Jumat, 27 November 2009

Kenanganku tentang guruku (2)

Gambar diambil dari sini

Aku merasa, guru-guruku SD sangat peduli dan perhatian pada murid-muridnya. Aku yang waktu kecil sering sakit amandel, sering kena marah guru-guruku jika aku ketahuan membeli es dan makanan kecil lainnya yang dapat membuat sakit amandelku kambuh. Aku juga pernah membuat masalah 'besar' di sekolah. Saat itu kelas 4 SD, kami sekelas berseteru. Entah mengapa, anak-anak perempuan dan anak-anak laki-laki berseteru. Dan.., untuk kelompok perempuan, akulah yang jadi 'ketua'nya. Perseteruan itu akhirnya diketahui oleh guruku, sehingga aku dan temanku yang jadi 'ketua'nya anak laki-laki (Edy namanya) didamaikan di hadapan teman sekelas. Kalau ingat kejadian itu malu juga... hehehe.

Ada juga kejadian yang menurutku lucu. Selama SD, aku mempunyai sahabat karib yang kebetulan juga tetanggaku, Lelly namanya. Kami sangat dekat, seolah nyaris tak terpisahkan. Bahkan sempat ada anggapan : "dimana ada Reni, disitu ada Lelly". Kedekatan kami sampai ke batin juga lho. Contohnya saja, jika kami hendak pergi bersama teman-teman yang lain, aku tahu baju apa yang akan dipakainya. Sebaliknya dia juga begitu, sehingga seringkali kami muncul berdua dengan baju senada, meskipun kami tidak janjian sebelumnya.

Kedekatan kami rupanya membuat guru-guru mengkhawatirkan kami. Karena takut kami jadi saling ketergantungan satu sama lain, guru-guruku 'memisahkan' kami. Kami tak boleh lagi duduk sebangku. Kami tak boleh lagi bekerja dalam satu kelompok. Bahkan, aku dan Lelly seringkali ditunjuk menjadi ketua kelompok kami masing-masing. Itu saja belum cukup. Dalam kegiatan Pramuka, kami juga 'dipisahkan'. Lagi-lagi kami dijadikan ketua regu kami masing-masing/

Awalnya tentu saja kami tak paham apa maksud perlakuan guru kami itu. Namun lama kelamaan, kami mampu memahami alasan guru-guru kami. Selain agar kami tidak saling tergantung, rupanya guru-guru kami sengaja mempersiapkan mental jika kami tak bisa sama-sama selamanya. Guru-guru kami khawatir jika kami akan menjadi down dan patah semangat jika saat perpisahan itu terjadi.

Perhatian dari guru-gurunya membuatku suka bersekolah disana. Aku mencintai sepenuhnya guru-guruku yang hangat dan bersahabat. Saking cintanya aku pada guru-guruku, pernah suatu kali aku masuk ke dalam Ruang Guru dan mencatat data guru yang ada di papan data sekolah. Aku mencatat semua data tentang tanggal lahir dan alamat guru-guruku. Jika ternyata ada guruku yang berulang tahun, aku biasanya meminta ibuku untuk membuatkan kue ulang tahun. Selanjutnya, aku mengajak beberapa temanku untuk ke rumah guruku itu mengantarkan kue buat beliau. Demikian juga kalau ada guruku yang sakit, aku akan mengajak teman-temanku untuk membezuknya.

Acara berkunjung ke rumah guruku sudah bukan hal aneh bagiku dan teman-temanku. Kami datang ke rumah guru-guru kami itu hanya untuk ngobrol. Semua guru-ku di SD benar-benar sangat bersahabat sehingga kami dapat leluasa bercerita apa saja dengan guru-guru kami. Bahkan, ada guru yang sudah seperti kakak bagi kami sehingga kami bisa curhat dan bertukar pikiran dengan leluasa.

Bercerita tentang guru-guruku SD tak akan ada habisnya. Terlalu banyak kenangan manis yang tak terlupakan. Sekelumit kenanganku bersama guru SD-ku ini secara tiba-tiba hadir saat guru-guru di Indonesia merayakan "Hari Guru". Selamat Hari Guru untuk semua pendidik Indonesia, semoga dapat membimbing dan mendidik anak-anak Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan berkualitas. Semoga...

Kenanganku tentang guruku (2)

Gambar diambil dari sini

Aku merasa, guru-guruku SD sangat peduli dan perhatian pada murid-muridnya. Aku yang waktu kecil sering sakit amandel, sering kena marah guru-guruku jika aku ketahuan membeli es dan makanan kecil lainnya yang dapat membuat sakit amandelku kambuh. Aku juga pernah membuat masalah 'besar' di sekolah. Saat itu kelas 4 SD, kami sekelas berseteru. Entah mengapa, anak-anak perempuan dan anak-anak laki-laki berseteru. Dan.., untuk kelompok perempuan, akulah yang jadi 'ketua'nya. Perseteruan itu akhirnya diketahui oleh guruku, sehingga aku dan temanku yang jadi 'ketua'nya anak laki-laki (Edy namanya) didamaikan di hadapan teman sekelas. Kalau ingat kejadian itu malu juga... hehehe.

Ada juga kejadian yang menurutku lucu. Selama SD, aku mempunyai sahabat karib yang kebetulan juga tetanggaku, Lelly namanya. Kami sangat dekat, seolah nyaris tak terpisahkan. Bahkan sempat ada anggapan : "dimana ada Reni, disitu ada Lelly". Kedekatan kami sampai ke batin juga lho. Contohnya saja, jika kami hendak pergi bersama teman-teman yang lain, aku tahu baju apa yang akan dipakainya. Sebaliknya dia juga begitu, sehingga seringkali kami muncul berdua dengan baju senada, meskipun kami tidak janjian sebelumnya.

Kedekatan kami rupanya membuat guru-guru mengkhawatirkan kami. Karena takut kami jadi saling ketergantungan satu sama lain, guru-guruku 'memisahkan' kami. Kami tak boleh lagi duduk sebangku. Kami tak boleh lagi bekerja dalam satu kelompok. Bahkan, aku dan Lelly seringkali ditunjuk menjadi ketua kelompok kami masing-masing. Itu saja belum cukup. Dalam kegiatan Pramuka, kami juga 'dipisahkan'. Lagi-lagi kami dijadikan ketua regu kami masing-masing/

Awalnya tentu saja kami tak paham apa maksud perlakuan guru kami itu. Namun lama kelamaan, kami mampu memahami alasan guru-guru kami. Selain agar kami tidak saling tergantung, rupanya guru-guru kami sengaja mempersiapkan mental jika kami tak bisa sama-sama selamanya. Guru-guru kami khawatir jika kami akan menjadi down dan patah semangat jika saat perpisahan itu terjadi.

Perhatian dari guru-gurunya membuatku suka bersekolah disana. Aku mencintai sepenuhnya guru-guruku yang hangat dan bersahabat. Saking cintanya aku pada guru-guruku, pernah suatu kali aku masuk ke dalam Ruang Guru dan mencatat data guru yang ada di papan data sekolah. Aku mencatat semua data tentang tanggal lahir dan alamat guru-guruku. Jika ternyata ada guruku yang berulang tahun, aku biasanya meminta ibuku untuk membuatkan kue ulang tahun. Selanjutnya, aku mengajak beberapa temanku untuk ke rumah guruku itu mengantarkan kue buat beliau. Demikian juga kalau ada guruku yang sakit, aku akan mengajak teman-temanku untuk membezuknya.

Acara berkunjung ke rumah guruku sudah bukan hal aneh bagiku dan teman-temanku. Kami datang ke rumah guru-guru kami itu hanya untuk ngobrol. Semua guru-ku di SD benar-benar sangat bersahabat sehingga kami dapat leluasa bercerita apa saja dengan guru-guru kami. Bahkan, ada guru yang sudah seperti kakak bagi kami sehingga kami bisa curhat dan bertukar pikiran dengan leluasa.

Bercerita tentang guru-guruku SD tak akan ada habisnya. Terlalu banyak kenangan manis yang tak terlupakan. Sekelumit kenanganku bersama guru SD-ku ini secara tiba-tiba hadir saat guru-guru di Indonesia merayakan "Hari Guru". Selamat Hari Guru untuk semua pendidik Indonesia, semoga dapat membimbing dan mendidik anak-anak Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan berkualitas. Semoga...

Rabu, 25 November 2009

Kenanganku tentang guruku (1)

Gambar diambil dari sini

Selamat Hari Guru untuk rekan-rekan blogger yang berprofesi sebagai pendidik. Hari Guru yang diperingati pada hari ini (25 Nopember 2009), yang bertepatan dengan hari lahir PGRI, merupakan wujud penghargaan terhadap para guru. Sampai saat ini Guru masih digelari sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa".

Aku sendiri mempunyai kenangan manis dengan guruku, khususnya guru Sekolah Dasarku. Memang, dibandingkan dengan guru-guruku yang lain, guru-guru SD-ku memiliki tempat istimewa di hatiku. Selama 6 tahun dalam bimbingan guru-guru SD-ku, banyak kejadian menyenangkan dan kegiatan yang dibuat khusus untuk kami. Semuanya tak terlupakan, bahkan hingga kini.

Dalam benak anak kelas 1 SD saat itu, pelajaran membaca, menulis dan berhitung terasa sangat sulit. Namun, guruku kelas 1 (Bu Darni namanya) dengan sangat telaten mengajari kami. Bahkan untuk memudahkan kami belajar berhitung, beliau pernah melakukan kegiatan menarik di kelas. Kegiatan itu berupa "bermain sebagai penjual dan pembeli di pasar". Kelas sementara disulap menjadi pasar kecil-kecilan. Kami diminta bermain layaknya penjual dan pembeli yang melakukan transaksi. Semua kegiatan pendukungnya, telah disiapkan oleh Bu Darni. Seru sekali...! Dan yang jelas, pelajaran berhitung hari itu jadi semakin mudah masuk ke otak kami.

Kegiatan menarik lainnya adalah kami pernah diajari cara membuat balsem. Di lain waktu kami disibukkan dengan lomba masak-memasak dan lomba kliping. Untuk lomba itu, kami dibagi dalam beberapa kelompok. Menyenangkan sekali..., apalagi lewat kegiatan-kegiatan itu kami jadi belajar untuk bekerja bersama dalam satu kelompok.

Yang lebih seru lagi..., waktu kami kelas 5 SD, kami mendapatkan kegiatan lain yang lebih seru. Seminggu sekali, kelas kami diberi kesempatan untuk berjualan di kantin sekolah pada jam istirahat. Yang kami jual adalah hasil karya kami sendiri, dan biasanya adalah es sirup. Sirupnya kami buat pada hari Minggu dan hari Senin kami bawa ke sekolah untuk kami jual di kantin. Seneng sekali jika ternyata sirup buatan kami laku terjual. Lewat kegiatan ini, guru-guruku berusaha untuk menanamkan jiwa entrepreneurship pada murid-muridnya.

Pernah juga sekolah kami mengadakan Bazaar. Untuk kegiatan itu, kami membuat pentas seni dan pameran hasta karya seluruh siswa. Kami semua diminta berperan serta dalam kegiatan itu. Ada yang menari, menyanyi ataupun membuat aneka ragam kerajinan tangan. Menyenangkan sekali.

~ Bersambung ~

Kenanganku tentang guruku (1)

Gambar diambil dari sini

Selamat Hari Guru untuk rekan-rekan blogger yang berprofesi sebagai pendidik. Hari Guru yang diperingati pada hari ini (25 Nopember 2009), yang bertepatan dengan hari lahir PGRI, merupakan wujud penghargaan terhadap para guru. Sampai saat ini Guru masih digelari sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa".

Aku sendiri mempunyai kenangan manis dengan guruku, khususnya guru Sekolah Dasarku. Memang, dibandingkan dengan guru-guruku yang lain, guru-guru SD-ku memiliki tempat istimewa di hatiku. Selama 6 tahun dalam bimbingan guru-guru SD-ku, banyak kejadian menyenangkan dan kegiatan yang dibuat khusus untuk kami. Semuanya tak terlupakan, bahkan hingga kini.

Dalam benak anak kelas 1 SD saat itu, pelajaran membaca, menulis dan berhitung terasa sangat sulit. Namun, guruku kelas 1 (Bu Darni namanya) dengan sangat telaten mengajari kami. Bahkan untuk memudahkan kami belajar berhitung, beliau pernah melakukan kegiatan menarik di kelas. Kegiatan itu berupa "bermain sebagai penjual dan pembeli di pasar". Kelas sementara disulap menjadi pasar kecil-kecilan. Kami diminta bermain layaknya penjual dan pembeli yang melakukan transaksi. Semua kegiatan pendukungnya, telah disiapkan oleh Bu Darni. Seru sekali...! Dan yang jelas, pelajaran berhitung hari itu jadi semakin mudah masuk ke otak kami.

Kegiatan menarik lainnya adalah kami pernah diajari cara membuat balsem. Di lain waktu kami disibukkan dengan lomba masak-memasak dan lomba kliping. Untuk lomba itu, kami dibagi dalam beberapa kelompok. Menyenangkan sekali..., apalagi lewat kegiatan-kegiatan itu kami jadi belajar untuk bekerja bersama dalam satu kelompok.

Yang lebih seru lagi..., waktu kami kelas 5 SD, kami mendapatkan kegiatan lain yang lebih seru. Seminggu sekali, kelas kami diberi kesempatan untuk berjualan di kantin sekolah pada jam istirahat. Yang kami jual adalah hasil karya kami sendiri, dan biasanya adalah es sirup. Sirupnya kami buat pada hari Minggu dan hari Senin kami bawa ke sekolah untuk kami jual di kantin. Seneng sekali jika ternyata sirup buatan kami laku terjual. Lewat kegiatan ini, guru-guruku berusaha untuk menanamkan jiwa entrepreneurship pada murid-muridnya.

Pernah juga sekolah kami mengadakan Bazaar. Untuk kegiatan itu, kami membuat pentas seni dan pameran hasta karya seluruh siswa. Kami semua diminta berperan serta dalam kegiatan itu. Ada yang menari, menyanyi ataupun membuat aneka ragam kerajinan tangan. Menyenangkan sekali.

~ Bersambung ~

Senin, 23 November 2009

Aku dan pekerjaanku


Wanita yang bekerja sepertiku memang seringkali dihadapkan pada dilema, yaitu mengutamakan keluarga atau karier. Sebagaimana wanita pada umumnya, aku pun berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan perhatianku pada keluarga. Namun karena aku bekerja, mau tak mau aku harus pandai-pandai membagi waktuku untuk keduanya. Menyadari keterbatasan waktuku, maka aku sangat menikmati saat-saat kebersamaanku dengan suami dan anakku.

Aku sejujurnya tak mengejar karier, karena bekerja bagiku adalah sebuah bentuk aktualisasi diri. Aku tak pernah memiliki impian untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu. Selama ini aku telah menjalani pekerjaanku dengan perasaan senang dan tanpa beban. Aku menikmati setiap tahap pencapaianku, setapak demi setapak, dengan perasaan bangga bahwa aku ternyata mampu melakukannya dengan baik.



Jika kini aku telah berada dalam tahap pencapaian sejauh ini, sungguh, itu semua diluar perkiraanku. Namun seiring dengan semakin baiknya posisiku, semakin besar pula beban dan tanggung jawab pekerjaan yang harus aku pikul. Konsekuensinya adalah, semakin berkurang pula waktuku untuk suami dan anakku. Hal itu telah terjadi sejak awal September yang lalu, di saat pekerjaan yang harus aku selesaikan semakin besar dan banyak. Bahkan, pekerjaan itu mengharuskan aku bolak-balik melakukan perjalanan dinas ke Jakarta dan Surabaya.

Puncaknya adalah pada 2 minggu terakhir, dimana pekerjaanku terasa semakin menyita perhatianku. Aku telah mencoba mencurahkan segala kemampuan yang aku miliki untuk menyelesaikannya. Betul-betul minggu yang melelahkan dan menegangkan. Aku merasakan benar kelelahan fisik dan pikiranku, namun tak ada waktu bagiku untuk berhenti. Selelah apapun kondisiku, aku tetap harus terus berjalan menyelesaikan pekerjaanku itu.

Alhamdulillah, pada saat-saat seperti itu dukungan dari suami dan anakku benar-benar meringankan hatiku. Perhatian mereka padaku sungguh mampu mengurangi perasaan bersalahku atas kurangnya waktuku untuk mereka. Mereka tak mengeluh saat aku terpaksa harus sering keluar kota atau kerja sampai malam demi melaksanakan pekerjaanku. Bahkan, suamiku mau membantuku melakukan beberapa pekerjaan rumah untuk meringankanku.

Suamiku tak pernah memaksaku berhenti dari pekerjaanku atau memaksaku untuk terus bekerja. Selama ini hanya menyerahkan segala keputusan kepadaku. Namun karena menyadari bahwa pekerjaan yang aku lakukan adalah penting bagi orang lain, maka suamiku selalu mendukungku. Aku menyadari, bahwa pekerjaanku adalah pelayanan kepada masyarakat, maka aku berusaha terus melakukannya semampuku. Atas dasar kepercayaan dan dukungan penuh darinya, maka aku senantiasa berusaha untuk bekerja sebaik-baiknya.


******
Suamiku..., aku bersyukur bahwa di saat-saat terberat dalam hidupku kau hadir untuk menguatkanku. Aku bersyukur aku memilikimu untuk tetap setia mendengarkan keluh kesahku. Cukup dengan hadirmu dan senyummu maka aku dapat kembali bersemangat melanjutkan hari-hari. Genggaman tanganmu menguatkan setiap langkahku dan pelukan hangat darimu telah meleburkan segala lelah dan penatku.


Suamiku... terima kasih untuk hadirmu. Ijinkan aku untuk selalu dan selalu kembali dalam pelukmu untuk melabuhkan segala penatku. Dan aku ingin sampai kita tua nanti kita tetap akan dapat saling menguatkan seperti gambar disamping ini.


Gambar atas diambil dari sini dan gambar bawah diambil dari sini

Aku dan pekerjaanku


Wanita yang bekerja sepertiku memang seringkali dihadapkan pada dilema, yaitu mengutamakan keluarga atau karier. Sebagaimana wanita pada umumnya, aku pun berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan perhatianku pada keluarga. Namun karena aku bekerja, mau tak mau aku harus pandai-pandai membagi waktuku untuk keduanya. Menyadari keterbatasan waktuku, maka aku sangat menikmati saat-saat kebersamaanku dengan suami dan anakku.

Aku sejujurnya tak mengejar karier, karena bekerja bagiku adalah sebuah bentuk aktualisasi diri. Aku tak pernah memiliki impian untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu. Selama ini aku telah menjalani pekerjaanku dengan perasaan senang dan tanpa beban. Aku menikmati setiap tahap pencapaianku, setapak demi setapak, dengan perasaan bangga bahwa aku ternyata mampu melakukannya dengan baik.



Jika kini aku telah berada dalam tahap pencapaian sejauh ini, sungguh, itu semua diluar perkiraanku. Namun seiring dengan semakin baiknya posisiku, semakin besar pula beban dan tanggung jawab pekerjaan yang harus aku pikul. Konsekuensinya adalah, semakin berkurang pula waktuku untuk suami dan anakku. Hal itu telah terjadi sejak awal September yang lalu, di saat pekerjaan yang harus aku selesaikan semakin besar dan banyak. Bahkan, pekerjaan itu mengharuskan aku bolak-balik melakukan perjalanan dinas ke Jakarta dan Surabaya.

Puncaknya adalah pada 2 minggu terakhir, dimana pekerjaanku terasa semakin menyita perhatianku. Aku telah mencoba mencurahkan segala kemampuan yang aku miliki untuk menyelesaikannya. Betul-betul minggu yang melelahkan dan menegangkan. Aku merasakan benar kelelahan fisik dan pikiranku, namun tak ada waktu bagiku untuk berhenti. Selelah apapun kondisiku, aku tetap harus terus berjalan menyelesaikan pekerjaanku itu.

Alhamdulillah, pada saat-saat seperti itu dukungan dari suami dan anakku benar-benar meringankan hatiku. Perhatian mereka padaku sungguh mampu mengurangi perasaan bersalahku atas kurangnya waktuku untuk mereka. Mereka tak mengeluh saat aku terpaksa harus sering keluar kota atau kerja sampai malam demi melaksanakan pekerjaanku. Bahkan, suamiku mau membantuku melakukan beberapa pekerjaan rumah untuk meringankanku.

Suamiku tak pernah memaksaku berhenti dari pekerjaanku atau memaksaku untuk terus bekerja. Selama ini hanya menyerahkan segala keputusan kepadaku. Namun karena menyadari bahwa pekerjaan yang aku lakukan adalah penting bagi orang lain, maka suamiku selalu mendukungku. Aku menyadari, bahwa pekerjaanku adalah pelayanan kepada masyarakat, maka aku berusaha terus melakukannya semampuku. Atas dasar kepercayaan dan dukungan penuh darinya, maka aku senantiasa berusaha untuk bekerja sebaik-baiknya.


******
Suamiku..., aku bersyukur bahwa di saat-saat terberat dalam hidupku kau hadir untuk menguatkanku. Aku bersyukur aku memilikimu untuk tetap setia mendengarkan keluh kesahku. Cukup dengan hadirmu dan senyummu maka aku dapat kembali bersemangat melanjutkan hari-hari. Genggaman tanganmu menguatkan setiap langkahku dan pelukan hangat darimu telah meleburkan segala lelah dan penatku.


Suamiku... terima kasih untuk hadirmu. Ijinkan aku untuk selalu dan selalu kembali dalam pelukmu untuk melabuhkan segala penatku. Dan aku ingin sampai kita tua nanti kita tetap akan dapat saling menguatkan seperti gambar disamping ini.


Gambar atas diambil dari sini dan gambar bawah diambil dari sini

Sabtu, 21 November 2009

Simpati Untuk Nenek Minah

Gambar diambil dari sini

Di tengah kesibukanku yang sangat melelahkan dan menegangkan, kudapatkan berita menyedihkan tentang Nenek Minah. Sebagaimana diberitakan dalam berbagai media bahwa Nenek Minah telah menjadi 'korban' dari penguasa dan lemahnya hukum di negeri ini. Nenek berusia 55 tahun yang buta huruf itu tak mampu melawannya.

Nenek Minah yang telah mengambil 3 buah kakao (dan telah menyerahkannya kembali kepada pemiliknya : PT Rumpun Sari Antan) ternyata harus membayarnya dengan hukuman percobaan satu setengah bulan (45 hari). Harga 3 butir kakao yang hanya seharga Rp. 2.000 harus dibayar dengan harga yang sangat tidak sebanding, sampai-sampai hakim pun membacakan putusannya suara tersendat karena menahan tangis.




Sungguh berita yang sangat menyesakkan dada. Di tengah gencarnya berita tentang carut marutnya lembaga peradilan saat ini, muncul kasus yang rasanya bagaikan antiklimaks dari semuanya. Antiklimaks karena yang disidangkan bukan kasus yang menyangkut uang (negara) milyaran rupiah. Juga karena proses persidangannya tak perlu memakan waktu berlarut-larut (hanya dalam 3 kali sidang) untuk membuat hakim mengetukkan palunya.

Siapa yang tak punya nurani ? Jika memang Nenek Minah dituduh mencuri, tapi yang diambilnya sudah dikembalikan lagi. Hanya untuk 3 buah kakao seharga Rp. 2000 mandor yang 'menangkap basah' Nenek Minah tega melaporkannya kepada pemilik PT. RSA. Yang lebih mengenaskan lagi, PT. RSA menindaklanjutinya dengan melaporkan 'pencurian' itu ke pihak kepolisian.

Yang jelas..., bagiku kasus Nenek Minah bagaikan ironi di tengah upaya pemerintah untuk menegakkan hukum. Sejauh ini hukum baru mampu bersikap 'tegas' kepada masyarakat miskin. Bahkan dari kasus ini justru makin menguatkan opini publik bahwa keadilan memang tidak berpihak pada rakyat miskin. Keadilan masih sangat mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat miskin.

Tulisan ini adalah wujud simpatiku kepada Nenek Minah. Semoga kasus ini dapat membuat kita kembali memiliki hati nurani dan tidak lagi memandang segalanya atas dasar materi (untung rugi).

Simpati Untuk Nenek Minah

Gambar diambil dari sini

Di tengah kesibukanku yang sangat melelahkan dan menegangkan, kudapatkan berita menyedihkan tentang Nenek Minah. Sebagaimana diberitakan dalam berbagai media bahwa Nenek Minah telah menjadi 'korban' dari penguasa dan lemahnya hukum di negeri ini. Nenek berusia 55 tahun yang buta huruf itu tak mampu melawannya.

Nenek Minah yang telah mengambil 3 buah kakao (dan telah menyerahkannya kembali kepada pemiliknya : PT Rumpun Sari Antan) ternyata harus membayarnya dengan hukuman percobaan satu setengah bulan (45 hari). Harga 3 butir kakao yang hanya seharga Rp. 2.000 harus dibayar dengan harga yang sangat tidak sebanding, sampai-sampai hakim pun membacakan putusannya suara tersendat karena menahan tangis.




Sungguh berita yang sangat menyesakkan dada. Di tengah gencarnya berita tentang carut marutnya lembaga peradilan saat ini, muncul kasus yang rasanya bagaikan antiklimaks dari semuanya. Antiklimaks karena yang disidangkan bukan kasus yang menyangkut uang (negara) milyaran rupiah. Juga karena proses persidangannya tak perlu memakan waktu berlarut-larut (hanya dalam 3 kali sidang) untuk membuat hakim mengetukkan palunya.

Siapa yang tak punya nurani ? Jika memang Nenek Minah dituduh mencuri, tapi yang diambilnya sudah dikembalikan lagi. Hanya untuk 3 buah kakao seharga Rp. 2000 mandor yang 'menangkap basah' Nenek Minah tega melaporkannya kepada pemilik PT. RSA. Yang lebih mengenaskan lagi, PT. RSA menindaklanjutinya dengan melaporkan 'pencurian' itu ke pihak kepolisian.

Yang jelas..., bagiku kasus Nenek Minah bagaikan ironi di tengah upaya pemerintah untuk menegakkan hukum. Sejauh ini hukum baru mampu bersikap 'tegas' kepada masyarakat miskin. Bahkan dari kasus ini justru makin menguatkan opini publik bahwa keadilan memang tidak berpihak pada rakyat miskin. Keadilan masih sangat mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat miskin.

Tulisan ini adalah wujud simpatiku kepada Nenek Minah. Semoga kasus ini dapat membuat kita kembali memiliki hati nurani dan tidak lagi memandang segalanya atas dasar materi (untung rugi).

Minggu, 15 November 2009

Di bawah tekanan

Dalam iklan lowongan pekerjaan, seringkali aku menemukan kalimat "Mampu bekerja di bawah tekanan" sebagai salah satu syaratnya. Hal ini awalnya membuatku bertanya-tanya, karena jika yang dibutuhkan adalah : inovatif, kreatif, fujur, bertanggung jawab, bersemangat tinggi, rasanya aku mudah memahaminya bahwa hal itu memang penting dan perlu. Tapi mengapa kemampuan bekerja di bawah tekanan juga dianggap penting dalam sebuah pekerjaan, itu yang awalnya aku kurang paham.

Namun.... kini aku mengerti, bahwa "mampu bekerja di bawah tekanan" memang sangat diperlukan dalam pekerjaan. Tekanan ini dapat diartikan tekanan dari 2 arah, yaitu tekanan dari diri sendiri dan tekanan dari luar. Tekanan dari diri sendiri biasanya muncul dari masalah-masalah pribadi yang dapat mengganggu pekerjaan. Sedangkan tekanan dari luar bisa dari atasan, teman sekerja, masyarakat, lingkungan kantor dan sebagainya.

Jika seorang pegawai jadi tidak bersemangat dan bekerja asal-asalan saat dalam tekanan, tentu saja kinerjanya menurun. Sangat diharapkan seorang pegawai tetap bersemangat, mampu berkarya (dan berprestasi) meskipun sedang punya masalah pribadi, tidak sependapat dengan atasan dan teman sekerja, mendapat banyak kritikan dari masyarakat dsb.

Hal itulah yang sedang aku alami beberapa hari ini. Pekerjaan yang sudah aku bangun beberapa waktu yang lalu tiba-tiba hancur berkeping-keping tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Hal ini bukan kesalahanku ataupun teman-temanku. Bukan juga kesalahan pimpinanku. Hal ini terjadi karena ternyata tiba-tiba sistem menolak pekerjaan yang kami bangun dengan hati-hati ini. Bukan aku saja yang
shock dan down. Pucuk pimpinanku, atasanku dan juga teman-temanku merasakan hal yang sama denganku. Namun, pekerjaan tetap harus dilanjutkan, meskipun dimulai dari nol lagi.

Gambar diambil dari sini

Mengingat pentingnya pekerjaan yang sedang aku tangani ini, apalagi menyangkut masyarakat luas, maka kami harus segera kembali membangunnya. Pucuk pimpinan dan atasanku memegang kendali pelaksanaannya. Sementara aku dan teman-teman bahu membahu untuk melanjutkannya. Meskipun, ada temanku yang sampai (maaf)
mencret-mencret terus selama beberapa hari.

Bekerja secara maraton selama beberapa hari, bahkan aku harus bolak-balik ke Surabaya dalam seminggu ini, semua demi membangun kembali pekerjaanku yang sudah hancur lebur. Kerja lembur tiap hari mau tak mau harus dijalani. Apalagi
deadline waktu yang semakin dekat sehingga kami harus menuntaskan semuanya setepat dan secepat mungkin. Kami tak ingin pekerjaan kami dinilai buruk dan asal-asalan oleh masyarakat. Jadi, meskipun masih ada perasaan shock dan down, kami tetap harus semangat meneruskan pekerjaan ini.

Alhamdulillah, setelah beberapa hari pontang-panting, pekerjaan ini mulai kelihatan lagi bentuknya. Aku dapat kembali sedikit bernafas lega, karena pekerjaan ini masih bisa terselamatkan. Aku bersyukur, karena semua pihak tetap mendukungku meneruskan pekerjaanku ini meskipun kami semua sama-sama berada di bawah tekanan. Aku beruntung memiliki teman-teman yang sangat peduli dan sangat mendukungku.

Aku kini sudah merasakan bahwa bekerja di bawah tekanan memang sulit. Baru saja salah seorang teman dekatku bercerita padaku bahwa dia ingin mengajukan mutasi ke daerah lain. Alasannya adalah dia tak mampu bertahan di pekerjaan lamanya karena dia merasa sangat tertekan. Dia merasa ada dalam lingkaran konflik di instansinya, dan sebagai akibatnya dia tak mampu bekerja secara maksimal. Hal itu sangat mengganggunya, apalagi lingkungan kerjanya juga tidak kondusif sehingga dia mengambil keputusan final : minta pindah...!

Sementara yang aku alami berbeda, karena teman-teman dan atasanku mendukungku sehingga aku tetap dapat tegak berdiri. Satu hal yang dapat ku ambil sebagai hikmahnya adalah : dalam situasi seburuk apapun masih ada jalan keluar.

Di bawah tekanan

Dalam iklan lowongan pekerjaan, seringkali aku menemukan kalimat "Mampu bekerja di bawah tekanan" sebagai salah satu syaratnya. Hal ini awalnya membuatku bertanya-tanya, karena jika yang dibutuhkan adalah : inovatif, kreatif, fujur, bertanggung jawab, bersemangat tinggi, rasanya aku mudah memahaminya bahwa hal itu memang penting dan perlu. Tapi mengapa kemampuan bekerja di bawah tekanan juga dianggap penting dalam sebuah pekerjaan, itu yang awalnya aku kurang paham.

Namun.... kini aku mengerti, bahwa "mampu bekerja di bawah tekanan" memang sangat diperlukan dalam pekerjaan. Tekanan ini dapat diartikan tekanan dari 2 arah, yaitu tekanan dari diri sendiri dan tekanan dari luar. Tekanan dari diri sendiri biasanya muncul dari masalah-masalah pribadi yang dapat mengganggu pekerjaan. Sedangkan tekanan dari luar bisa dari atasan, teman sekerja, masyarakat, lingkungan kantor dan sebagainya.

Jika seorang pegawai jadi tidak bersemangat dan bekerja asal-asalan saat dalam tekanan, tentu saja kinerjanya menurun. Sangat diharapkan seorang pegawai tetap bersemangat, mampu berkarya (dan berprestasi) meskipun sedang punya masalah pribadi, tidak sependapat dengan atasan dan teman sekerja, mendapat banyak kritikan dari masyarakat dsb.

Hal itulah yang sedang aku alami beberapa hari ini. Pekerjaan yang sudah aku bangun beberapa waktu yang lalu tiba-tiba hancur berkeping-keping tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Hal ini bukan kesalahanku ataupun teman-temanku. Bukan juga kesalahan pimpinanku. Hal ini terjadi karena ternyata tiba-tiba sistem menolak pekerjaan yang kami bangun dengan hati-hati ini. Bukan aku saja yang
shock dan down. Pucuk pimpinanku, atasanku dan juga teman-temanku merasakan hal yang sama denganku. Namun, pekerjaan tetap harus dilanjutkan, meskipun dimulai dari nol lagi.

Gambar diambil dari sini

Mengingat pentingnya pekerjaan yang sedang aku tangani ini, apalagi menyangkut masyarakat luas, maka kami harus segera kembali membangunnya. Pucuk pimpinan dan atasanku memegang kendali pelaksanaannya. Sementara aku dan teman-teman bahu membahu untuk melanjutkannya. Meskipun, ada temanku yang sampai (maaf)
mencret-mencret terus selama beberapa hari.

Bekerja secara maraton selama beberapa hari, bahkan aku harus bolak-balik ke Surabaya dalam seminggu ini, semua demi membangun kembali pekerjaanku yang sudah hancur lebur. Kerja lembur tiap hari mau tak mau harus dijalani. Apalagi
deadline waktu yang semakin dekat sehingga kami harus menuntaskan semuanya setepat dan secepat mungkin. Kami tak ingin pekerjaan kami dinilai buruk dan asal-asalan oleh masyarakat. Jadi, meskipun masih ada perasaan shock dan down, kami tetap harus semangat meneruskan pekerjaan ini.

Alhamdulillah, setelah beberapa hari pontang-panting, pekerjaan ini mulai kelihatan lagi bentuknya. Aku dapat kembali sedikit bernafas lega, karena pekerjaan ini masih bisa terselamatkan. Aku bersyukur, karena semua pihak tetap mendukungku meneruskan pekerjaanku ini meskipun kami semua sama-sama berada di bawah tekanan. Aku beruntung memiliki teman-teman yang sangat peduli dan sangat mendukungku.

Aku kini sudah merasakan bahwa bekerja di bawah tekanan memang sulit. Baru saja salah seorang teman dekatku bercerita padaku bahwa dia ingin mengajukan mutasi ke daerah lain. Alasannya adalah dia tak mampu bertahan di pekerjaan lamanya karena dia merasa sangat tertekan. Dia merasa ada dalam lingkaran konflik di instansinya, dan sebagai akibatnya dia tak mampu bekerja secara maksimal. Hal itu sangat mengganggunya, apalagi lingkungan kerjanya juga tidak kondusif sehingga dia mengambil keputusan final : minta pindah...!

Sementara yang aku alami berbeda, karena teman-teman dan atasanku mendukungku sehingga aku tetap dapat tegak berdiri. Satu hal yang dapat ku ambil sebagai hikmahnya adalah : dalam situasi seburuk apapun masih ada jalan keluar.

Rabu, 11 November 2009

Ketika korban berubah jadi tersangka

Kejahatan kian marak dimana-mana. Penyakit sosial ini semakin meluas di masyarakat kita. Tiap hari kita dengar berita kriminalitas di berbagai stasiun televisi kita. Gambaran kehidupan masyarakat kita yang kian menyedihkan.

Beberapa hari yang lalu, seorang temanku mengalami musibah. Tas kerjanya hilang di kantor. Pencuri masuk ke kantor temanku pada saat jam istirahat siang. Sebenarnya saat itu temanku masih ada di kantor, hanya saja dia sedang tidak duduk di meja kerjanya. Kebetulan dia ada di ruangan komputer yang letaknya terpisah dari meja kerjanya. Karena sedang asyik menekuni pekerjaannya, rupanya temanku tak tahu ada tamu tak diundang yang masuk.

Dalam waktu singkat, tas kerja temanku raib dibawa tamu tak diundang itu. Kebetulan pada saat itu, tas kerja temanku tergeletak di atas meja kerjanya. Sementara barang-barang lain di dalam kantor itu tak ada yang hilang. Lengkap di dalam tas kerja yang hilang itu adalah handphone, flashdisk yang berisi data-data kantor serta dompet yang berisi : uang, SIM, KTP, STNK.

Tak menunggu waktu, temanku langsung melaporkan kejadian itu pada kepolisan setempat. Namun sebelum laporan kehilangan itu dicatat, polisi minta agar temanku membawa serta BPKB yang dimilikinya. Akhirnya temanku pulang untuk mengambilnya.

Pada saat di rumah, dia iseng menelepon nomor yang ada di handphone yang hilang tercuri itu. Meskipun tersambung, tapi tidak diangkat. Temanku kemudian mengirimkan sms yang intinya mohon agar yang memegang handphone itu mau mengembalikan surat-surat berharga miliknya, sementara untuk uang dan handphone temanku telah merelakannya. SMS itu tak dibalas, sehingga temanku mencoba menelepon kembali.

Kali ini telepon dari temanku diterima. Si penerima telepon mengatakan bahwa dia menemukan handphone dan tas tergeletak di pinggir jalan. Kemudian temanku mengatakan kepada si penerima telepon itu (yang mengaku bernama Pak Joko) bahwa tas dan handphone-nya memang baru saja dicuri. Kemudian Pak Joko menanyakan alamat rumah temanku dengan alasan akan mengantarkan tas dan handphone tersebut ke rumah temanku.

Sewaktu pak Joko datang, dia banyak bertanya tentang diri temanku berikut suaminya. Yang mengejutkan, kemudian suami temanku diduga sebagai pelaku pencurian dan meminta suami temanku untuk ikut naik ke dalam mobil polisi yang ternyata sudah menunggu di luar. Sementara temanku disuruh mengendari motornya dan berangkat bersama ke kantor polisi.

Di kantor polisi barulah terungkap semua kejanggalan itu. Rupanya, si pencuri setelah beroperasi di kantor temanku langsung beroperasi di kantor yang lain. Di kantor yang kedua ini dia mengambil laptop. Namun tas laptop ditinggalkannya, dan di dalam tas itu dimasukkan handphone milik temanku yang baru saja dicurinya. Polisi yang mendapatkan barang bukti pencurian menganggap bahwa handphone itu milik pencuri.

Sementara di kantor kedua itu, ada saksi mata yang mengatakan bahwa tadi seperti melihat seorang lelaki tak dikenal yang masuk ke ruangan. Sehingga, saat temanku menelepon ke handphone yang hilang dicuri itu, dianggap bahwa si pencurilah yang menelepon ke handphone-nya. Maka, sewaktu diketahui alamat rumah temanku itu, maka suaminya dibawa ke kantor polisi dengan dugaan sebagai pelaku pencurian...!!

Setelah berjam-jam menjalani pemeriksaan, akhirnya temanku dan suaminya dinyatakan tidak bersalah. Namun, mereka tetap harus menandatangani BAP di kantor polisi. Untung saja temanku dan suaminya benar-benar mempunyai alibi yang kuat, sehingga dugaan itu dapat dibantah.

Kejadian itu tentu saja membuat temanku merasa jera berurusan dengan polisi. Mereka yang sebenarnya juga korban pencurian, kok malah dituduh sebagai pelaku pencurian..?! Rupanya, pencuri-pencuri sekarang semakin pandai saja.... Semoga kejadian ini bisa membuat kita semua lebih berhati-hati, agar jangan sampai kasus temanku itu kita alami.

Gambar diambil dari sini

Ketika korban berubah jadi tersangka

Kejahatan kian marak dimana-mana. Penyakit sosial ini semakin meluas di masyarakat kita. Tiap hari kita dengar berita kriminalitas di berbagai stasiun televisi kita. Gambaran kehidupan masyarakat kita yang kian menyedihkan.

Beberapa hari yang lalu, seorang temanku mengalami musibah. Tas kerjanya hilang di kantor. Pencuri masuk ke kantor temanku pada saat jam istirahat siang. Sebenarnya saat itu temanku masih ada di kantor, hanya saja dia sedang tidak duduk di meja kerjanya. Kebetulan dia ada di ruangan komputer yang letaknya terpisah dari meja kerjanya. Karena sedang asyik menekuni pekerjaannya, rupanya temanku tak tahu ada tamu tak diundang yang masuk.

Dalam waktu singkat, tas kerja temanku raib dibawa tamu tak diundang itu. Kebetulan pada saat itu, tas kerja temanku tergeletak di atas meja kerjanya. Sementara barang-barang lain di dalam kantor itu tak ada yang hilang. Lengkap di dalam tas kerja yang hilang itu adalah handphone, flashdisk yang berisi data-data kantor serta dompet yang berisi : uang, SIM, KTP, STNK.

Tak menunggu waktu, temanku langsung melaporkan kejadian itu pada kepolisan setempat. Namun sebelum laporan kehilangan itu dicatat, polisi minta agar temanku membawa serta BPKB yang dimilikinya. Akhirnya temanku pulang untuk mengambilnya.

Pada saat di rumah, dia iseng menelepon nomor yang ada di handphone yang hilang tercuri itu. Meskipun tersambung, tapi tidak diangkat. Temanku kemudian mengirimkan sms yang intinya mohon agar yang memegang handphone itu mau mengembalikan surat-surat berharga miliknya, sementara untuk uang dan handphone temanku telah merelakannya. SMS itu tak dibalas, sehingga temanku mencoba menelepon kembali.

Kali ini telepon dari temanku diterima. Si penerima telepon mengatakan bahwa dia menemukan handphone dan tas tergeletak di pinggir jalan. Kemudian temanku mengatakan kepada si penerima telepon itu (yang mengaku bernama Pak Joko) bahwa tas dan handphone-nya memang baru saja dicuri. Kemudian Pak Joko menanyakan alamat rumah temanku dengan alasan akan mengantarkan tas dan handphone tersebut ke rumah temanku.

Sewaktu pak Joko datang, dia banyak bertanya tentang diri temanku berikut suaminya. Yang mengejutkan, kemudian suami temanku diduga sebagai pelaku pencurian dan meminta suami temanku untuk ikut naik ke dalam mobil polisi yang ternyata sudah menunggu di luar. Sementara temanku disuruh mengendari motornya dan berangkat bersama ke kantor polisi.

Di kantor polisi barulah terungkap semua kejanggalan itu. Rupanya, si pencuri setelah beroperasi di kantor temanku langsung beroperasi di kantor yang lain. Di kantor yang kedua ini dia mengambil laptop. Namun tas laptop ditinggalkannya, dan di dalam tas itu dimasukkan handphone milik temanku yang baru saja dicurinya. Polisi yang mendapatkan barang bukti pencurian menganggap bahwa handphone itu milik pencuri.

Sementara di kantor kedua itu, ada saksi mata yang mengatakan bahwa tadi seperti melihat seorang lelaki tak dikenal yang masuk ke ruangan. Sehingga, saat temanku menelepon ke handphone yang hilang dicuri itu, dianggap bahwa si pencurilah yang menelepon ke handphone-nya. Maka, sewaktu diketahui alamat rumah temanku itu, maka suaminya dibawa ke kantor polisi dengan dugaan sebagai pelaku pencurian...!!

Setelah berjam-jam menjalani pemeriksaan, akhirnya temanku dan suaminya dinyatakan tidak bersalah. Namun, mereka tetap harus menandatangani BAP di kantor polisi. Untung saja temanku dan suaminya benar-benar mempunyai alibi yang kuat, sehingga dugaan itu dapat dibantah.

Kejadian itu tentu saja membuat temanku merasa jera berurusan dengan polisi. Mereka yang sebenarnya juga korban pencurian, kok malah dituduh sebagai pelaku pencurian..?! Rupanya, pencuri-pencuri sekarang semakin pandai saja.... Semoga kejadian ini bisa membuat kita semua lebih berhati-hati, agar jangan sampai kasus temanku itu kita alami.

Gambar diambil dari sini

Senin, 09 November 2009

Menikmati senja

Masih berkutat dengan senja. Entah mengapa, aku sangat suka dengan suasana senja. Ada ketenangan dan kedamaian di dalamnya. Suasana yang memberikan kebahagiaan dalam kesunyian.

Senja bagiku akan terlihat sangat indah meskipun terlihat dari balik rimbun pepohonan. Senja semakin mempesona saat terlihat dari kilau permukaan air. Pesonanya tak akan terlupakan siapa saja yang memandangnya. Kuasa Allah sungguh sangat istimewa. Subhanallah... Seandainya, keindahan seperti itu dapat tersaji di depan mata setiap waktu... alangkah indahnya.

Aku hanya ingin memandang senja, sepuasnya. Merengkuh indahnya, menggenggam damainya dan mereguk pesonanya. Aku hanya tak ingin kehilangan senja. Apakah kau juga begitu kawan...?

Pesona senja menghadirkan kesadaran buatku. Sebenarnya, keindahan dan kebahagiaan itu sederhana saja. Bahkan ketenangan dan kedamaian dapat kita peroleh dengan mudahnya. Tak perlu jauh-jauh kita mencarinya. Di hati kitalah Allah meletakkan kunci segalanya.... Kunci untuk bisa mensyukuri segala nikmat yang telah diberikanNYA. Karena tanpa kunci itu, senja pun tak akan mampu membuat kita terpesona....

Menikmati senja

Masih berkutat dengan senja. Entah mengapa, aku sangat suka dengan suasana senja. Ada ketenangan dan kedamaian di dalamnya. Suasana yang memberikan kebahagiaan dalam kesunyian.

Senja bagiku akan terlihat sangat indah meskipun terlihat dari balik rimbun pepohonan. Senja semakin mempesona saat terlihat dari kilau permukaan air. Pesonanya tak akan terlupakan siapa saja yang memandangnya. Kuasa Allah sungguh sangat istimewa. Subhanallah... Seandainya, keindahan seperti itu dapat tersaji di depan mata setiap waktu... alangkah indahnya.

Aku hanya ingin memandang senja, sepuasnya. Merengkuh indahnya, menggenggam damainya dan mereguk pesonanya. Aku hanya tak ingin kehilangan senja. Apakah kau juga begitu kawan...?

Pesona senja menghadirkan kesadaran buatku. Sebenarnya, keindahan dan kebahagiaan itu sederhana saja. Bahkan ketenangan dan kedamaian dapat kita peroleh dengan mudahnya. Tak perlu jauh-jauh kita mencarinya. Di hati kitalah Allah meletakkan kunci segalanya.... Kunci untuk bisa mensyukuri segala nikmat yang telah diberikanNYA. Karena tanpa kunci itu, senja pun tak akan mampu membuat kita terpesona....

Sabtu, 07 November 2009

Kangen

Gambar diambil dari sini

Kang.., aku kangen
Sudah lama rasanya tak kau peluk diriku
kau usap rambutku
dan kau elus pipiku
seperti dulu...




Kang.., aku kangen
Ingin kutatap kilau di matamu
serta manisnya senyummu
yang semoga hanya kau berikan
untukku...

Kang.., pulanglah
aku ingin segera dalam pelukmu
dan tumpahkan segala galau hatiku
Kang, aku butuh rasa aman di dekatmu
karna mulai ada yang mencoba merayu
serta mengusik hatiku
agar aku berpaling darimu

Kang.., aku kangen dalam dekapmu
selalu....


*untuk seorang sahabat yang telah kembali memeluk cintanya*

Kangen

Gambar diambil dari sini

Kang.., aku kangen
Sudah lama rasanya tak kau peluk diriku
kau usap rambutku
dan kau elus pipiku
seperti dulu...




Kang.., aku kangen
Ingin kutatap kilau di matamu
serta manisnya senyummu
yang semoga hanya kau berikan
untukku...

Kang.., pulanglah
aku ingin segera dalam pelukmu
dan tumpahkan segala galau hatiku
Kang, aku butuh rasa aman di dekatmu
karna mulai ada yang mencoba merayu
serta mengusik hatiku
agar aku berpaling darimu

Kang.., aku kangen dalam dekapmu
selalu....


*untuk seorang sahabat yang telah kembali memeluk cintanya*

Kamis, 05 November 2009

Yang tak aku mengerti


Aku duduk terpekur. Sungguh banyak hal yang tak ku mengerti. Begitu banyak yang tak ku pahami. Aku mengeluh karena semakin hari semakin banyak hal yang tak mampu diterima oleh otak-ku yang memang tak mengenyam pendidikan tinggi ini. Aku merasa terasing, karena seolah-olah diri-ku bukanlah bagian dari dunia yang ada sekarang. Semua itu menyangkut kata yang sangat jauh dari jangkauanku : politik.


Politik... politik... Aku sungguh tak paham saat dunia di sekitar-ku kembali bicara soal isu-isu politik yang makin panas. Istilahnya aneh-aneh. Ada politik uang, elit politik, politik balas budi bahkan konspirasi politik. Apa itu konspirasi..? Sayang aku tak punya kamus seperti yang dipunyai orang-orang pintar itu. Lebih sayang lagi, aku tak punya teman yang bisa aku tanya tentang semua itu. Mereka sibuk sendiri dengan dunianya, dan tak ada yang mau repot memikirkan politik.








Ku usap-usap tumpukan koran di depanku. Dari lembaran-lembaran koran inilah sering kutemukan hal-hal yang membuatku mengerutkan dahi karena aku tak mengerti. Dulu aku tak habis pikir kenapa seorang pria gagah yang katanya punya kedudukan dan jabatan yang terhormat, bisa menjadi tersangka pembunuhan hanya gara-gara seorang wanita. Duh, tak sampai akalku memikirkan kejadian itu.


Kemudian muncul lagi berita-berita lain yang ternyata makin diminati banyak orang. Ada berita tentang perseteruan antara Buaya vs Cicak. Orang-orang pintar itu memang pintar sekali memilih kata-kata kiasan. Mengapa mereka menamakan buaya dan cicak ? Mengapa tidak anjing dan kucing yang jelas-jelas selama ini bermusuhan ?


Lalu banyak orang yang mencari koran yang katanya memuat berita tentang rekaman KPK. Rekaman percakapan sih kata mereka, tapi mengapa orang-orang jadi ingin tahu hal-hal yang bukan urusannya ? Padahal dulu emakku pernah mengajariku agar aku tak ikut mencuri dengar percakapan orang lain. Tapi kok malah sekarang orang suka mendengarkan percakapan orang lain ya ? Aduh..., makin tak mengerti aku.


Makin lama makin banyak pertanyaan yang menumpuk di dalam otak-ku ini. Ya menumpuk..!! Astaga.., ngomong-ngomong tentang menumpuk.... ternyata masih banyak koran yang menumpuk di depanku. Itu berarti belum banyak koran yang bisa kujual hari ini. Ampuni aku ya Allah..., pagi ini aku terlalu banyak melamun sampai-sampai lupa menjajakan koranku.


Segera aku beranjak dari bawah pohon mangga yang tak jauh dari perempatan jalan. Aku buru-buru menawarkan koranku pada pengendara kendaraan bermotor yang sedang berhenti di traffic light itu. Aku ingat, tadi sebelum aku berangkat menjajakan koran ini, Bayu anak bungsuku memintaku membawakannya sepotong tempe goreng saat aku pulang nanti. Sepotong tempe goreng yang akan menjadi lauk istimewanya siang nanti menggantikan menu nasi garam yang selama ini menjadi satu-satunya menu yang mampu aku sajikan.


Ingatan akan tempe goreng itu membuatku semakin bersemangat menjajakan koranku. Aku bertekad kali ini aku harus bisa mewujudkan keinginannya yang sebenarnya sangat sederhana tapi selama ini sulit aku penuhi. Lupakan dulu politik yang aku tak tahu... Semoga saja orang-orang pintar disana, mau melupakan sejenak segala macam benturan politik yang terjadi. Semoga orang-orang yang tak paham seperti diriku ini tak akan lagi menjadi korban dari benturan-benturan itu. Semoga.....


*sebuah catatan tentang orang yang merasa asing di dunianya*
Gambar diambil dari sini

Yang tak aku mengerti


Aku duduk terpekur. Sungguh banyak hal yang tak ku mengerti. Begitu banyak yang tak ku pahami. Aku mengeluh karena semakin hari semakin banyak hal yang tak mampu diterima oleh otak-ku yang memang tak mengenyam pendidikan tinggi ini. Aku merasa terasing, karena seolah-olah diri-ku bukanlah bagian dari dunia yang ada sekarang. Semua itu menyangkut kata yang sangat jauh dari jangkauanku : politik.


Politik... politik... Aku sungguh tak paham saat dunia di sekitar-ku kembali bicara soal isu-isu politik yang makin panas. Istilahnya aneh-aneh. Ada politik uang, elit politik, politik balas budi bahkan konspirasi politik. Apa itu konspirasi..? Sayang aku tak punya kamus seperti yang dipunyai orang-orang pintar itu. Lebih sayang lagi, aku tak punya teman yang bisa aku tanya tentang semua itu. Mereka sibuk sendiri dengan dunianya, dan tak ada yang mau repot memikirkan politik.








Ku usap-usap tumpukan koran di depanku. Dari lembaran-lembaran koran inilah sering kutemukan hal-hal yang membuatku mengerutkan dahi karena aku tak mengerti. Dulu aku tak habis pikir kenapa seorang pria gagah yang katanya punya kedudukan dan jabatan yang terhormat, bisa menjadi tersangka pembunuhan hanya gara-gara seorang wanita. Duh, tak sampai akalku memikirkan kejadian itu.


Kemudian muncul lagi berita-berita lain yang ternyata makin diminati banyak orang. Ada berita tentang perseteruan antara Buaya vs Cicak. Orang-orang pintar itu memang pintar sekali memilih kata-kata kiasan. Mengapa mereka menamakan buaya dan cicak ? Mengapa tidak anjing dan kucing yang jelas-jelas selama ini bermusuhan ?


Lalu banyak orang yang mencari koran yang katanya memuat berita tentang rekaman KPK. Rekaman percakapan sih kata mereka, tapi mengapa orang-orang jadi ingin tahu hal-hal yang bukan urusannya ? Padahal dulu emakku pernah mengajariku agar aku tak ikut mencuri dengar percakapan orang lain. Tapi kok malah sekarang orang suka mendengarkan percakapan orang lain ya ? Aduh..., makin tak mengerti aku.


Makin lama makin banyak pertanyaan yang menumpuk di dalam otak-ku ini. Ya menumpuk..!! Astaga.., ngomong-ngomong tentang menumpuk.... ternyata masih banyak koran yang menumpuk di depanku. Itu berarti belum banyak koran yang bisa kujual hari ini. Ampuni aku ya Allah..., pagi ini aku terlalu banyak melamun sampai-sampai lupa menjajakan koranku.


Segera aku beranjak dari bawah pohon mangga yang tak jauh dari perempatan jalan. Aku buru-buru menawarkan koranku pada pengendara kendaraan bermotor yang sedang berhenti di traffic light itu. Aku ingat, tadi sebelum aku berangkat menjajakan koran ini, Bayu anak bungsuku memintaku membawakannya sepotong tempe goreng saat aku pulang nanti. Sepotong tempe goreng yang akan menjadi lauk istimewanya siang nanti menggantikan menu nasi garam yang selama ini menjadi satu-satunya menu yang mampu aku sajikan.


Ingatan akan tempe goreng itu membuatku semakin bersemangat menjajakan koranku. Aku bertekad kali ini aku harus bisa mewujudkan keinginannya yang sebenarnya sangat sederhana tapi selama ini sulit aku penuhi. Lupakan dulu politik yang aku tak tahu... Semoga saja orang-orang pintar disana, mau melupakan sejenak segala macam benturan politik yang terjadi. Semoga orang-orang yang tak paham seperti diriku ini tak akan lagi menjadi korban dari benturan-benturan itu. Semoga.....


*sebuah catatan tentang orang yang merasa asing di dunianya*
Gambar diambil dari sini

Selasa, 03 November 2009

Bangku di taman itu


Kubayangkan, alangkah menyenangkan jika di kotaku ada sebuah taman yang nyaman. Taman yang ditumbuhi pohon-pohon rindang. Tentu tak ketinggalan dengan bunga-bunga dan bangku taman. Ya.., bangku taman yang terbuat dari kayu. Sudah lama aku memimpikan hal itu ada di taman kotaku.

Kubayangkan, jika ada bangku di taman itu... pasti aku akan sering meluangkan waktuku di sana saat senja datang menyapa. Sambil menikmati indahnya alam dan sejuknya hembusan angin senja. Pasti menyenangkan sekali melakukan hal itu, suatu saat kelak.




Masih dalam bayanganku.., aku duduk di bangku taman itu, saat usiaku pun mulai senja. Duduk diam, tanpa kata. Hanya diam. Yang terasa hanya kedamaian dan ketenangan. Terlepas dari hiruk pikuk dunia, terbebas dari bisingnya berbagai ulah manusia. Santai dan nyaman.

Saat kelak aku duduk di bangku taman itu, pasti aku akan enggan beranjak pergi. Rasa enggan yang muncul dari rasa tidak rela melepaskan ketenangan, kedamaian dan kenyamanan di sana. Meskipun akhirnya aku harus mengalah oleh datangnya malam, aku pasti akan kembali lagi esok hari... untuk duduk di bangku taman itu lagi.

Mungkin ini adalah impian sederhana yang juga dimiliki oleh banyak orang yang kini telah memasuki masa senja. Keinginan sederhana, namun ternyata sulit untuk terpenuhi. Ternyata duduk di bangku taman, meskipun hanya terbuat dari kayu, lebih mahal harganya daripada duduk di kursi empuk pada sebuah plaza.... Entah mengapa...


* Gambar diambil dari sini.

Bangku di taman itu


Kubayangkan, alangkah menyenangkan jika di kotaku ada sebuah taman yang nyaman. Taman yang ditumbuhi pohon-pohon rindang. Tentu tak ketinggalan dengan bunga-bunga dan bangku taman. Ya.., bangku taman yang terbuat dari kayu. Sudah lama aku memimpikan hal itu ada di taman kotaku.

Kubayangkan, jika ada bangku di taman itu... pasti aku akan sering meluangkan waktuku di sana saat senja datang menyapa. Sambil menikmati indahnya alam dan sejuknya hembusan angin senja. Pasti menyenangkan sekali melakukan hal itu, suatu saat kelak.




Masih dalam bayanganku.., aku duduk di bangku taman itu, saat usiaku pun mulai senja. Duduk diam, tanpa kata. Hanya diam. Yang terasa hanya kedamaian dan ketenangan. Terlepas dari hiruk pikuk dunia, terbebas dari bisingnya berbagai ulah manusia. Santai dan nyaman.

Saat kelak aku duduk di bangku taman itu, pasti aku akan enggan beranjak pergi. Rasa enggan yang muncul dari rasa tidak rela melepaskan ketenangan, kedamaian dan kenyamanan di sana. Meskipun akhirnya aku harus mengalah oleh datangnya malam, aku pasti akan kembali lagi esok hari... untuk duduk di bangku taman itu lagi.

Mungkin ini adalah impian sederhana yang juga dimiliki oleh banyak orang yang kini telah memasuki masa senja. Keinginan sederhana, namun ternyata sulit untuk terpenuhi. Ternyata duduk di bangku taman, meskipun hanya terbuat dari kayu, lebih mahal harganya daripada duduk di kursi empuk pada sebuah plaza.... Entah mengapa...


* Gambar diambil dari sini.

Minggu, 01 November 2009

Merubah sudut pandang

Sudut pandang membuat perbedaan yang sangat besar terhadap sebuah peristiwa. Hal itulah yang aku alami beberapa hari terakhir ini. Mulanya, aku merasa jengkel luar biasa karena melihat seseorang yang bersikap dan berbicara semaunya. Padahal, mengingat posisinya, maka apa yang dilakukannya dan diucapkannya itu akan mempengaruhi banyak orang yang bekerja bersamanya.

Sudah beberapa kali dia seolah melepas tanggung jawabnya dan menyerahkan begitu saja kepada orang lain. Berulang kali pula dia tak mengambil keputusan di saat-saat yang sangat penting. Lebih parah lagi, apa yang dikatakannya sama sekali tak mencerminkan apa yang telah diperbuatnya. Yang terjadi kemudian adalah pekerjaannya jadi sangat terganggu dan nyaris tak ada yang beres.




Bukan hanya aku yang jengkel dan terganggu karenanya. Ternyata hampir semua temanku juga merasakan hal yang sama. Telah banyak orang yang akhirnya menjadi 'korban' akibat sikap dan ucapannya. Rasanya kehadirannya justru membuat pekerjaan menjadi semakin terasa berat. Malah terkadang, ketidak-hadirannya justru membuat banyak orang bernafas lega.

Namun..., 2 hari yang lalu sudut pandangku berubah drastis terhadapnya. Secara tak sengaja, aku menemukan fakta 'baru' tentang dirinya. Ternyata, selama beberapa bulan ini dia sedang terlilit masalah keluarga yang sangat berat dan rumit. Hal itu membuatnya sangat stress. Namun, dia berusaha untuk menyembunyikan masalah itu dari orang lain dan mencoba untuk menghadapinya sendiri.

Masalah pribadinya itu tentu saja membuatnya sangat tertekan. Belum lagi ditambah dengan beban pekerjaan yang saat ini sedang sangat besar. Tekanan dari kedua sisi ini membuatnya menjadi sangat labil dan sering lepas kontrol. Tentu saja hal itu akhirnya berimbas kepada orang lain juga, yaitu teman-teman kerjanya. Hanya bedanya, dulu saat aku belum mengetahui bahwa dia memiliki masalah pribadi yang sangat serius, aku sangat jengkel terhadapnya. Namun setelah aku secara tak sengaja mengetahui masalah pribadinya, aku jadi merasa kasihan kepadanya. Kini aku bisa memaklumi sikap dan ucapannya akhir-akhir ini.

Aku tahu, dia sebenarnya saat ini butuh waktu untuk menyendiri dan menenangkan diri. Namun pekerjaannya saat ini tak memungkinkannya mengambil cuti. Memang sih, banyak orang yang berkata bahwa seseorang seharusnya mampu bersikap profesional, memisahkan masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Kupikir hal itu pastilah sangat sulit. Aku sendiri jika berada dalam posisinya mungkin saja malah lebih terpuruk lagi daripada dia.

Kini aku memandangnya sebagai manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Aku menghormati keputusannya untuk tetap bungkam dan tak mau berbagi tentang masalah pribadinya. Yang jelas, kini perasaan jengkelku kepadanya jadi jauh berkurang. Kupikir, setelah masalah pribadinya teratasi, dia akan bersikap jauh lebih baik. Setidaknya, aku bisa memberinya sedikit ruang untuk menenangkan diri.

Kejadian ini membuatku berpikir, bahwa jika kita mau merubah sudut pandang kita, maka bisa saja hal-hal yang tampaknya buruk bisa berubah menjadi lebih baik. Hanya saja, seringkali kita sudah terjebak dengan apa yang pertama kita lihat atau kita dengar. Opini atau pendapat yang muncul dari apa yang pertama kita dengar atau kita lihat itu, seringkali langsung kita percayai kebenarannya. Padahal belum tentu kebenarannya. Iya kan..?

Sebuah ilustrasi menarik aku tampilkan disini. Sebuah contoh bahwa ternyata pandangan manusia bisa juga menipu.

Ini gambar seorang pria yang sedang main musik atau fambar seorang wanita ?
Gambar diambil dari sini


Hitung berapa jumlah bola-bola hitamnya..!
Apa yang mungkin terlihat betul di mata kita, bisa jadi salah di mata orang lain. Jadi, selayaknya kita tak perlu buru-buru untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu, apalagi jika kita tak paham duduk permasalahan yang sebenarnya. Untuk hal ini, aku yakin sekali... teman-teman pasti setuju. *Semoga kali ini aku tak salah menilai*