Senin, 31 Agustus 2009

Waktunya refreshing....

Setelah berkutat dengan rutinitas kegiatan kantor yang entah mengapa tak ada habisnya.., maka sekarang waktunya untuk refreshing dengan keluarga. Tak perlu keluar uang banyak (apalagi ini tanggal tua bagi PNS sepertiku hehehe..), yang penting hati gembira. Setuju kan ?

Aku dan suami memutuskan untuk mengajak Shasa jalan-jalan ke pinggiran kota. Ingin mencari udara segar, pemandangan yang indah dan suasana yang sejuk dan menyegarkan. Akhirnya, kami (lagi-lagi) menuju ke daerah Dungus Kabupaten Madiun. Karena memang tempat itulah yang terdekat dengan tempat tinggal kami. Meskipun berkali-kali kami kesana, namun pemandangan lereng Gunung Wilis itu tetap saja mempesona kami.

Kali ini kami tidak menuju suatu objek wisata tertentu. Kami hanya bermobil saja melewati hamparan sawah yang hijau membentang dan deretan hutan jati yang berjajar di sepanjang jalan. Segarnya udara benar-benar membuat hati dan pikiran kami ikutan segar juga...

Saat kami melewati sebuah jembatan, Shasa meminta untuk berhenti. Dia mengajak aku dan ayahnya untuk turun ke sungai yang ada di bawah jembatan itu. Awalnya aku menolak.., karena kulihat jalan turun ke sungai itu cukup terjal juga. Namun ayahnya meluluskan keinginan Shasa. Akhirnya setelah memarkir kendaraan tak jauh dari jembatan, kami pun turun ke sungai...

Shasa keasyikan bermain di antara batu-batuan yang ada di sungai itu. Dia asyik juga bermain air sungai yang masih tampak bening.... Bahkan, karena keasyikan Shasa tak mau diajak beranjak pulang. Maklum saja, bagi Shasa bermain di alam bebas memang merupakan hal yang jarang didapatkannya, sehingga saat kesempatan itu datang tak mudah baginya untuk melepaskannya.



Pemandangan selama perjalanan


Jembatan ini yang memaksa kami berhenti


Sungai ini yang menggoda Shasa untuk turun



Sebelum turun ke sungai, foto dulu dengan background sawah yang menghijau



Senengnya yang bisa turun ke sungai...



Akhirnya aku ikut turun juga...



Shasa yang bahagia bermain di sungai


Asyiknya bermain air...

Mungkin begitu juga dengan sebagian besar anak-anak di kota pada saat ini. Permainan di alam bebas mungkin sudah menjadi langka dan mahal. Lebih mudah dan murah jika bermain di Playstasion, Mall atau pusat-pusat perbelanjaan. Sementara di sebagian besar perumahan (seperti di perumahan tempat aku tinggal), tak menyediakan sarana bermain di alam terbuka bagi anak-anak.

Menyadari hal itu, maka kami membiarkan Shasa untuk memuaskan diri bermain di sungai itu. Meskipun yang dilakukan Shasa hanya berjalan-jalan di atas bebatuan dan sesekali bermain air, namun ternyata dia sangat menyukainya. Barulah setelah matahari semakin meninggi, Shasa mau diajak pulang.

Kapan ya kami bisa kembali bermain di alam bebas lagi... Hmmm, semoga kami bisa mengatur jadwal lagi agar bisa mengajak Shasa kembali ke alam yang indah ini... Semoga...

Waktunya refreshing....

Setelah berkutat dengan rutinitas kegiatan kantor yang entah mengapa tak ada habisnya.., maka sekarang waktunya untuk refreshing dengan keluarga. Tak perlu keluar uang banyak (apalagi ini tanggal tua bagi PNS sepertiku hehehe..), yang penting hati gembira. Setuju kan ?

Aku dan suami memutuskan untuk mengajak Shasa jalan-jalan ke pinggiran kota. Ingin mencari udara segar, pemandangan yang indah dan suasana yang sejuk dan menyegarkan. Akhirnya, kami (lagi-lagi) menuju ke daerah Dungus Kabupaten Madiun. Karena memang tempat itulah yang terdekat dengan tempat tinggal kami. Meskipun berkali-kali kami kesana, namun pemandangan lereng Gunung Wilis itu tetap saja mempesona kami.

Kali ini kami tidak menuju suatu objek wisata tertentu. Kami hanya bermobil saja melewati hamparan sawah yang hijau membentang dan deretan hutan jati yang berjajar di sepanjang jalan. Segarnya udara benar-benar membuat hati dan pikiran kami ikutan segar juga...

Saat kami melewati sebuah jembatan, Shasa meminta untuk berhenti. Dia mengajak aku dan ayahnya untuk turun ke sungai yang ada di bawah jembatan itu. Awalnya aku menolak.., karena kulihat jalan turun ke sungai itu cukup terjal juga. Namun ayahnya meluluskan keinginan Shasa. Akhirnya setelah memarkir kendaraan tak jauh dari jembatan, kami pun turun ke sungai...

Shasa keasyikan bermain di antara batu-batuan yang ada di sungai itu. Dia asyik juga bermain air sungai yang masih tampak bening.... Bahkan, karena keasyikan Shasa tak mau diajak beranjak pulang. Maklum saja, bagi Shasa bermain di alam bebas memang merupakan hal yang jarang didapatkannya, sehingga saat kesempatan itu datang tak mudah baginya untuk melepaskannya.



Pemandangan selama perjalanan


Jembatan ini yang memaksa kami berhenti


Sungai ini yang menggoda Shasa untuk turun



Sebelum turun ke sungai, foto dulu dengan background sawah yang menghijau



Senengnya yang bisa turun ke sungai...



Akhirnya aku ikut turun juga...



Shasa yang bahagia bermain di sungai


Asyiknya bermain air...

Mungkin begitu juga dengan sebagian besar anak-anak di kota pada saat ini. Permainan di alam bebas mungkin sudah menjadi langka dan mahal. Lebih mudah dan murah jika bermain di Playstasion, Mall atau pusat-pusat perbelanjaan. Sementara di sebagian besar perumahan (seperti di perumahan tempat aku tinggal), tak menyediakan sarana bermain di alam terbuka bagi anak-anak.

Menyadari hal itu, maka kami membiarkan Shasa untuk memuaskan diri bermain di sungai itu. Meskipun yang dilakukan Shasa hanya berjalan-jalan di atas bebatuan dan sesekali bermain air, namun ternyata dia sangat menyukainya. Barulah setelah matahari semakin meninggi, Shasa mau diajak pulang.

Kapan ya kami bisa kembali bermain di alam bebas lagi... Hmmm, semoga kami bisa mengatur jadwal lagi agar bisa mengajak Shasa kembali ke alam yang indah ini... Semoga...

Minggu, 30 Agustus 2009

Persahabatan yang abadi


Kali ini aku ingin menceritakan sebuah kisah dari sebuah film India (yups.. Bollywood punya !!) yang beberapa hari yang lalu tanpa sengaja aku saksikan di televisi. Sebenarnya malam itu, sepulang dari Taraweh aku mencari penayangan Konser Michael Jackson di Televisi. Pada saat gonta ganti channel itulah, tiba-tiba tanganku berhenti di channel TPI yang sedang menayangkan sebuah Film India.

Entah mengapa, aku yang sebenarnya tidak hobby nonton film tiba-tiba tertarik untuk mengikuti film itu, padahal mungkin sudah terlewat separo lebih. Tidak biasanya juga aku tertarik nonton film India, karena durasinya yang rata-rata lama dan penuh dengan 'kehebohan' tarian dan nyanyian itu. Terlebih lagi aku kurang suka juga dengan banyaknya adegan perkelahian yang hampir selalu ada pada setiap film India. Tapi... film yang satu ini sepertinya berbeda. Sepertinya di film itu tak ada adegan perkelahiannya. Kebetulan juga, di sisa film yang aku saksikan itu, aku sudah tidak kebagian adegan menari dan menyanyinya... ^_^

Film yang judulnya (yaitu Billu Barber) baru aku ketahui saat film selesai itu ternyata menarik, bahkan endingnya membuatku terharu. Sampai-sampai aku lupa kalau pada awalnya aku ingin menyaksikan Konser Michael Jackson dan malah menyaksikan Billu Barber..!!

Pada film itu diceritakan kisah tentang Billu, seorang warga desa yang sangat biasa dengan kehidupan yang juga biasa. Dia hidup dengan seorang istri dan 2 anaknya. Kehidupan mereka cukup memprihatinkan karena usaha Billu sebagai tukang potong rambut makin sepi dari hari ke hari. Kemunduran usahanya itu disebabkan karena kios yang dipakainya sangat memprihatinkan dan sudah ketinggalan jaman, bahkan kursi yang dipakai untuk pelanggannya sudah sangat reyot dan seringkali patah.

Kehidupan Billu dilalui tanpa banyak peristiwa sampai akhirnya seorang Superstar Bollywood Sahir Khan (yang diperankan oleh Shahrukh Khan) datang ke desanya untuk syuting film. Kejadian tersebut sangat langka terjadi di desa yang miskin itu. Seluruh desa heboh karena semua mengidolakan sang Superstar. Semua ingin menemui sang Superstar.

Suatu ketika Billu berkata kepada keluarganya bahwa ia mengenal Sahir saat kecil, tapi dia tak pernah menjelaskan bagaimana hubungan mereka. Kemudian anak-anaknya menyebarkan berita pertemanan sang ayah dengan sang Superstar itu kepada penduduk desa. Mengetahui bahwa Billu adalah teman Sahir, dalam sekejap status Billu berubah. Dia menjadi sangat dihormati dan menjadi pusat perhatian.

Semua orang ingin dia menemui Sahir, sang Superstar. Orang-orang yang sebelumnya menolaknya kini menganggapnya sebagai teman dekat dengan harapan agar mereka dapat dikenalkan pada Sahir. Billu menolak pertemanan itu dan mengatakan bahwa tak mungkin baginya mengenalkan Sahir pada penduduk desanya. Billu merasa tidak sederajat dengan Sahir. Selain itu Billu takut jika ternyata Sahir tak lagi mengenalnya. Namun penduduk desa tidak mau peduli, semua menuntutnya membawa Sahir kepada mereka.

Seorang rentenir membuatkannya sebuah kursi dan merenovasi semua peralatan cukurnya secara gratis asalkan Sahir bisa ditemui. Kepala sekolah membebaskan SPP anak-anaknya asalkan Sahir mau datang ke sekolahnya. Setiap kali istrinya belanja di pasar sering pula diberi gratisan. Pelanggan cukur semakin berduyun-duyun karena ingin dipotong rambutnya ala Sahir. Semua itu membuat kehidupan Billu menjadi semakin makmur.

Sebenarnya Billu sudah menempuh berbagai cara untuk menemui sang superstar, tapi gagal. Semua itu membuatnya menyerah. Maka ketika saat syuting hampir berakhir dan Billu tidak kunjung membawa Sahir kepada orang-orang yang sudah membiayai hidupnya, keadaan berubah kembali. Satu persatu kehidupannya kembali seperti dulu. Dia dituduh berbohong tentang pertemannya dengan Sahir, bahkan istri dan anak-anaknya mulai meragukannya dan membencinya. Namun, Billu tetap memilih diam saja dan tidak menceritakan tentang bagaimana sejatinya hubungan pertemannya dengan Sahir.

Setelah Billu tidak dapat memenuhi janjinya mendatangkan Sahir ke sekolah, maka Kepala sekolah datang sendiri ke tempat syuting. Dia meminta Sahir mau datang ke sekolahnya untuk memberikan motivasi kepada murid-muridnya agar giat belajar. Maklumlah, banyak murid-muridnya yang mengidolakan Sahir. Ternyata Sahir menyetujuinya.

Pada hari Sahir datang ke sekolah, seluruh warga tumpah ruah memenuhi sekolah itu untuk melihat sang idolanya dari dekat, kecuali Billu dan istrinya. Tetapi setelah si istri memohon dengan amat sangat akhirnya mereka berdua berangkat ke sekolah. Sayangnya mereka sedikit terlambat datang ke sekolah sehingga hanya bisa melihat dari luar pagar sekolah.

Pada saat Sahir diminta memberikan sambutan, Sahir menceritakan bahwa dia dulu miskin dan bukan siapa-siapa. Tapi dia memiliki seorang sahabat yang sangat spesial bernama Billu. Sahir bahkan menceritakan betapa sebenarnya Billu sangat peduli padanya dan berperan besar dalam kesuksesannya menjadi Superstar. Pernah Billu menjual perhiasan yang dimilikinya untuk membiayai Sahir ke Mumbai untuk menggapai mimpinya menjadi Superstar. Sayangnya saat Sahir telah berhasil menjadi Superstar, dia tak mampu menemukan jejak sahabat yang sangat dicintainya, Billu.

Billu, yang saat itu berdiri di luar pagar sekolah, tak menyangka sama sekali bahwa Sahir sahabat masa kecilnya yang sudah menjadi seorang Superstar tetap mengingat setiap detil persahabatan mereka. Billu kemudian memilih untuk meninggalkan sekolah itu dan kembali pulang ke rumah. Dia bahkan tak berminat untuk menemui dan menampakkan keberadaannya pada Sahir. Sementara itu, penduduk desa segera menyadari kesalahan mereka. Dan mengingat betapa indahnya persahabatan antara Sahir dan Billu yang tak lekang dimakan waktu meski telah kehilangan kontak selama bertahun-tahun, maka penduduk desa mengantarkan Sahir ke rumah Billu. Akhirnya..., kedua sahabat itu kembali bertemu dalam suasana yang sangat mengharukan.

Sungguh teman..., aku terharu sekali dengan akhir cerita film tersebut. Oke, aku mengaku... bahwa aku sempat menitikkan air mata saat menyaksikan pengakuan Sahir tentang persahabatannya dengan Billu. Aku juga sangat terharu bahwa Billu selama ini tetap memilih diam dan tak menceritakan sedikitpun, bahkan kepada keluarganya pun tidak, tentang 'jasa-jasa'nya di balik kesuksesan seorang Superstar, Sahir.

Semoga persahabatan antara Bellu dan Sahir, meskipun hanya fiktif belaka, mampu membuat kita menghargai persahabatan yang telah kita jalin bersama sahabat-sabahat kita. Sahabat adalah orang yang mampu menerima kita apa adanya, tanpa menuntut lebih. Persahabatan itu tulus..., persahabatan itu indah... dan keindahan persahabatan itu tetap terasa meskipun tak ada hal spesial yang dilakukan. Karena persahabatan adalah penerimaan dan itu dapat dirasakan di hati...


 

Persahabatan yang abadi


Kali ini aku ingin menceritakan sebuah kisah dari sebuah film India (yups.. Bollywood punya !!) yang beberapa hari yang lalu tanpa sengaja aku saksikan di televisi. Sebenarnya malam itu, sepulang dari Taraweh aku mencari penayangan Konser Michael Jackson di Televisi. Pada saat gonta ganti channel itulah, tiba-tiba tanganku berhenti di channel TPI yang sedang menayangkan sebuah Film India.

Entah mengapa, aku yang sebenarnya tidak hobby nonton film tiba-tiba tertarik untuk mengikuti film itu, padahal mungkin sudah terlewat separo lebih. Tidak biasanya juga aku tertarik nonton film India, karena durasinya yang rata-rata lama dan penuh dengan 'kehebohan' tarian dan nyanyian itu. Terlebih lagi aku kurang suka juga dengan banyaknya adegan perkelahian yang hampir selalu ada pada setiap film India. Tapi... film yang satu ini sepertinya berbeda. Sepertinya di film itu tak ada adegan perkelahiannya. Kebetulan juga, di sisa film yang aku saksikan itu, aku sudah tidak kebagian adegan menari dan menyanyinya... ^_^

Film yang judulnya (yaitu Billu Barber) baru aku ketahui saat film selesai itu ternyata menarik, bahkan endingnya membuatku terharu. Sampai-sampai aku lupa kalau pada awalnya aku ingin menyaksikan Konser Michael Jackson dan malah menyaksikan Billu Barber..!!

Pada film itu diceritakan kisah tentang Billu, seorang warga desa yang sangat biasa dengan kehidupan yang juga biasa. Dia hidup dengan seorang istri dan 2 anaknya. Kehidupan mereka cukup memprihatinkan karena usaha Billu sebagai tukang potong rambut makin sepi dari hari ke hari. Kemunduran usahanya itu disebabkan karena kios yang dipakainya sangat memprihatinkan dan sudah ketinggalan jaman, bahkan kursi yang dipakai untuk pelanggannya sudah sangat reyot dan seringkali patah.

Kehidupan Billu dilalui tanpa banyak peristiwa sampai akhirnya seorang Superstar Bollywood Sahir Khan (yang diperankan oleh Shahrukh Khan) datang ke desanya untuk syuting film. Kejadian tersebut sangat langka terjadi di desa yang miskin itu. Seluruh desa heboh karena semua mengidolakan sang Superstar. Semua ingin menemui sang Superstar.

Suatu ketika Billu berkata kepada keluarganya bahwa ia mengenal Sahir saat kecil, tapi dia tak pernah menjelaskan bagaimana hubungan mereka. Kemudian anak-anaknya menyebarkan berita pertemanan sang ayah dengan sang Superstar itu kepada penduduk desa. Mengetahui bahwa Billu adalah teman Sahir, dalam sekejap status Billu berubah. Dia menjadi sangat dihormati dan menjadi pusat perhatian.

Semua orang ingin dia menemui Sahir, sang Superstar. Orang-orang yang sebelumnya menolaknya kini menganggapnya sebagai teman dekat dengan harapan agar mereka dapat dikenalkan pada Sahir. Billu menolak pertemanan itu dan mengatakan bahwa tak mungkin baginya mengenalkan Sahir pada penduduk desanya. Billu merasa tidak sederajat dengan Sahir. Selain itu Billu takut jika ternyata Sahir tak lagi mengenalnya. Namun penduduk desa tidak mau peduli, semua menuntutnya membawa Sahir kepada mereka.

Seorang rentenir membuatkannya sebuah kursi dan merenovasi semua peralatan cukurnya secara gratis asalkan Sahir bisa ditemui. Kepala sekolah membebaskan SPP anak-anaknya asalkan Sahir mau datang ke sekolahnya. Setiap kali istrinya belanja di pasar sering pula diberi gratisan. Pelanggan cukur semakin berduyun-duyun karena ingin dipotong rambutnya ala Sahir. Semua itu membuat kehidupan Billu menjadi semakin makmur.

Sebenarnya Billu sudah menempuh berbagai cara untuk menemui sang superstar, tapi gagal. Semua itu membuatnya menyerah. Maka ketika saat syuting hampir berakhir dan Billu tidak kunjung membawa Sahir kepada orang-orang yang sudah membiayai hidupnya, keadaan berubah kembali. Satu persatu kehidupannya kembali seperti dulu. Dia dituduh berbohong tentang pertemannya dengan Sahir, bahkan istri dan anak-anaknya mulai meragukannya dan membencinya. Namun, Billu tetap memilih diam saja dan tidak menceritakan tentang bagaimana sejatinya hubungan pertemannya dengan Sahir.

Setelah Billu tidak dapat memenuhi janjinya mendatangkan Sahir ke sekolah, maka Kepala sekolah datang sendiri ke tempat syuting. Dia meminta Sahir mau datang ke sekolahnya untuk memberikan motivasi kepada murid-muridnya agar giat belajar. Maklumlah, banyak murid-muridnya yang mengidolakan Sahir. Ternyata Sahir menyetujuinya.

Pada hari Sahir datang ke sekolah, seluruh warga tumpah ruah memenuhi sekolah itu untuk melihat sang idolanya dari dekat, kecuali Billu dan istrinya. Tetapi setelah si istri memohon dengan amat sangat akhirnya mereka berdua berangkat ke sekolah. Sayangnya mereka sedikit terlambat datang ke sekolah sehingga hanya bisa melihat dari luar pagar sekolah.

Pada saat Sahir diminta memberikan sambutan, Sahir menceritakan bahwa dia dulu miskin dan bukan siapa-siapa. Tapi dia memiliki seorang sahabat yang sangat spesial bernama Billu. Sahir bahkan menceritakan betapa sebenarnya Billu sangat peduli padanya dan berperan besar dalam kesuksesannya menjadi Superstar. Pernah Billu menjual perhiasan yang dimilikinya untuk membiayai Sahir ke Mumbai untuk menggapai mimpinya menjadi Superstar. Sayangnya saat Sahir telah berhasil menjadi Superstar, dia tak mampu menemukan jejak sahabat yang sangat dicintainya, Billu.

Billu, yang saat itu berdiri di luar pagar sekolah, tak menyangka sama sekali bahwa Sahir sahabat masa kecilnya yang sudah menjadi seorang Superstar tetap mengingat setiap detil persahabatan mereka. Billu kemudian memilih untuk meninggalkan sekolah itu dan kembali pulang ke rumah. Dia bahkan tak berminat untuk menemui dan menampakkan keberadaannya pada Sahir. Sementara itu, penduduk desa segera menyadari kesalahan mereka. Dan mengingat betapa indahnya persahabatan antara Sahir dan Billu yang tak lekang dimakan waktu meski telah kehilangan kontak selama bertahun-tahun, maka penduduk desa mengantarkan Sahir ke rumah Billu. Akhirnya..., kedua sahabat itu kembali bertemu dalam suasana yang sangat mengharukan.

Sungguh teman..., aku terharu sekali dengan akhir cerita film tersebut. Oke, aku mengaku... bahwa aku sempat menitikkan air mata saat menyaksikan pengakuan Sahir tentang persahabatannya dengan Billu. Aku juga sangat terharu bahwa Billu selama ini tetap memilih diam dan tak menceritakan sedikitpun, bahkan kepada keluarganya pun tidak, tentang 'jasa-jasa'nya di balik kesuksesan seorang Superstar, Sahir.

Semoga persahabatan antara Bellu dan Sahir, meskipun hanya fiktif belaka, mampu membuat kita menghargai persahabatan yang telah kita jalin bersama sahabat-sabahat kita. Sahabat adalah orang yang mampu menerima kita apa adanya, tanpa menuntut lebih. Persahabatan itu tulus..., persahabatan itu indah... dan keindahan persahabatan itu tetap terasa meskipun tak ada hal spesial yang dilakukan. Karena persahabatan adalah penerimaan dan itu dapat dirasakan di hati...


 

Sabtu, 29 Agustus 2009

Dari balik jendela


Dalam bulan Agustus ini, aku sudah 3 kali bolak balik Madiun - Jakarta dengan menggunakan Kereta Api. Selama itu pula, aku sedapat mungkin memilih tempat duduk di dekat jendela. Meskipun sebagian besar waktu perjalananku malam hari, dan pemandangan dari balik jendela tak bisa aku nikmati, namun aku tetap suka berada di dekat jendela. (gambar diambil dari sini).

Saat pagi menjelang, aku dapat melihat banyak hal dari balik jendela. Begitu banyak potret kehidupan yang tertangkap olehku. Potret suram dari kehidupan kelas menengah kebawah. Potret tentang kerasnya kehidupan sebagian dari masyarakat kita.

Sebagian besar pemandangan yang tersaji di kanan kiri rel kereta api bukanlah pemandangan yang menyenangkan. Meskipun tetap saja masih ada pemandangan sawah yang hijau membentang, tapi itu pun tidak banyak lagi terlihat. Jikalau ada pemandangan tentang indahnya komplek-komplek perumahan dan pertokoan yang megah berdiri, tapi dengan segera tergantikan oleh gambaran buram kemiskinan. Dan, gambaran yang terakhir inilah yang lebih mendominasi pemandangan pagiku yang singkat.

Tak bisa kulepaskan dari pikiranku, gambaran rumah-rumah petak yang berjajar rapat di sepanjang sisi rel Kereta Api. Rumah-rumah yang beratapkan seng, berdinding triplek atau anyaman bambu dan sedikit batako, dan seringkali 'berhias' dengan potongan spanduk-spanduk yang berguna untuk menutup bagian bangunan lainnya. Tidak menyenangkan untuk dipandang.., namun itulah kenyataan yang tersaji di depan mataku.
(gambar diambil dari sini)

Belum lagi pemandangan wanita-wanita yang mencuci baju di sungai kecil yang tak lagi bersih, di dekat perkampungan yang padat penduduknya. Tak jauh dari sana ada sekelompok anak yang mandi bersama di sungai kecil itu. Dan, pemandangan seperti itu masih dilengkapi dengan 'bangunan' ala kadarnya dari anyaman bambu untuk tempat buang hajat.

Wajah anak-anak yang lugu dan polos banyak terekam olehku. Anak-anak yang tampil dengan wajah kotor dan baju dekilnya berdiri menatap lajunya Kereta Api. Sementara sebagian yang lebih besar, berjalan kaki disepanjang sisi rel Kereta Api menuju ke sekolah masing-masing. Banyak pula laki-laki dewasa berjalan dengan membawa karung di pundak berangkat memulai kerja mereka. Pemandangan pagi seperti itulah yang terekam dari balik jendela Kereta Api-ku.

Masih dari balik jendela pula, aku pernah melihat seorang laki-laki pemulung tua, yang duduk di antara barang-barang hasil kerjanya sedang mencoba membuat makanan di samping rumah kardusnya di bawah jembatan. Entah mengapa, yang terbayang saat itu adalah, si pemulung tua telah menemukan daging sisa makanan dari suatu tempat sampah, dan setelah dibersihkannya... daging itu dicoba untuk kembali direbusnya...! Sungguh, aku tak ingin bayangan itu yang hadir di benakku... namun aku tak mampu mengusir bayangan itu pergi...

Aku ingin memotret dunia yang lebih ramah dan menyenangkan dari balik jendela Kereta Api-ku. Namun, sejauh ini aku tak mampu menemukannya. Mungkin dunia yang ada di dekat rel Kereta Api memang seperti itu. Sementara dunia yang ramah yang ingin aku temukan tak akan dapat aku lihat dari balik jendela Kereta Api-ku.

Dari balik jendela


Dalam bulan Agustus ini, aku sudah 3 kali bolak balik Madiun - Jakarta dengan menggunakan Kereta Api. Selama itu pula, aku sedapat mungkin memilih tempat duduk di dekat jendela. Meskipun sebagian besar waktu perjalananku malam hari, dan pemandangan dari balik jendela tak bisa aku nikmati, namun aku tetap suka berada di dekat jendela. (gambar diambil dari sini).

Saat pagi menjelang, aku dapat melihat banyak hal dari balik jendela. Begitu banyak potret kehidupan yang tertangkap olehku. Potret suram dari kehidupan kelas menengah kebawah. Potret tentang kerasnya kehidupan sebagian dari masyarakat kita.

Sebagian besar pemandangan yang tersaji di kanan kiri rel kereta api bukanlah pemandangan yang menyenangkan. Meskipun tetap saja masih ada pemandangan sawah yang hijau membentang, tapi itu pun tidak banyak lagi terlihat. Jikalau ada pemandangan tentang indahnya komplek-komplek perumahan dan pertokoan yang megah berdiri, tapi dengan segera tergantikan oleh gambaran buram kemiskinan. Dan, gambaran yang terakhir inilah yang lebih mendominasi pemandangan pagiku yang singkat.

Tak bisa kulepaskan dari pikiranku, gambaran rumah-rumah petak yang berjajar rapat di sepanjang sisi rel Kereta Api. Rumah-rumah yang beratapkan seng, berdinding triplek atau anyaman bambu dan sedikit batako, dan seringkali 'berhias' dengan potongan spanduk-spanduk yang berguna untuk menutup bagian bangunan lainnya. Tidak menyenangkan untuk dipandang.., namun itulah kenyataan yang tersaji di depan mataku.
(gambar diambil dari sini)

Belum lagi pemandangan wanita-wanita yang mencuci baju di sungai kecil yang tak lagi bersih, di dekat perkampungan yang padat penduduknya. Tak jauh dari sana ada sekelompok anak yang mandi bersama di sungai kecil itu. Dan, pemandangan seperti itu masih dilengkapi dengan 'bangunan' ala kadarnya dari anyaman bambu untuk tempat buang hajat.

Wajah anak-anak yang lugu dan polos banyak terekam olehku. Anak-anak yang tampil dengan wajah kotor dan baju dekilnya berdiri menatap lajunya Kereta Api. Sementara sebagian yang lebih besar, berjalan kaki disepanjang sisi rel Kereta Api menuju ke sekolah masing-masing. Banyak pula laki-laki dewasa berjalan dengan membawa karung di pundak berangkat memulai kerja mereka. Pemandangan pagi seperti itulah yang terekam dari balik jendela Kereta Api-ku.

Masih dari balik jendela pula, aku pernah melihat seorang laki-laki pemulung tua, yang duduk di antara barang-barang hasil kerjanya sedang mencoba membuat makanan di samping rumah kardusnya di bawah jembatan. Entah mengapa, yang terbayang saat itu adalah, si pemulung tua telah menemukan daging sisa makanan dari suatu tempat sampah, dan setelah dibersihkannya... daging itu dicoba untuk kembali direbusnya...! Sungguh, aku tak ingin bayangan itu yang hadir di benakku... namun aku tak mampu mengusir bayangan itu pergi...

Aku ingin memotret dunia yang lebih ramah dan menyenangkan dari balik jendela Kereta Api-ku. Namun, sejauh ini aku tak mampu menemukannya. Mungkin dunia yang ada di dekat rel Kereta Api memang seperti itu. Sementara dunia yang ramah yang ingin aku temukan tak akan dapat aku lihat dari balik jendela Kereta Api-ku.

Jumat, 28 Agustus 2009

Alhamdulillah.... It's Friday...!

Alhamdulillah..., It's Friday..! Sungguh, aku sangat menantikan hari ini. Setelah seminggu lamanya aku berkutat dengan kesibukanku, kini aku punya waktu untuk sedikit bersantai. Aku ingin menikmati hari ini untuk menyegarkan diri, melakukan hal-hal yang aku sukai dan melepaskan semua beban yang telah aku pikul selama seminggu ini.


Memang, pekerjaan kantor sedang menuntut perhatian lebih. Sementara waktu mengerjakannya berkurang, karena jam kerja pada bulan Ramadhan ini dipersingkat, masuk sedikit lebih siang, dan jam pulang pun diajukan. Dengan waktu di kantor yang semakin terbatas, maka beberapa pekerjaan harus dilaksanakan dengan ekstra cepat agar tidak tertumpuk dengan pekerjaan baru lainnya.

graphics it%253b%2527 friday Pictures, Images and Photos

Tak bisa dipungkiri, bahwa mau tak mau pekerjaan kantor telah menyita perhatian dan pikiranku. Makanya, beberapa hari yang lalu saat Bos-ku memintaku untuk ke Jakarta (lagi) aku tidak serta merta mengiyakan. Terus terang aku malas banget pergi ke Jakarta pada saat puasa begini. Setelah beberapa hari aku mengulur-ulur waktu, akhirnya pada hari Rabu yang lalu Bos-ku menanyakan (lagi) kapan aku berangkat ke Jakarta untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.


Sebenarnya sih, urusan pekerjaan ke Jakarta itu sudah aku urus via telpon. Surat yang berkaitan dengan hal itu juga sudah aku email ke Jakarta. Namun rupanya Bos-ku belum puas kalau surat itu tidak aku antarkan langsung ke Jakarta. Padahal, saat aku konfirmasi langsung dengan Jakarta, surat itu bisa dikirimkan via titipan kilat yang ada di kotaku. Saat aku menjelaskan hal itu, Bos-ku tetap bersikeras agar aku berangkat ke Jakarta.


Melihat keenggananku, Bos-ku mengatakan bahwa sebaiknya aku ke Jakarta naik Pesawat saja. Selama ini memang transportasi yang dipergunakan untuk perjalanan dinas ke Jakarta (sesuai dengan yang dianggarkan) adalah Kereta Api. Dengan berbagai pertimbangan, usulan dari Bos-ku aku tolak, dengan alasan aku takut naik pesawat. Bos-ku tetap saja mencoba mempengaruhi aku agar aku mau naik pesawat dan bisa segera berangkat ke Jakarta.


Melihat kegigihan Bos-ku, akhirnya aku berangkat juga ke Jakarta. Tapi.., tidak naik pesawat, dan tetap naik Kereta Api seperti biasanya. Rabu malam itu jam 20.00 WIB aku berangkat ke Jakarta dengan naik KA Bima. Aku sudah niatkan akan tetap menjalankan puasa selama aku melakukan perjalanan dinas ke Jakarta kali ini.


Kamis pagi, jam 07.00 WIB aku menginjakkan kaki di Stasiun Gambir. Dari situlah, aku berangkat memulai tugasku di Jakarta. Alhamdulillah, tugas-tugasku dapat berjalan dengan lancar dan puasaku tetap dapat aku jalankan dengan baik. Jam 15.00 WIB aku sudah berada di Stasiun Gambir lagi untuk menunggu kedatangan kereta yang akan membawaku kembali pulang ke Madiun.


Selama perjalanan dari Madiun-Jakarta pulang pergi, aku sudah berniat jika aku pulang nanti, aku akan membuang penat dengan menyempatkan diri untuk blogging lagi. Setelah beberapa hari aku terpaksa meninggalkan blogging, karena kesibukan yang tak mampu aku tinggalkan, ternyata aku sangat merindukan Blog dan aku merindukan teman-teman dunia mayaku !!


Akhirnya, Jumat pagi pukul 03.00 WIB aku sudah kembali di Madiun. Huff... leganya..!! Setelah istirahat sejenak, jam 08.00 WIB aku sudah berada kembali di kantor untuk kembali beraktivitas dan melaporkan hasil perjalanan dinasku ke Jakarta. Pulang kantor.., aku bisa membayar hutang tidurku..!! Aku ingin benar-benar istirahat siang hari ini dan malamnya aku ingin blogging lagi...


Alhamdulillah..., It's Friday..!! Friday Graphic #20 Itu berarti besok aku libur, dan aku bisa leluasa berselancar kembali di dunia maya untuk menyegarkan diri lagi. Baru aku sadari bahwa blogging adalah salah satu sarana bagiku untuk refreshing..!! Dan, mulai malam ini sampai Minggu malam aku bisa punya waktu luang untuk bersenang-senang dengan blogging. Alhamdulillah..., meskipun setelah itu aku tak tahu apakah aku punya waktu untuk blogging lagi... Yang penting, aku nikmati yang ada pada saat ini dulu..

Alhamdulillah.... It's Friday...!

Alhamdulillah..., It's Friday..! Sungguh, aku sangat menantikan hari ini. Setelah seminggu lamanya aku berkutat dengan kesibukanku, kini aku punya waktu untuk sedikit bersantai. Aku ingin menikmati hari ini untuk menyegarkan diri, melakukan hal-hal yang aku sukai dan melepaskan semua beban yang telah aku pikul selama seminggu ini.


Memang, pekerjaan kantor sedang menuntut perhatian lebih. Sementara waktu mengerjakannya berkurang, karena jam kerja pada bulan Ramadhan ini dipersingkat, masuk sedikit lebih siang, dan jam pulang pun diajukan. Dengan waktu di kantor yang semakin terbatas, maka beberapa pekerjaan harus dilaksanakan dengan ekstra cepat agar tidak tertumpuk dengan pekerjaan baru lainnya.

graphics it%253b%2527 friday Pictures, Images and Photos

Tak bisa dipungkiri, bahwa mau tak mau pekerjaan kantor telah menyita perhatian dan pikiranku. Makanya, beberapa hari yang lalu saat Bos-ku memintaku untuk ke Jakarta (lagi) aku tidak serta merta mengiyakan. Terus terang aku malas banget pergi ke Jakarta pada saat puasa begini. Setelah beberapa hari aku mengulur-ulur waktu, akhirnya pada hari Rabu yang lalu Bos-ku menanyakan (lagi) kapan aku berangkat ke Jakarta untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.


Sebenarnya sih, urusan pekerjaan ke Jakarta itu sudah aku urus via telpon. Surat yang berkaitan dengan hal itu juga sudah aku email ke Jakarta. Namun rupanya Bos-ku belum puas kalau surat itu tidak aku antarkan langsung ke Jakarta. Padahal, saat aku konfirmasi langsung dengan Jakarta, surat itu bisa dikirimkan via titipan kilat yang ada di kotaku. Saat aku menjelaskan hal itu, Bos-ku tetap bersikeras agar aku berangkat ke Jakarta.


Melihat keenggananku, Bos-ku mengatakan bahwa sebaiknya aku ke Jakarta naik Pesawat saja. Selama ini memang transportasi yang dipergunakan untuk perjalanan dinas ke Jakarta (sesuai dengan yang dianggarkan) adalah Kereta Api. Dengan berbagai pertimbangan, usulan dari Bos-ku aku tolak, dengan alasan aku takut naik pesawat. Bos-ku tetap saja mencoba mempengaruhi aku agar aku mau naik pesawat dan bisa segera berangkat ke Jakarta.


Melihat kegigihan Bos-ku, akhirnya aku berangkat juga ke Jakarta. Tapi.., tidak naik pesawat, dan tetap naik Kereta Api seperti biasanya. Rabu malam itu jam 20.00 WIB aku berangkat ke Jakarta dengan naik KA Bima. Aku sudah niatkan akan tetap menjalankan puasa selama aku melakukan perjalanan dinas ke Jakarta kali ini.


Kamis pagi, jam 07.00 WIB aku menginjakkan kaki di Stasiun Gambir. Dari situlah, aku berangkat memulai tugasku di Jakarta. Alhamdulillah, tugas-tugasku dapat berjalan dengan lancar dan puasaku tetap dapat aku jalankan dengan baik. Jam 15.00 WIB aku sudah berada di Stasiun Gambir lagi untuk menunggu kedatangan kereta yang akan membawaku kembali pulang ke Madiun.


Selama perjalanan dari Madiun-Jakarta pulang pergi, aku sudah berniat jika aku pulang nanti, aku akan membuang penat dengan menyempatkan diri untuk blogging lagi. Setelah beberapa hari aku terpaksa meninggalkan blogging, karena kesibukan yang tak mampu aku tinggalkan, ternyata aku sangat merindukan Blog dan aku merindukan teman-teman dunia mayaku !!


Akhirnya, Jumat pagi pukul 03.00 WIB aku sudah kembali di Madiun. Huff... leganya..!! Setelah istirahat sejenak, jam 08.00 WIB aku sudah berada kembali di kantor untuk kembali beraktivitas dan melaporkan hasil perjalanan dinasku ke Jakarta. Pulang kantor.., aku bisa membayar hutang tidurku..!! Aku ingin benar-benar istirahat siang hari ini dan malamnya aku ingin blogging lagi...


Alhamdulillah..., It's Friday..!! Friday Graphic #20 Itu berarti besok aku libur, dan aku bisa leluasa berselancar kembali di dunia maya untuk menyegarkan diri lagi. Baru aku sadari bahwa blogging adalah salah satu sarana bagiku untuk refreshing..!! Dan, mulai malam ini sampai Minggu malam aku bisa punya waktu luang untuk bersenang-senang dengan blogging. Alhamdulillah..., meskipun setelah itu aku tak tahu apakah aku punya waktu untuk blogging lagi... Yang penting, aku nikmati yang ada pada saat ini dulu..

Minggu, 23 Agustus 2009

Belajar Puasa


Alhamdulillah, tahun ini adalah tahun keempat bagi Shasa belajar puasa. Dulu waktu Shasa masih di Taman Kanak-kanak, setiap aku dan suami makan sahur, pasti Shasa juga ikut kami bangunkan, walaupun susahnya minta ampun... Namun Shasa hanya menemani makan sahur saja, karena dia belum sanggup untuk ikut puasa.


Pertama kali Shasa belajar puasa saat kelas 1 SD. Itupun Shasa masih puasa setengah hari, saat Dzuhur berbuka puasa dan dilanjutkan lagi puasa sampai Maghrib. Awalnya sulit juga mengajari Shasa berpuasa, apalagi Shasa termasuk anak yang kuat makan dan kuat minum (sesuai banget dengan badannya yang gemuk itu hehehe...). Aku ingat sekali, baru jam 9 pagi Shasa sudah mengeluh kehausan. Kalau masalah kelaparan masih bisa sedikit ditahan olehnya, tapi begitu merasa kehausan... Shasa langsung kelabakan.

Memasuki kelas 2 SD, pada minggu pertama Shasa masih puasa sampai Dzuhur. Namun selanjutnya Shasa mencoba untuk puasa sehari penuh dan... Alhamdulillah kuat. Meskipun tetap saja Shasa ribut kehausan setelah waktu menunjukkan di atas pukul 3 sore. Untungnya setelah dibujuk dan dirayu..., Shasa bisa bertahan juga sampai Maghrib tiba.


Sayang sekali, pada pertengahan minggu ketiga, Shasa tertular penyakit cacar air dariku. Puasa Ramadhan tahun 2007 yang lalu memang menyisakan 'kenangan' tak terlupakan bagi kami sekeluarga. Karena kami (aku, suami dan Shasa) terkena cacar air. Awalnya aku yang tertular penyakit itu dari teman sekantor, kemudian menular pada Shasa dan yang terakhir menular pada suamiku. Alhasil..., saat Idhul Fitri tiba, kami sekeluarga hadir dengan muka yang penuh bekas cacar...


Karena penyakit cacar itu, Shasa akhirnya tak mampu menyelesaikan puasa Ramadhannya. Selama hampir 2 minggu lamanya, Shasa menderita penyakit itu. Untung saja sekolah libur cukup lama sebelum Idhul Fitri, sehingga Shasa tidak harus 'bolos' sekolah terlalu lama.


Saat kelas 3 SD, Shasa kembali berpuasa sehari penuh. Kali ini bukan tanpa godaan, karena tetap saja Shasa tergoda untuk minum. Maklum saja, puasa Ramadhan tahun kemarin benar-benar dijalani dalam cuaca yang sangat panas. Begitu panasnya sampai-sampai kipas angin tak pernah berhenti berputar seharian penuh. Namun begitu, dengan perjuangan yang ekstra keras..., akhirnya Shasa berhasil juga menyelesaikan puasanya.


Dan kini di tahun keempatnya belajar puasa, Shasa sudah semakin mudah menjalaninya. Aku juga tak terlalu sulit membangunkannya di pagi hari untuk makan sahur. Dan, selama 2 hari ini Shasa tidak mengeluh kelaparan dan kehausan lagi. Yang masih dilakukan Shasa hanyalah bertanya kapan waktu berbuka tiba. ^_^


Semoga saja pada Ramadhan tahun ini Shasa sudah semakin mampu menjalani ibadah puasanya dengan lebih baik lagi. Amin... Mohon doanya ya.., agar proses belajar Shasa dapat berjalan lancar dan semoga saja Shasa dapat memetik banyak pelajaran dari prosesnya belajar puasa tahun ini.

Belajar Puasa


Alhamdulillah, tahun ini adalah tahun keempat bagi Shasa belajar puasa. Dulu waktu Shasa masih di Taman Kanak-kanak, setiap aku dan suami makan sahur, pasti Shasa juga ikut kami bangunkan, walaupun susahnya minta ampun... Namun Shasa hanya menemani makan sahur saja, karena dia belum sanggup untuk ikut puasa.


Pertama kali Shasa belajar puasa saat kelas 1 SD. Itupun Shasa masih puasa setengah hari, saat Dzuhur berbuka puasa dan dilanjutkan lagi puasa sampai Maghrib. Awalnya sulit juga mengajari Shasa berpuasa, apalagi Shasa termasuk anak yang kuat makan dan kuat minum (sesuai banget dengan badannya yang gemuk itu hehehe...). Aku ingat sekali, baru jam 9 pagi Shasa sudah mengeluh kehausan. Kalau masalah kelaparan masih bisa sedikit ditahan olehnya, tapi begitu merasa kehausan... Shasa langsung kelabakan.

Memasuki kelas 2 SD, pada minggu pertama Shasa masih puasa sampai Dzuhur. Namun selanjutnya Shasa mencoba untuk puasa sehari penuh dan... Alhamdulillah kuat. Meskipun tetap saja Shasa ribut kehausan setelah waktu menunjukkan di atas pukul 3 sore. Untungnya setelah dibujuk dan dirayu..., Shasa bisa bertahan juga sampai Maghrib tiba.


Sayang sekali, pada pertengahan minggu ketiga, Shasa tertular penyakit cacar air dariku. Puasa Ramadhan tahun 2007 yang lalu memang menyisakan 'kenangan' tak terlupakan bagi kami sekeluarga. Karena kami (aku, suami dan Shasa) terkena cacar air. Awalnya aku yang tertular penyakit itu dari teman sekantor, kemudian menular pada Shasa dan yang terakhir menular pada suamiku. Alhasil..., saat Idhul Fitri tiba, kami sekeluarga hadir dengan muka yang penuh bekas cacar...


Karena penyakit cacar itu, Shasa akhirnya tak mampu menyelesaikan puasa Ramadhannya. Selama hampir 2 minggu lamanya, Shasa menderita penyakit itu. Untung saja sekolah libur cukup lama sebelum Idhul Fitri, sehingga Shasa tidak harus 'bolos' sekolah terlalu lama.


Saat kelas 3 SD, Shasa kembali berpuasa sehari penuh. Kali ini bukan tanpa godaan, karena tetap saja Shasa tergoda untuk minum. Maklum saja, puasa Ramadhan tahun kemarin benar-benar dijalani dalam cuaca yang sangat panas. Begitu panasnya sampai-sampai kipas angin tak pernah berhenti berputar seharian penuh. Namun begitu, dengan perjuangan yang ekstra keras..., akhirnya Shasa berhasil juga menyelesaikan puasanya.


Dan kini di tahun keempatnya belajar puasa, Shasa sudah semakin mudah menjalaninya. Aku juga tak terlalu sulit membangunkannya di pagi hari untuk makan sahur. Dan, selama 2 hari ini Shasa tidak mengeluh kelaparan dan kehausan lagi. Yang masih dilakukan Shasa hanyalah bertanya kapan waktu berbuka tiba. ^_^


Semoga saja pada Ramadhan tahun ini Shasa sudah semakin mampu menjalani ibadah puasanya dengan lebih baik lagi. Amin... Mohon doanya ya.., agar proses belajar Shasa dapat berjalan lancar dan semoga saja Shasa dapat memetik banyak pelajaran dari prosesnya belajar puasa tahun ini.

Sabtu, 22 Agustus 2009

Indahnya perhatian

Jumat kemarin rasanya aku malas banget berangkat ke kantor. Selain karena badan capek setelah pergi ke Jakarta beberapa hari yang lalu, juga karena Shasa libur sekolah menjelang puasa Ramadhan..! Hanya saja.., saat mengingat kesibukan di kantor yang sedang padat saat ini, maka mau tak mau aku harus masuk juga. Akhirnya aku telpon seorang teman di kantor dan mengatakan bahwa aku tidak ikut acara Olah Raga di kantor, sehingga aku bisa berangkat sedikit terlambat.

Pada hari Jumat, jadwal Olah Raga dimulai pada pukul 06.30 WIB. Karena dari awal sudah niat tidak ikut Olah Raga, maka aku berangkat dari rumah pukul 06.45 WIB. Dalam perjalanan ke kantor tiba-tiba HPku bergetar, menandakan ada pesan singkat yang masuk. Segera aku membukanya, siapa tahu ada pekerjaan kantor yang harus segera aku kerjakan. Pesan itu walaupun sangat singkat tapi mampu menyentuh hatiku.

"Bu Reni..., kok belum datang..? Ibu baek-baek aja kan..?"
Sebuah pesan singkat yang dikirimkan oleh salah satu dari anggota tim kerjaku. Membaca pesan yang sarat dengan perhatian itu, membuatku terharu. Ternyata mereka perhatian juga terhadapku. Aku baru datang terlambat sedikit saja (biasanya aku sangat tepat waktu soalnya..) mereka sudah menanyakan keberadaanku.


Sewaktu aku sampai di kantor, dia yang tadi mengirimkan pesan singkatnya padaku bercerita bahwa tadi pagi anggota tim kerjaku sudah bertanya-tanya melihat meja kerjaku masih kosong. Lantas, mereka sepakat akan segera menghubungi aku segera setelah acara olah raga selesai.


Seorang anggota tim kerjaku yang lain mengatakan bahwa sejak Kamis aku sudah kelihatan sangat kelelahan sepulang dari Jakarta. Memang sih.., aku datang dari Jakarta (Kamis, 20 Agustus 2009) jam 03.30 WIB dan pagi itu juga aku langsung berangkat ke kantor. Mungkin memang pada hari Kamis itu aku sudah kelihatan kelelahan, sehingga saat Jumat aku datang terlambat di kantor mereka menduga aku jatuh sakit karena kelelahan...


Menyadari besarnya perhatian dari anggota tim kerjaku itu membuatku sangat terharu. Alhamdulillah.., kebersamaan yang selama ini kubangun diantara kami telah membuahkan hasilnya. Meskipun sebagian besar anggota tim kerjaku masih baru, ternyata kami sudah bisa kompak dan solid bukan hanya dalam urusan pekerjaan, namun juga dalam keseharian.


Sungguh.., dalam kondisi kelelahan seperti ini.., perhatian kecil yang diberikan oleh teman-temanku sungguh sangat menyegarkan. Betapa indahnya perhatian.., walau itu hanya sekedar berwujud pertanyaan seputar kabar saja... Bahkan mungkin saja anggota tim kerjaku yang menyempatkan kirim pesan singkat itu tidak menyadari betapa besar arti pesan singkatnya itu buatku.

Dari contoh kejadian yang aku alami itu, mari kita senantiasa ingat untuk memberikan perhatian kepada orang lain.., walaupun itu mungkin hanya berwujud sebuah sapaan saja. Kita tak akan pernah tahu, bahwa hal kecil yang kita lakukan ternyata sangat besar artinya dan mampu memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Siapa sih orangnya yang tidak suka jika diperhatikan ?
Aku yakin pasti jawabnya adalah : tidak ada !! Pertanyaannya sekarang adalah, sudahkah kita memberikan perhatian kita kepada orang lain hari ini ?

Gambar diambil dari sini

Indahnya perhatian

Jumat kemarin rasanya aku malas banget berangkat ke kantor. Selain karena badan capek setelah pergi ke Jakarta beberapa hari yang lalu, juga karena Shasa libur sekolah menjelang puasa Ramadhan..! Hanya saja.., saat mengingat kesibukan di kantor yang sedang padat saat ini, maka mau tak mau aku harus masuk juga. Akhirnya aku telpon seorang teman di kantor dan mengatakan bahwa aku tidak ikut acara Olah Raga di kantor, sehingga aku bisa berangkat sedikit terlambat.

Pada hari Jumat, jadwal Olah Raga dimulai pada pukul 06.30 WIB. Karena dari awal sudah niat tidak ikut Olah Raga, maka aku berangkat dari rumah pukul 06.45 WIB. Dalam perjalanan ke kantor tiba-tiba HPku bergetar, menandakan ada pesan singkat yang masuk. Segera aku membukanya, siapa tahu ada pekerjaan kantor yang harus segera aku kerjakan. Pesan itu walaupun sangat singkat tapi mampu menyentuh hatiku.

"Bu Reni..., kok belum datang..? Ibu baek-baek aja kan..?"
Sebuah pesan singkat yang dikirimkan oleh salah satu dari anggota tim kerjaku. Membaca pesan yang sarat dengan perhatian itu, membuatku terharu. Ternyata mereka perhatian juga terhadapku. Aku baru datang terlambat sedikit saja (biasanya aku sangat tepat waktu soalnya..) mereka sudah menanyakan keberadaanku.


Sewaktu aku sampai di kantor, dia yang tadi mengirimkan pesan singkatnya padaku bercerita bahwa tadi pagi anggota tim kerjaku sudah bertanya-tanya melihat meja kerjaku masih kosong. Lantas, mereka sepakat akan segera menghubungi aku segera setelah acara olah raga selesai.


Seorang anggota tim kerjaku yang lain mengatakan bahwa sejak Kamis aku sudah kelihatan sangat kelelahan sepulang dari Jakarta. Memang sih.., aku datang dari Jakarta (Kamis, 20 Agustus 2009) jam 03.30 WIB dan pagi itu juga aku langsung berangkat ke kantor. Mungkin memang pada hari Kamis itu aku sudah kelihatan kelelahan, sehingga saat Jumat aku datang terlambat di kantor mereka menduga aku jatuh sakit karena kelelahan...


Menyadari besarnya perhatian dari anggota tim kerjaku itu membuatku sangat terharu. Alhamdulillah.., kebersamaan yang selama ini kubangun diantara kami telah membuahkan hasilnya. Meskipun sebagian besar anggota tim kerjaku masih baru, ternyata kami sudah bisa kompak dan solid bukan hanya dalam urusan pekerjaan, namun juga dalam keseharian.


Sungguh.., dalam kondisi kelelahan seperti ini.., perhatian kecil yang diberikan oleh teman-temanku sungguh sangat menyegarkan. Betapa indahnya perhatian.., walau itu hanya sekedar berwujud pertanyaan seputar kabar saja... Bahkan mungkin saja anggota tim kerjaku yang menyempatkan kirim pesan singkat itu tidak menyadari betapa besar arti pesan singkatnya itu buatku.

Dari contoh kejadian yang aku alami itu, mari kita senantiasa ingat untuk memberikan perhatian kepada orang lain.., walaupun itu mungkin hanya berwujud sebuah sapaan saja. Kita tak akan pernah tahu, bahwa hal kecil yang kita lakukan ternyata sangat besar artinya dan mampu memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Siapa sih orangnya yang tidak suka jika diperhatikan ?
Aku yakin pasti jawabnya adalah : tidak ada !! Pertanyaannya sekarang adalah, sudahkah kita memberikan perhatian kita kepada orang lain hari ini ?

Gambar diambil dari sini

Kamis, 20 Agustus 2009

Kenangan di akhir perjalanan


Gambar diambil dari sini

Kemarin aku kembali mendapatkan perintah tugas ke Jakarta. Sama seperti sebelumnya, aku hanya 1 hari di Jakarta. Pagi datang dan sore langsung kembali pulang. Sebenarnya..., acara dinas ke Jakarta tidak memakan waktu lama.., yang lama justru perjalanan dari Madiun ke Jakarta pulang pergi. Satu hal yang aku syukuri adalah aku masih diberi nikmat sehat olehNYA. Alhamdulillah... Padahal pada bulan Agustus ini pekerjaan kantorku sedang sangat padat, bahkan aku harus bepergian ke luar kota selama 3 kali (ke Jakarta 2 kali dan ke Malang 1 kali).


Semula direncanakan temanku (yang aku ceritakan dalam Misteri Cinta) berkeinginan menemuiku di Stasiun Gambir pada pukul 15.30 WIB. Namun Allah berkehendak lain, karena tiba-tiba saja temanku itu berhalangan dan tidak bisa menemuiku. Dia meneleponku dengan perasaan kecewa, namun kami tak dapat mengelak dari keputusanNYA. Mungkin memang saat itu bukan waktu yang tepat bagi kami untuk bertemu.


Pada saat aku menunggu di Stasiun Gambir itulah aku merasakan sebuah 'keajaiban' dari Allah. Aku yang termangu pada saat itu, entah mengapa terlintas dalam benakku ingatan akan seorang adik kelasku waktu SMP, Dyah namanya. Meskipun dia satu tingkat di bawahku, tapi hubungan kami sangat akrab bahkan dia pun akrab juga dengan suamiku (yang saat itu teman sekelasku). Dia adalah salah satu 'pendukung' utama suamiku yang saat itu sedang gencar mendekati aku.

Sayang sekali, jarak kemudian sedikit demi sedikit memisahkan kami. Selepas SMA, kami berpisah. Kebetulan Dyah tak melanjutkan kuliah, dan memilih bekerja di Jakarta selepas SMA. Sejak saat itu kami jarang bertemu, dan komunikasi di antara kami hanya terjalin lewat surat yang sesekali datang. Lama kelamaan, terbentur dengan kesibukan masing-masing akhirnya kami putus hubungan sama sekali, apalagi saat itu kami belum mengenal Handphone sebagai media komunikasi. Terkahir kali aku bertemu dengannya adalah saat aku menikah 11 tahun yang lalu.... Hmm, lama juga ternyata.


Sambil menunggu datangnya kereta, aku mencoba mengingat segala kenanganku dengannya. Aku mencoba mengais semua ingatan yang telah terpendam sekian lama. Akhirnya sedikit demi sedikit gambaran masa lalu tersaji juga dalam benakku. Mengingatnya membuatku menjadi ingin tahu tentang keberadaannya saat ini. Apakah dia masih di Jakarta ? Apakah dia sudah berkeluarga ? Dan... masih banyak pertanyaan lain yang berlompatan di benakku.


Bunyi pengumuman akan masukknya kereta api yang aku tunggu membawaku kembali pada dunia nyata. Perlahan aku berdiri dan bersiap untuk kembali pulang. Aku ikut berjejalan dengan banyaknya calon penumpang yang sedang bersiap menunggu datangnya kereta. Tanpa sengaja, mataku menangkap sepasang mata yang tengah menatapku lekat. Aku mencoba memastikan siapa gerangan yang tengah berdiri tak jauh dariku dan menatapku sedemikian itu.


Setelah beberapa detik aku perhatikan, aku sangat terkejut menghadapi kenyataan. Masya Allah..., Dyah yang sejak tadi aku pikirkan... kini berdiri di hadapanku !! Allahu Akbar..!! Sungguh besar kuasaNYA.. Setelah sekian tahun kami berpisah tanpa kabar sama sekali kini kami bisa bertemu lagi. Aku sungguh tak menyangka, di suatu tempat pada luasnya Jakarta dan diantara jutaan penduduknya... aku benar-benar bisa menemukan teman lama yang sudah lama tak ada kabarnya.


Kami kemudian berpelukan untuk melepaskan rasa kangen yang telah menumpuk sekian lama. Ternyata, Dyah sebelumnya melihatku berjalan menuju ke tempat kereta akan datang. Namun dia tak berani menegurku terlebih dahulu, karena takut salah. Tentu saja dia tak pernah menduga bisa bertemu denganku di Jakarta !! Kami hanya bisa saling bertukar kabar dan nomor telepon saja.., karena tak lama kemudian kereta yang aku tunggu sudah datang. Walau hanya sesaat, namun pertemuan itu sungguh berharga bagi kami berdua.


Meskipun kali ini Allah tak mempertemukan aku dengan temanku (tokoh dalam Misteri Cinta) itu, namun Allah telah menggantinya dengan sesuatu yang tak kalah berartinya bagiku. Alhamdulillah..., perjalananku ke Jakarta kali ini kembali menyisakan kesan istimewa di hati.

Kenangan di akhir perjalanan


Gambar diambil dari sini

Kemarin aku kembali mendapatkan perintah tugas ke Jakarta. Sama seperti sebelumnya, aku hanya 1 hari di Jakarta. Pagi datang dan sore langsung kembali pulang. Sebenarnya..., acara dinas ke Jakarta tidak memakan waktu lama.., yang lama justru perjalanan dari Madiun ke Jakarta pulang pergi. Satu hal yang aku syukuri adalah aku masih diberi nikmat sehat olehNYA. Alhamdulillah... Padahal pada bulan Agustus ini pekerjaan kantorku sedang sangat padat, bahkan aku harus bepergian ke luar kota selama 3 kali (ke Jakarta 2 kali dan ke Malang 1 kali).


Semula direncanakan temanku (yang aku ceritakan dalam Misteri Cinta) berkeinginan menemuiku di Stasiun Gambir pada pukul 15.30 WIB. Namun Allah berkehendak lain, karena tiba-tiba saja temanku itu berhalangan dan tidak bisa menemuiku. Dia meneleponku dengan perasaan kecewa, namun kami tak dapat mengelak dari keputusanNYA. Mungkin memang saat itu bukan waktu yang tepat bagi kami untuk bertemu.


Pada saat aku menunggu di Stasiun Gambir itulah aku merasakan sebuah 'keajaiban' dari Allah. Aku yang termangu pada saat itu, entah mengapa terlintas dalam benakku ingatan akan seorang adik kelasku waktu SMP, Dyah namanya. Meskipun dia satu tingkat di bawahku, tapi hubungan kami sangat akrab bahkan dia pun akrab juga dengan suamiku (yang saat itu teman sekelasku). Dia adalah salah satu 'pendukung' utama suamiku yang saat itu sedang gencar mendekati aku.

Sayang sekali, jarak kemudian sedikit demi sedikit memisahkan kami. Selepas SMA, kami berpisah. Kebetulan Dyah tak melanjutkan kuliah, dan memilih bekerja di Jakarta selepas SMA. Sejak saat itu kami jarang bertemu, dan komunikasi di antara kami hanya terjalin lewat surat yang sesekali datang. Lama kelamaan, terbentur dengan kesibukan masing-masing akhirnya kami putus hubungan sama sekali, apalagi saat itu kami belum mengenal Handphone sebagai media komunikasi. Terkahir kali aku bertemu dengannya adalah saat aku menikah 11 tahun yang lalu.... Hmm, lama juga ternyata.


Sambil menunggu datangnya kereta, aku mencoba mengingat segala kenanganku dengannya. Aku mencoba mengais semua ingatan yang telah terpendam sekian lama. Akhirnya sedikit demi sedikit gambaran masa lalu tersaji juga dalam benakku. Mengingatnya membuatku menjadi ingin tahu tentang keberadaannya saat ini. Apakah dia masih di Jakarta ? Apakah dia sudah berkeluarga ? Dan... masih banyak pertanyaan lain yang berlompatan di benakku.


Bunyi pengumuman akan masukknya kereta api yang aku tunggu membawaku kembali pada dunia nyata. Perlahan aku berdiri dan bersiap untuk kembali pulang. Aku ikut berjejalan dengan banyaknya calon penumpang yang sedang bersiap menunggu datangnya kereta. Tanpa sengaja, mataku menangkap sepasang mata yang tengah menatapku lekat. Aku mencoba memastikan siapa gerangan yang tengah berdiri tak jauh dariku dan menatapku sedemikian itu.


Setelah beberapa detik aku perhatikan, aku sangat terkejut menghadapi kenyataan. Masya Allah..., Dyah yang sejak tadi aku pikirkan... kini berdiri di hadapanku !! Allahu Akbar..!! Sungguh besar kuasaNYA.. Setelah sekian tahun kami berpisah tanpa kabar sama sekali kini kami bisa bertemu lagi. Aku sungguh tak menyangka, di suatu tempat pada luasnya Jakarta dan diantara jutaan penduduknya... aku benar-benar bisa menemukan teman lama yang sudah lama tak ada kabarnya.


Kami kemudian berpelukan untuk melepaskan rasa kangen yang telah menumpuk sekian lama. Ternyata, Dyah sebelumnya melihatku berjalan menuju ke tempat kereta akan datang. Namun dia tak berani menegurku terlebih dahulu, karena takut salah. Tentu saja dia tak pernah menduga bisa bertemu denganku di Jakarta !! Kami hanya bisa saling bertukar kabar dan nomor telepon saja.., karena tak lama kemudian kereta yang aku tunggu sudah datang. Walau hanya sesaat, namun pertemuan itu sungguh berharga bagi kami berdua.


Meskipun kali ini Allah tak mempertemukan aku dengan temanku (tokoh dalam Misteri Cinta) itu, namun Allah telah menggantinya dengan sesuatu yang tak kalah berartinya bagiku. Alhamdulillah..., perjalananku ke Jakarta kali ini kembali menyisakan kesan istimewa di hati.

Rabu, 19 Agustus 2009

It's so simple....


Sebagai ibu yang bekerja, maka aku harus pandai-pandai membagi waktu dalam mengurus rumah, apalagi aku tak punya pembantu rumah tangga. Untung saja selama ini Shasa dan suamiku sedikit-sedikit mau membantuku. Namun, terus terang saja sebenarnya ada pekerjaan yang tidak aku suka, yaitu membersihkan teras..!


Sebenarnya, terasku kecil saja dan sangat cepat untuk dibersihkan. Namun.., semenjak beberapa hari yang lalu aku segan melakukannya karena pada lantai terasku selalu kotor terkena olie. Selama ini mobil kami memang terparkir di teras, karena kami tak punya garasi. Kebetulan, mobil kami adalah mobil tua, dan mungkin juga perlu diservis... namun karena kami belum bisa membawanya ke bengkel, maka tiap hari lantai teras kami selalu ternoda oleh tetesan olie. Menyebalkan sekali..!! Kegiatan membersihkan olie itulah yang tidak aku sukai. Semuanya kemudian berubah setelah beberapa hari yang lalu aku mendapatkan "ilmu" secara tak terduga dari suamiku.... ^_^


Selama ini aku membersihkannya dengan mengepel lantai itu. Tapi... sulit sekali bersihnya, karena bagian lantai yang sebenarnya tak terkena olie jadi kotor juga. Pada saat aku sedang sangat rajin, bekas olie itu aku gosok-gosok dulu sampai bersih, baru kemudian aku pel. Tapi tetap saja tak bisa bersih. Pokoknya membersihkan teras memerlukan waktu yang lama sekali bagiku dan hasilnya tak bisa maksimal.

Beberapa hari yang lalu aku tak sempat membersihkannya, dan meminta tolong suamiku untuk melakukannya. Suamiku dengan entengnya mengiyakan dan berkata akan mencari pasir dulu untuk membersihkannya. Meskipun dalam hati aku bertanya-tanya, tapi aku diam saja. Dan benar saja, saat aku pulang, teras sudah dalam keadaan bersih. Namun aku tak bertanya pada suamiku bagaimana dia melakukannya. Aku hanya mengira bahwa dia membersihkannya dengan menggunakan sikat lantai, karena kulihat sikat itu telah berpindah tempat dari biasanya.


Dan... kemarin saat aku membersihkan lantai teras, aku mencoha melakukan apa yang mungkin telah dilakukan suamiku. Pertama, aku ambil pasir dan kemudian pasir itu aku taburkan di atas lantai yang ternoda olie. Aku ambil sikat lantai, kemudian lantai yang penuh pasir itu aku gosok-gosok. Tak memakan waktu lama, noda olie terangkat bersama pasir. Langkah terakhir adalah... membersihkan pasir itu dengan menyapunya. Astaga... !! Lantai terasku langsung terlihat bersih dari noda olie bahkan tanpa perlu diguyur air.


Aku tersenyum sendiri... It's so simple... !! Sesuatu yang selama ini terasa berat bagiku ternyata sebenarnya sangat mudah untuk dilakukan. Aku kemudian merasa malu dalam hati. Mungkin saja aku adalah seorang ibu yang bekerja, yang merasa memiliki banyak ilmu dan ketrampilan.. tapi ternyata untuk urusan membersihkan teras rumah dari noda olie pun aku tak lebih pandai dari suamiku.. ^_^


Inilah gambaran manusia..., yang tak layak merasa lebih tinggi dan lebih pandai dari lainnya. Mungkin untuk beberapa hal aku memiliki ilmu yang lebih daripada yang lain, tapi ternyata masih banyak hal yang belum aku kuasai ilmunya. Bahkan untuk hal-hal sepele, yang dianggap tak penting dan mungkin dipandang sebelah mata oleh orang lain pun, ada ilmunya. Tanpa ilmu itu.., siapapun tak akan mampu melakukannya dengan baik. Jadi tak pantaslah kita merasa lebih tinggi dari orang lain.., karena masih banyak ilmu yang kita pelajari dalam kehidupan ini.


Alangkah indahnya jika saat ilmu itu kita dapatkan.., dan dengan tersenyum kita akan berkata : "It's so simple...!!"


Gambar diambil dari sini