikeluhkan wanita-wanita yang mengadu pada rubrik konsultasi psikologi itu ? Apakah kita cukup ikhlas dan sabar menerimanya ?

Jumat, 11 Desember 2009

Internet dan Anak-anak

Gambar diambil dari sini

Internet kini sudah bukan sesuatu yang asing lagi. Sudah banyak orang mengakses internet, tidak saja di kota namun juga di desa-desa. Tidak hanya diakses orang dewasa, namun remaja dan bahkan anak-anak pun dapat mengakses dengan mudahnya. Orang kaya dan orang miskin pun memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses internet. Oleh karenanya, dunia kian 'terbuka' bagi siapa saja.


Mengakses internet tidak lagi hanya dapat melalui telepon rumah. Warnet kini tersebar bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa. Handphone-pun juga sudah dapat digunakan untuk mengakses internet dengan mudahnya. Namun ketertarikan orang terhadap internet akhir-akhir ini salah satunya karena... facebook.


Aku punya cerita tentang itu. Kebetulan teman kantorku ada yang rumahnya masih di desa, dan di desanya sudah ada Warnet. Akhir-akhir ini Warnet itu ramai karena banyak pengunjungnya. Usut punya usut, ternyata pemilik Warnet itu rela mengajari orang-orang bagaimana cara membuat akun facebook dan kemudian menggunakannya. Hingga kini pemuda-pemuda pengangguran di desa itu, kerjaannya lebih banyak di Warnet untuk ber-facebook-ria...!

Internet bagi anak-anak juga bukan lagi barang asing lagi, seperti Shasa contohnya. Awalnya dia suka dengan internet karena bisa mengakses game online. Begitu banyak permainan yang ditawarkan dalam game online tersebut, dan seringkali banyak permainan baru yang ditawarkan. Kemudian Shasa mulai mengenal blog, meskipun akhir-akhir ini jarang sekali di-update karena dia memang sangat moody.

Kebetulan tadi pagi Shasa bercerita yang menyangkut masalah internet juga. Ceritanya, setiap hari Senin dan Sabtu Shasa ikut ekstra kurikuler drumband. Kebetulan, kegiatan tersebut dilakukan siang hari mulai pukul 13.00 WIB. Karena Shasa pulang sekolah pukul 12.00, maka seringkali Shasa memilih tetap di sekolah untuk menunggu. Karena kalau dipaksakan pulang dalam waktu 1 jam itu, Shasa merasa capek bolak balik ke sekolah. Ternyata, tak semua teman-teman Shasa suka menunggu selama 1 jam di sekolah, kebanyakan memilih untuk keluar dari sekolah.

Seperti yang diceritakan Shasa, beberapa temannya biasanya memilih untuk melakukan kegiatan di luar sekolah. Ada yang suka ke Pasar Penampungan, ada yang memilih ke Toga Mas, ada yang jalan-jalan keluar. Kebetulan sekolah Shasa tak jauh lokasinya dari Pasar Penampungan, toko buku Toga Mas, dan beberapa toko-toko lainnya. Bahkan, tak jauh dari sekolah Shasa pun ada juga beberapa Warnet. Dan.., rupanya beberapa teman Shasa banyak juga yang memilih menunggu jadwal ekstra kurikuler di Warnet-Warnet itu.

Mendengar cerita Shasa, aku terlonjak kaget. Saat itu yang muncul adalah kecemasan dan pikiran buruk. Anak-anak ke Warnet sendiri, berselancar di dunia maya tanpa pengawasan..? Tiba-tiba aku merasa khawatir, bahwa tanpa pengawasan orang tua maka anak-anak itu dapat masuk ke 'dunia orang dewasa' lewat internet. Apakah orang tua mereka tahu dan memberikan ijin bagi anak-anak itu ke Warnet sendiri tanpa pengawasan ? Ataukah mereka tak tahu 'bahaya' yang mengancam jika membebaskan anak-anaknya bergelut dengan internet tanpa pengawasan ? Masya Allah... Aku pun buru-buru berpesan pada Shasa agar dia tak ikut-ikutan teman-temannya itu.

Aku berpesan agar selama menunggu jadwal ekstrakurikuler, Shasa tetap menunggu di sekolah saja. Terutama, jangan sampai ikut-ikutan teman-temannya ke Warnet. Kepada Shasa aku katakan bahwa internet itu berbahaya bagi anak-anak yang belum mengerti, karena banyak hal yang tak baik ada di internet. Oleh karena itu, anak-anak harus didampingi orang tuanya jika ingin menggunakan internet, karena orang tua yang tahu jika ada hal-hal yang tidak baik di internet itu. Saat aku menasehati seperti itu, Shasa tampaknya mau menerima. Dan kuharap saja dia benar-benar menuruti nasehatku. Sungguh, aku tak bisa membayangkan jika gerombolan anak-anak kecil itu ke Warnet, dan ternyata tanpa sengaja bisa mengakses ke tempat-tempat yang belum sepantasnya mereka lihat.... wah, ngeri sekali.

Aku tak berani menganggap remeh kemampuan anak-anak. Lewat Google mereka bisa mendapatkan 'segalanya' dan aku tak bisa menganggap mereka tak mengenal Google. Aku sendiri tak pernah ke Warnet..., jadi aku tak tahu apakah di Warnet sudah diproteksi dari situs-situs yang 'berbahaya' untuk anak-anak.

Jangan-jangan aku yang paranoid nih.... :{

Internet dan Anak-anak

Gambar diambil dari sini

Internet kini sudah bukan sesuatu yang asing lagi. Sudah banyak orang mengakses internet, tidak saja di kota namun juga di desa-desa. Tidak hanya diakses orang dewasa, namun remaja dan bahkan anak-anak pun dapat mengakses dengan mudahnya. Orang kaya dan orang miskin pun memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses internet. Oleh karenanya, dunia kian 'terbuka' bagi siapa saja.


Mengakses internet tidak lagi hanya dapat melalui telepon rumah. Warnet kini tersebar bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa. Handphone-pun juga sudah dapat digunakan untuk mengakses internet dengan mudahnya. Namun ketertarikan orang terhadap internet akhir-akhir ini salah satunya karena... facebook.


Aku punya cerita tentang itu. Kebetulan teman kantorku ada yang rumahnya masih di desa, dan di desanya sudah ada Warnet. Akhir-akhir ini Warnet itu ramai karena banyak pengunjungnya. Usut punya usut, ternyata pemilik Warnet itu rela mengajari orang-orang bagaimana cara membuat akun facebook dan kemudian menggunakannya. Hingga kini pemuda-pemuda pengangguran di desa itu, kerjaannya lebih banyak di Warnet untuk ber-facebook-ria...!

Internet bagi anak-anak juga bukan lagi barang asing lagi, seperti Shasa contohnya. Awalnya dia suka dengan internet karena bisa mengakses game online. Begitu banyak permainan yang ditawarkan dalam game online tersebut, dan seringkali banyak permainan baru yang ditawarkan. Kemudian Shasa mulai mengenal blog, meskipun akhir-akhir ini jarang sekali di-update karena dia memang sangat moody.

Kebetulan tadi pagi Shasa bercerita yang menyangkut masalah internet juga. Ceritanya, setiap hari Senin dan Sabtu Shasa ikut ekstra kurikuler drumband. Kebetulan, kegiatan tersebut dilakukan siang hari mulai pukul 13.00 WIB. Karena Shasa pulang sekolah pukul 12.00, maka seringkali Shasa memilih tetap di sekolah untuk menunggu. Karena kalau dipaksakan pulang dalam waktu 1 jam itu, Shasa merasa capek bolak balik ke sekolah. Ternyata, tak semua teman-teman Shasa suka menunggu selama 1 jam di sekolah, kebanyakan memilih untuk keluar dari sekolah.

Seperti yang diceritakan Shasa, beberapa temannya biasanya memilih untuk melakukan kegiatan di luar sekolah. Ada yang suka ke Pasar Penampungan, ada yang memilih ke Toga Mas, ada yang jalan-jalan keluar. Kebetulan sekolah Shasa tak jauh lokasinya dari Pasar Penampungan, toko buku Toga Mas, dan beberapa toko-toko lainnya. Bahkan, tak jauh dari sekolah Shasa pun ada juga beberapa Warnet. Dan.., rupanya beberapa teman Shasa banyak juga yang memilih menunggu jadwal ekstra kurikuler di Warnet-Warnet itu.

Mendengar cerita Shasa, aku terlonjak kaget. Saat itu yang muncul adalah kecemasan dan pikiran buruk. Anak-anak ke Warnet sendiri, berselancar di dunia maya tanpa pengawasan..? Tiba-tiba aku merasa khawatir, bahwa tanpa pengawasan orang tua maka anak-anak itu dapat masuk ke 'dunia orang dewasa' lewat internet. Apakah orang tua mereka tahu dan memberikan ijin bagi anak-anak itu ke Warnet sendiri tanpa pengawasan ? Ataukah mereka tak tahu 'bahaya' yang mengancam jika membebaskan anak-anaknya bergelut dengan internet tanpa pengawasan ? Masya Allah... Aku pun buru-buru berpesan pada Shasa agar dia tak ikut-ikutan teman-temannya itu.

Aku berpesan agar selama menunggu jadwal ekstrakurikuler, Shasa tetap menunggu di sekolah saja. Terutama, jangan sampai ikut-ikutan teman-temannya ke Warnet. Kepada Shasa aku katakan bahwa internet itu berbahaya bagi anak-anak yang belum mengerti, karena banyak hal yang tak baik ada di internet. Oleh karena itu, anak-anak harus didampingi orang tuanya jika ingin menggunakan internet, karena orang tua yang tahu jika ada hal-hal yang tidak baik di internet itu. Saat aku menasehati seperti itu, Shasa tampaknya mau menerima. Dan kuharap saja dia benar-benar menuruti nasehatku. Sungguh, aku tak bisa membayangkan jika gerombolan anak-anak kecil itu ke Warnet, dan ternyata tanpa sengaja bisa mengakses ke tempat-tempat yang belum sepantasnya mereka lihat.... wah, ngeri sekali.

Aku tak berani menganggap remeh kemampuan anak-anak. Lewat Google mereka bisa mendapatkan 'segalanya' dan aku tak bisa menganggap mereka tak mengenal Google. Aku sendiri tak pernah ke Warnet..., jadi aku tak tahu apakah di Warnet sudah diproteksi dari situs-situs yang 'berbahaya' untuk anak-anak.

Jangan-jangan aku yang paranoid nih.... :{

Senin, 07 Desember 2009

Bunga Desember

Ada yang istimewa pada setiap bulan Desember. Pada setiap akhir tahun, selalu hadir bunga yang istimewa, Bunga Desember. Kehadirannya pada bulan Desember (atau terkadang sudah muncul sejak bulan Nopember).., mungkin itulah yang menyebabkannya diberi nama : Bunga Desember.

Bentuknya unik, terlihat bundar seperti bola berwarna merah menyala. Kalau kita memandangnya dengan seksama, wujud Bunga Desember sebenarnya hanya serupa serabut-serabut lunak dengan ujung bercabang-cabang dan warna putik kuning menyala pada setiap ujungnya.




Kalau pagi itu tak kulihat bunga itu di depan rumahku, nyaris aku lupa bahwa aku 'memilikinya'. Bunga Desember adalah bunga yang memiliki daya tahan hidup luar biasa. Pada bulan-bulan lainnya, keberadaannya seringkali dilupakan orang. Pada saat itu, Bunga Desember hanyalah berupa umbi yang tersembunyi di dalam tanah. Tak peduli walaupun tak ada yang memperhatikan dan merawatnya, umbi Bunga Desember tetap saja bertahan hidup. Sampai akhirnya, tibalah saatnya dia dapat kembali memamerkan hijau daunnya dan merah merona bunganya. Indah...

Melihat kehadiran Bunga Desember yang menyembul di antara hijau dedaunan di depan rumahku beberapa waktu yang lalu, dapat mengembalikan semangatku yang sempat terkikis. Daya tahan dan daya juang Bunga Desember telah menulariku di pagi itu. Warna merahnya mengembalikan lagi keceriaan hari-hariku.

Kehadiran (kembali) Bunga Desember di depan rumahku membuatku termenung sesaat. Andai senantiasa kumiliki semangat dan daya juang sang Bunga Desember, alangkah hebatnya. Andai kumiliki keikhlasan saat dilupakan dan kesetiaan untuk senantiasa hadir pada saatnya, alangkah indahnya. Namun kusadari... aku belumlah sehebat dan seindah Bunga Desember seperti yang kembali hadir di depan rumahku.

Bunga Desember

Ada yang istimewa pada setiap bulan Desember. Pada setiap akhir tahun, selalu hadir bunga yang istimewa, Bunga Desember. Kehadirannya pada bulan Desember (atau terkadang sudah muncul sejak bulan Nopember).., mungkin itulah yang menyebabkannya diberi nama : Bunga Desember.

Bentuknya unik, terlihat bundar seperti bola berwarna merah menyala. Kalau kita memandangnya dengan seksama, wujud Bunga Desember sebenarnya hanya serupa serabut-serabut lunak dengan ujung bercabang-cabang dan warna putik kuning menyala pada setiap ujungnya.




Kalau pagi itu tak kulihat bunga itu di depan rumahku, nyaris aku lupa bahwa aku 'memilikinya'. Bunga Desember adalah bunga yang memiliki daya tahan hidup luar biasa. Pada bulan-bulan lainnya, keberadaannya seringkali dilupakan orang. Pada saat itu, Bunga Desember hanyalah berupa umbi yang tersembunyi di dalam tanah. Tak peduli walaupun tak ada yang memperhatikan dan merawatnya, umbi Bunga Desember tetap saja bertahan hidup. Sampai akhirnya, tibalah saatnya dia dapat kembali memamerkan hijau daunnya dan merah merona bunganya. Indah...

Melihat kehadiran Bunga Desember yang menyembul di antara hijau dedaunan di depan rumahku beberapa waktu yang lalu, dapat mengembalikan semangatku yang sempat terkikis. Daya tahan dan daya juang Bunga Desember telah menulariku di pagi itu. Warna merahnya mengembalikan lagi keceriaan hari-hariku.

Kehadiran (kembali) Bunga Desember di depan rumahku membuatku termenung sesaat. Andai senantiasa kumiliki semangat dan daya juang sang Bunga Desember, alangkah hebatnya. Andai kumiliki keikhlasan saat dilupakan dan kesetiaan untuk senantiasa hadir pada saatnya, alangkah indahnya. Namun kusadari... aku belumlah sehebat dan seindah Bunga Desember seperti yang kembali hadir di depan rumahku.

Sabtu, 05 Desember 2009

Jadie : Tangis Tanpa Suara


Kembali membicarakan buku karya Torey Hayden yang kali ini judulnya adalah " Jadie : Tangis Tanpa Suara ". Seperti buku-buku sebelumnya, Torey menceritakan tentang pengalaman pribadinya saat menangani anak-anak "berkebutuhan khusus". Namun kali ini kisahnya lebih menegangkan dibandingkan buku-bukunya yang lain.


Kisah bermula saat Torey tiba-tiba tertarik untuk mengisi lowongan pekerjaan yang dimuat pada sebuah koran Minggu. Sebenarnya bukan lowongan yang dapat dikatakan istimewa, mengingat pada saat itu Torey sudah mapan dengan pekerjaannya sebagai koordinator riset dan terapis di Sandry Clinic. Ternyata, lowongan tengah tahun untuk mengajar di kelas anak-anak yang memiliki gangguan perilaku benar-benar membuatnya tertarik, sehingga pekerjaan di Sandry Clinic pun ditinggalkannya.

Akhirnya, Torey menjadi pengajar kelas pendidikan khusus di kota kecil Pecking. Murid yang harus dibantunya setiap hari hanya 4 orang, yaitu : Ruben (9 tahun) penderita autisme, Jadie (8 tahun) penderita kebisuan yang disengaja (elective mutism), Philip (6 tahun) kecanduan narkoba sejak dalam kandungan dan mengalami kegagalan dalam perkembangannya, serta yang terakhir adalah Jeremiah (8 tahun) yang sengaja ditempatkan di kelas khusus itu untuk menyelamatkannya dari penjara anak-anak.


Sebagaimana pengalaman sebelumnya, masa-masa awal memulai mengajar di kelas khusus membutuhkan kesabaran ekstra. Apalagi dengan gangguan perilaku yang beragam dari murid-muridnya. Namun kali ini perhatian Torey Hayden lebih banyak tertuju kepada satu-satunya murid perempuan di kelasnya, Jadie. Penyebabnya karena pada masa-masa sebelumnya Torey sudah banyak melakukan penelitian dalam kasus "elective mutism". Selain itu juga karena fisik Jadie yang seperti terlipat dua membuat Torey menduga bahwa Jadie mengidap Skoliosis (suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan, biasanya membentuk kurva "C" atau kurva "S".).


Setelah Jadie akhirnya mau bicara, justru apa yang dibicarakannya pada Torey adalah hal-hal yang sangat menakutkan, membingungkan dan tak masuk akal. Torey hanya bisa melihat tiga kemungkinan untuk menjelaskan 'misteri' kehidupan Jadie, yaitu :
  1. Jadie adalah anak yang sangat terganggu jiwanya, dunia dalam dirinya adalah gabungan dari halusinasi dan pikiran yang bersifat skizofrenia yang menakutkan dan terpecah-pecah
  2. Ia pernah mengalami kejadian yang menimbulkan trauma dan dikompensasikan dengan menciptakan dunia fantasi luar biasa yang melindunginya dari dunia nyata.
  3. Ia anak normal yang terperangkap jaringan pembunuhan dan penyiksaan yang sangat keji, namun tak ada orang yang percaya padanya. (hal 267)
Kehidupan Jadie seolah terselimuti misteri. Begitu banyak tabir yang tak dapat dikuak. Apalagi ternyata Jadie sebenarnya bukanlah penderita Skoliosis karena mampu berdiri tegak. Ketidakjelasan dan kurangnya bukti yang mendukung cerita Jadie, membuat Torey kesulitan mencari bantuan. Banyak celah yang tak masuk akal dalam cerita-cerita Jadie.

Walaupun kisah Jadie sangat membingungkan, namun Torey tahu bahwa Jadie sangat butuh pertolongan. Hal itu diketahui Torey dari cerita-cerita Jadie yang menyeramkan dan sulit dipercaya. Selain itu sebuah rekaman video yang dibuat Jadie secara sembunyi-sembunyi menguatkan hal itu ditambah dengan pernyataan Jadie yang menginginkan Torey sebagai Tuhan.
"Tolong aku," kata Jadie, nyaris mendesah. "Tolong aku, tolong aku, tolong aku, tolong aku, tolong aku.." Makin dekat dan lebih dekat lagi sampai yang terlihat di layar hanya sebentuk bibir mengucapkan kata yang sama berulang-ulang. (hal. 78)
"Tapi kau pasti bisa. Aku tahu kau bisa. Kau kan Tuhan." (hal. 318)
"Tapi aku ingin kau menjadi Tuhan," katanya, dan larut kembali dalam tangis. (hal. 319)
Masalah Jadie semakin rumit setelah ada indikasi mistik dan "aliran setan" di dalamnya. Beberapa cerita Jadie seolah mengarah pada ritual mistis aliran tertentu yang sangat mengerikan. Apalagi setelah boneka yang selama ini diidentikkan sebagai pengganti Torey, ternyata rusak terlindas ban mobil Torey. Kecurigaan tentang bagaimana boneka itu bisa sampai terlindas, membuat dugaan bahwa boneka itu adalah "voodoo". Hal itu tentu saja sangat meresahkan Torey.

Dugaan bahwa ada mistik dalam kehidupan Jadie semakin menguat setelah Torey mengetahui bahwa guru June (guru yang digantikan Torey) meninggal akibat bunuh diri. Pertanyaan mengapa guru June sampai bunuh diri benar-benar mengganggu Torey. Apakah dia bunuh diri karena frustrasi menghadapi masalah Jadie ? Ataukah dia tak sanggup menghadapi keanehan sikap Jadie yang cenderung 'menakutkan' ? Ataukah dia korban voodoo juga..?

Ketika akhirnya usaha 'penyelamatan' terhadap Jadie dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang (kepolisian dan dinas sosial), masih saja belum diperoleh bukti nyata tentang adanya penyiksaan atau pelecehan seksual. Torey bahkan sempat merasa takut jika apa yang diyakininya tentang masalah yang menimpa Jadie adalah salah. Namun secarik kertas dari Jadie yang bertuliskan "Terima Kasih" serta senyum di bibir Jadie meyakinkan Torey bahwa dia telah melakukan hal yang benar. Meskipun begitu, masih banyak misteri kehidupan Jadie yang tak mampu terpecahkan oleh Torey.

Penulis : Torey L. Hayden
Kategori : Non Fiksi
Penerbit : Qanita
Th. Terbit : 2004 (cetakan III)
Tebal : 512 halaman
Cover : Soft Cover
Harga : Rp. 15.000,- (diskon)