Senin, 31 Mei 2010

Gara-gara konjungtivitis

Gara-gara konjungtivitis (meminjam istilah dr.Vicky) atau sakit mata aku kehilangan beberapa acara penting. Sejak Kamis yang lalu, aku dan suami tertular konjungtivitis dari Shasa. Tapi kondisi suamiku yang paling parah, dan herannya justru kondisi Shasa yang paling ringan. Shasa bahkan sudah bisa kembali masuk sekolah pada hari Sabtu, sementara aku dan suami sampai hari ini belum sembuh benar.

Sedihnya, Jumat sampai Minggu kemarin adikku yang tinggal di Pacitan datang ke Madiun untuk mengadakan acara piton-piton (tedhak siti) anak keduanya. Dan karena kami bertiga masih belum sembuh, ya terpaksa diam di rumah saja dan tak bisa bertemu dengan mereka semua. *sigh*

Makin lengkap kesedihan itu tatkala ibu mertuaku mengabarkan bahwa paman dari suamiku yang kini tinggal di Lampung akan mampir sebentar ke Madiun pada hari Minggu pagi. Kebetulan, paman ada acara di Yogya, makanya menyempatkan diri untuk mampir. Waduh, mengapa semua datang di saat kami tak bisa bertemu gara-gara konjungtivitis ? OMG... lengkap sudah rasa kecewa kami.

Memang, terhitung sejak Kamis sampai Minggu aku nyaris tak berkegiatan, karena mata sakit dan kabur. Itu sebabnya aku tak bisa blogging. Untung saja, aku punya draft postingan utk hari Jumat dan Sabtu, sehingga aku tetap bisa update blog meskipun aku belum bisa berkunjung balik ke tempat sahabat semua. Baru pada hari Minggu malam aku mulai bisa leluasa beraktivitas,  termasuk update blog, meskipun tak bisa lama-lama. Untuk blogging memang aku sempatkan karena sudah kangen sih.... hehehe

Doakan ya, semoga saja kami segera pulih lagi seperti sedia kala. Tak enak ternyata menderita konjungtivitis itu. Tapi kejadian ini membuatku  makin menyadari bahwa betapa besar nikmatNYA yang telah aku terima selama ini. Betapa selama ini aku telah diberi kemudahan untuk melihat dan menikmati beragam keindahan ciptaanNYA. Subhanallah...  Dan saat nikmat itu dikurangi sesaat saja, ternyata sungguh sangat menyiksa. Semoga aku tak lagi kufur nikmat. Amin.

Maaf sobat.., update kali ini isinya benar-benar hanya "curcol" saja, hehehe.... BTW, terima kasih banget ya sudah setia mampir kesini. Salam persahabatan.

Minggu, 30 Mei 2010

Diam

Aku menatapmu
dalam diam yang panjang
aku melirikmu diam-diam
tanpa gerakan

Diam
...........

Aku hanya diam
tanpa kata
tanpa suara
hanya sunyi yang meraja
dan kata menggantung di udara

Diam yang panjang

gambar diculik dari sini

Sabtu, 29 Mei 2010

Ada perayaan lagi...

Tak lama lagi Pemerintah Kota Madiun akan merayakan Hari Jadinya yang ke-92. Sebenarnya perayaan hari jadi itu tepat tanggal 20 Juni 2010, namun karena tanggal itu bertepatan dengan hari Minggu maka upacara untuk memperingatinya dijadwalkan akan dilangsungkan pada tanggal 21 Juni 2010. Seperti biasa, upacara itu akan dilaksanakan di halaman depan Balaikota Madiun.

Untuk merayakannya serangkaian acara dan kegiatan telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 ini sampai dengan 3 Juli nanti. Berbagai kegiatan telah dijadwal dalam rentang waktu itu. Dalam bidang kesehatan digelar kegiatan yang antara lain meliputi : senam lansia, bulutangkis, futsal, sepakbola, sepeda santai dan jalan sehat. Di bidang pelayanan akan diselenggarakan pelayanan kesehatan gratis, pelayanan KB gratis, pelayanan akte kelahiran, KK serta KTP gratis.

Bakti sosial pun dilakukan dalam bentuk nikah massal dan khitanan massal. Sementara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat adalah yang menyangkut seni budaya. Direncanakan akan digelar berbagai kegiatan kesenian antara lain : Reog, Wayang kulit, Ludruk, Ketoprak, Campursari, Pentas Musik dan tak lupa acara Dangdut.

logo hari jadi Pemerintahan Kota Madiun

Sebenarnya masih banyak kegiatan lainnya, tapi dari sekian banyak kegiatan yang direncanakan itu, aku tertarik pada 5 kegiatan saja. Ada 3 kegiatan yang menarik perhatianku karena ada kaitannya dengan Shasa, yaitu : Bazaar mainan anak-anak, lomba telling strory dan pawai budaya. Sementara 2 kegiatan lain yang menarik minatku sendiri adalah : pelatihan resensi buku dan ..... pagelaran musik "Ungu"...!

Untuk pawai budaya, aku yakin kalau sekolahnya Shasa pasti ambil bagian dalam kegiatan itu dan akan menampilkan drumband-nya. Dan Shasa pasti akan ikut karena dia anggota kelompok drumband sekolahnya. Jadi tak sabar menunggu kelima kegiatan yang aku tunggu-tunggu itu.

Jumat, 28 Mei 2010

Mbah Di Pindah

Mbah Di, adalah tetangga pemilik warung kopi yang ada di komplek perumahan kami. Suamiku sangat dekat dengan Mbah Di, karena kebetulan hobby mereka berdua sama : senang burung berkicau dan memancing. Setiap kali suami pergi ke luar kota selama beberapa hari, Mbah Di yang akan dititipi memelihara burung-burung berkicau milik suami.

Begitu juga dengan urusan memancing. Hampir di semua kegiatan memancing yang dilakukan suami, bisa dipastikan Mbah Di pasti ikut serta. Bahkan, setelah memancing biasanya hasil yang diperoleh akan dimasak dan dinikmati bersama di warung kopi milik Mbah Di.

Warung kopi milik Mbah Di merupakan tempat favorit suamiku untuk bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Meskipun kecil, warung kopi Mbah Di banyak juga pengunjungnya, yaitu : bapak-bapak penghuni kompleks perumahan. Dari warung kopi itu jugalah suamiku sering membawa 'oleh-oleh' berupa berita hangat yang terjadi di kompleks. (Ternyata.., bapak-bapak suka juga ngerumpi ya..?)

Karena kedekatan suamiku dengan Mbah Di, maka seringkali suami minta bantuan Mbah Di jika kebetulan dia sedang repot atau sakit. Seperti saat orangtuaku hendak pergi ke Magetan untuk takziah, kebetulan suami sedang sakit. Karena aku tak bisa mengemudikan mobil, maka Mbah Di yang dimintai tolong untuk mengantarkan kedua orangtuaku ke Magetan.

Keluarga kami dengan Mbah Di menjadi sangat dekat. Bahkan saat suamiku wisuda S2 di Malang tahun 2008 lalu, Mbah Di juga yang kami ajak serta. Mbah Di sering membantu suamiku untuk memperbaiki mobil. Mbah Di juga yang dulu dititipi Shasa untuk memelihara kelincinya, saat aku keberatan Shasa memeliharanya di rumah (karena baunya pesing). Dalam beberapa peristiwa Mbah Di pula yang diminta bantuannya. Pokoknya.., sudah berulang kali bantuan (tenaga) Mbah Di sangat berarti bagi kami.

Namun kini semua berbeda..., Mbah Di sudah pindah. Kebetulan rumah yang dikontraknya tak diperpanjang lagi kontraknya oleh pemilik rumah. Konon kabarnya rumah itu hendak diperbaiki. Mau tak mau Mbah Di harus mencari rumah kontrakan yang baru dan ternyata tempatnya cukup jauh dari rumah kami.

Terus terang, kami (khususnya suamiku) sangat kehilangan dengan kepindahan Mbah Di itu. Yang jelas, suamiku (dan juga tetangga sekitar) tak lagi punya tempat yang menyenangkan untuk ngerumpi dan kumpul-kumpul. Selain itu, kami akan kesulitan untuk meminta bantuan (tenaga) dari Mbah Di karena satu-satunya kendaraan yang dikuasainya hanyalah mobil, karena dia tak bisa naik sepeda ataupun motor. Jadi, kemungkinan dia untuk bisa sampai ke rumah kami sewaktu-waktu dibutuhkan (tenaganya) juga sangat kecil.

Mbah Di..., we miss you.... *halah*

Kamis, 27 Mei 2010

Peringatan Hari Jadi Ke-92 Kota Madiun

Tak lama lagi Pemerintah Kota Madiun akan merayakan Hari Jadinya yang ke-92. Sebenarnya perayaan hari jadi itu tepat tanggal 20 Juni 2010, namun karena tanggal itu bertepatan dengan hari Minggu maka upacara untuk memperingatinya dijadwalkan akan dilangsungkan pada tanggal 21 Juni 2010. Seperti biasa, upacara itu akan dilaksanakan di halaman depan Balaikota Madiun.

Untuk merayakannya serangkaian acara dan kegiatan telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 ini sampai dengan 3 Juli nanti. Berbagai kegiatan telah dijadwal dalam rentang waktu itu. Dalam bidang kesehatan digelar kegiatan yang antara lain meliputi : senam lansia, bulutangkis, futsal, sepakbola, sepeda santai dan jalan sehat. Di bidang pelayanan akan diselenggarakan pelayanan kesehatan gratis, pelayanan KB gratis, pelayanan akte kelahiran, KK serta KTP gratis.

Bakti sosial pun dilakukan dalam bentuk nikah massal dan khitanan massal. Sementara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat adalah yang menyangkut seni budaya. Direncanakan akan digelar berbagai kegiatan kesenian antara lain : Reog, Wayang kulit, Ludruk, Ketoprak, Campursari, Pentas Musik dan tak lupa acara Dangdut.

logo hari jadi Pemerintahan Kota Madiun

Sebenarnya masih banyak kegiatan lainnya, tapi dari sekian banyak kegiatan yang direncanakan itu, aku tertarik pada 5 kegiatan saja. Ada 3 kegiatan yang menarik perhatianku karena ada kaitannya dengan Shasa, yaitu : Bazaar mainan anak-anak, lomba telling strory dan pawai budaya. Sementara 2 kegiatan lain yang menarik minatku sendiri adalah : pelatihan resensi buku dan ..... pagelaran musik "Ungu"...!

Untuk pawai budaya, aku yakin kalau sekolahnya Shasa pasti ambil bagian dalam kegiatan itu dan akan menampilkan drumband-nya. Dan Shasa pasti akan ikut karena dia anggota kelompok drumband sekolahnya. Jadi tak sabar menunggu kelima kegiatan yang aku tunggu-tunggu itu.

Bersama sakit

Kemarin sore pulang kantor, saat aku dan suami menjemput Shasa di rumah eyangnya, kami melihat bahwa salah satu mata Shasa bengkak dan berwarna merah. Pikir kami..., Shasa pasti kena sakit mata : "belek". Awalnya dengan kondisi mata seperti itu, Shasa nekad mau berangkat les Inggris. Maklum saja, Shasa merasa dia 'baik-baik saja' dan ini pengalaman pertamanya terkena "belek".

Aku dan suami mencoba menjelaskan padanya bahwa "belek" itu penyakit menular juga. Mungkin saja dia tertular oleh teman sekolahnya karena sekarang emang sedang ada wabah "belek".  Biasanya, orang yang sakit "belek" pasti akan dihindari oleh siapa saja, karena takut ketularan. Kuceritakan padanya bahwa aku pernah kena "belek" kurang lebih 5 tahun yang lalu. Saat itu aku pun nekad masuk ke kantor.., dan ternyata semua teman kantor lebih senang jika aku tak memaksakan diri ke kantor dan lebih baik istirahat di rumah saja. Akhirnya aku pun pulang, karena tak nyaman di kantor.... *sigh*


Untungnya Shasa mengerti dan mau untuk tidak berangkat les kemarin sore. Saat akan tidur malam aku jelaskan padanya, bahwa mungkin saat dia bangun esok pagi, dia tak dapat membuka mata karena matanya lengket oleh banyaknya kotoran yang keluar dari sakit beleknya itu. Jika itu terjadi, aku minta padanya untuk tidak panik dan cukup memanggilku atau ayahnya agar kami bisa membersihkan kotoran itu supaya dia bisa membuka mata lagi. 
Benar saja, tadi pagi hal itu terjadi dan karena dia sudah tahu kemungkinan itu jadi dia tak panik. Kondisi matanya itu membuat Shasa terpaksa tidak masuk sekolah. Namun.., aku dan ayahnya rupanya sudah  mulai tertular "belek" itu juga. Jika mataku yang kiri sudah terasa berat dan perih, mata suami malah sudah bengkak dan memerah. Tak ingin sakit "belek" itu semakin menjadi, aku dan suami segera mengobatinya.

Hari ini, aku dan suami tetap berangkat ke kantor. Jika aku nekad karena mataku belum memerah (dan berharap tak jadi belek setelah diobati). Sementara suami tetap berangkat ke kantor karena dia diundang menghadiri rapat. Alhasil, selama rapat suami memakai kaca mata hitam..! Hehehe...  Aku sendiri... makin siang mataku semakin terasa sakit dan mulai memerah. Setelah suami selesai rapat, aku dan suami sama-sama ijin dari kantor masing-masing dan pulang bersama untuk menjemput Shasa yang ada di rumah eyangnya.

Jadilah, bertiga kami bersama menderita sakit "belek". Hal ini mengingatkan aku saat tahun 2007 yang lalu saat wabah cacar menghampiriku. Awalnya aku yang tertular cacar dari teman kantorku, saat aku hampir sembuh ganti suamiku yang tertular. Dan terakhir..., Shasa yang terkena. Akibatnya.., saat Idul Fitri 2007 kemarin, kami sekeluarga tampil dengan wajah penuh bekas cacar. Benar-benar kompak, seperti saat ini....hehehehe 


*NB : Maaf karena mata yang sakit aku belum bisa berkunjung ke rumah sahabat semua*

Selasa, 25 Mei 2010

Beasiswa

Minggu kemarin, di Tempo Interaktif ada berita yang menarik perhatianku. Seorang pembina di Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Hendra Kwee (30 tahun) diberitakan mendapatkan pengalaman yang menyesakkan dada pada tahun lalu. Hal itu dialaminya pada saat dia bermaksud membantu anak didiknya di TOFI (yang menjadi jawara Olimpiade Fisika di tingkat Asia) agar mendapatkan beasiswa di ITB. Ternyata, prestasi anak didiknya itu tak serta merta menjadi jaminan bisa menikmati beasiswa untuk bisa menuntut ilmu di perguruan tinggi terbaik di negeri ini.

Saat Hendra menyampaikan maksudnya, seorang pejabat di Kementrian Pendidikan Nasional meminta agar anak tersebut masuk kuliah dulu, setelah itu baru mengajukan beasiswa. Menurut salah seorang pejabat dalam Kementrian Pendidikan Nasional, pemberian beasiswa di Tanah Air harus melalui prosedur yang ada. Hal itu dilakukan karena Pemerintah tak mau kecolongan. Sebab, ada kalanya terjadi si penerima beasiswa ternyata kuliah di kampus lain, atau bahkan tidak mengikuti kuliah sementara uang telah digelontorkan. Padahal uang beasiswa itu adalah uang negara sehingga harus bisa dipertanggungjawabkan.

Bagi Hendra, doktor fisika dari College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat, 'penolakan' dari Kementrian Pendidikan Nasional itu terasa sangat menyakitkan. Dia merasa prestasi anak didiknya tak dihargai. Ia tak habis mengerti, seorang peraih medali emas kompetisi pelajar tingkat Asia, yang sudah mengharumkan nama negara, harus berjuang sendiri untuk bisa kuliah di dalam negeri. Apalagi mengingat betapa mahalnya biaya pendidikan di Tanah Air dan selain itu tak semua anak-anak yang berprestasi dan cemerlang itu berlatar belakang sosial ekonomi yang cukup. Bahkan bukan tak mungkin jika para jawara dalam olimpiade itu bisa saja tak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi hanya gara-gara terkendala biaya. Jika untuk mendaftarkan diri ke PTN saja sudah tak ada biaya, bagaimana mereka bisa menjalani perkuliahan sebelum mereka bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan beasiswa ? Padahal menurut Hendra, di universitas luar negeri manapun beasiswa akan diberikan sejak murid itu mendaftar.


Sementara pengalaman Hendra saat kuliah di ITB 13 tahun yang lalu memberinya pemahaman yang berbeda tentang beasiswa di Tanah Air. Dia melihat, para penerima beasiswa di Tanah Air tak lantas bisa tenang karena mereka harus berutang kanan-kiri sebelum uang beasiswa cair. Biasanya pencairan beasiswa itu molor lima bulan. Pengalaman temannya itulah yang membuat Hendra tak tertarik mengurus beasiswa untuk dirinya sendiri, meskipun ia adalah jawara olimpiade fisika pada 1996.

Kondisi-kondisi seperti itu yang membuat Winson Tanputraman, 17 tahun, peraih medali emas Olimpiade Fisika tingkat Asia di Thailand tahun 2009 mengambil keputusan untuk masa depannya. Dia lebih memilih mengajukan beasiswa dan kuliah di National University of Singapore mulai Juni nanti. Menurutnya, semua biaya kuliah dan biaya hidupnya sudah ditanggung oleh kampus itu.

Ketua Yayasan TOFI Profesor Yohanes Surya mengaku terpaksa tak lagi mencampuri keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade Fisika tingkat internasional tahun depan. Yohanes terpaksa hanya bisa mengikutkan anak didiknya di olimpiade tingkat Asia. Menurut pengakuan Yohanes, selama ini dana dari pemerintah tidak selalu tersedia dan kegiatan TOFI lebih banyak didanai oleh sponsor.

Mau tak mau, berita di atas membuatku miris. Aku merasa gelisah, membayangkan Indonesia kehilangan aset yang berharga di masa yang akan datang. Jika anak-anak cemerlang dari Tanah Air lebih diterima dan diakomodir kebutuhannya oleh negara lain, maka tak akan menuntut kemungkinan jika setelah mereka lulus maka kepandaian mereka akan dimanfaatkan oleh negara-negara itu. Seperti BJ Habibie..., yang kepandaiannya lebih diakui di Jerman daripada di Indonesia.

Sementara yang aku tahu Yohannes Surya sendiri telah mengorbankan kehidupannya yang mapan di USA, dan memilih tinggal di Tanah Air demi cita-cita untuk memajukan generasi muda. Bahkan, hanya agar tak tergoda untuk kembali pada kemapanan hidup di USA, Greencard yang dimilikinya terpaksa dihancurkannya.

Tak sedikit upaya yang telah dilakukan oleh Yohannes Surya dalam beberapa tahun ini. Telah banyak bibit unggul dari daerah yang berhasil dalam pembinaannya, bahkan pelajar-pelajar dari Papua bisa menunjukkan kecemerlangan mereka setelah mereka dibina olehnya, meskipun mereka berlatar belakang kehidupan yang miskin. Berkat tangan dinginnya, nama Indonesia telah berkibar dalam berbagai ajang olimpiade fisika. Sayang sekali, jika ternyata semua yang dilakukannya itu kemudian sia-sia...

Sekedar informasi, bahwa alokasi dana beasiswa Kementerian Pendidikan Nasional tahun ini sebesar Rp 1,5 triliun. Dana itu direncanakan untuk membiayai lebih dari 3 juta siswa dan mahasiswa kurang mampu. Selain itu kementerian juga telah menyiapkan Program Beasiswa Bidik Misi sebesar Rp 200 miliar untuk 20 ribu mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Semoga saja beasiswa itu mampu membuat masa depan generasi muda yang semula tampak gelap menjadi terang benderang. Semoga saja beasiswa itu membuka harapan yang semula layu termakan ketiadaan biaya.Amin.


*dari berbagai sumber*

Beasiswa

Minggu kemarin, di Tempo Interaktif ada berita yang menarik perhatianku. Seorang pembina di Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Hendra Kwee (30 tahun) diberitakan mendapatkan pengalaman yang menyesakkan dada pada tahun lalu. Hal itu dialaminya pada saat dia bermaksud membantu anak didiknya di TOFI (yang menjadi jawara Olimpiade Fisika di tingkat Asia) agar mendapatkan beasiswa di ITB. Ternyata, prestasi anak didiknya itu tak serta merta menjadi jaminan bisa menikmati beasiswa untuk bisa menuntut ilmu di perguruan tinggi terbaik di negeri ini.

Saat Hendra menyampaikan maksudnya, seorang pejabat di Kementrian Pendidikan Nasional meminta agar anak tersebut masuk kuliah dulu, setelah itu baru mengajukan beasiswa. Menurut salah seorang pejabat dalam Kementrian Pendidikan Nasional, pemberian beasiswa di Tanah Air harus melalui prosedur yang ada. Hal itu dilakukan karena Pemerintah tak mau kecolongan. Sebab, ada kalanya terjadi si penerima beasiswa ternyata kuliah di kampus lain, atau bahkan tidak mengikuti kuliah sementara uang telah digelontorkan. Padahal uang beasiswa itu adalah uang negara sehingga harus bisa dipertanggungjawabkan.

Bagi Hendra, doktor fisika dari College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat, 'penolakan' dari Kementrian Pendidikan Nasional itu terasa sangat menyakitkan. Dia merasa prestasi anak didiknya tak dihargai. Ia tak habis mengerti, seorang peraih medali emas kompetisi pelajar tingkat Asia, yang sudah mengharumkan nama negara, harus berjuang sendiri untuk bisa kuliah di dalam negeri. Apalagi mengingat betapa mahalnya biaya pendidikan di Tanah Air dan selain itu tak semua anak-anak yang berprestasi dan cemerlang itu berlatar belakang sosial ekonomi yang cukup. Bahkan bukan tak mungkin jika para jawara dalam olimpiade itu bisa saja tak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi hanya gara-gara terkendala biaya. Jika untuk mendaftarkan diri ke PTN saja sudah tak ada biaya, bagaimana mereka bisa menjalani perkuliahan sebelum mereka bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan beasiswa ? Padahal menurut Hendra, di universitas luar negeri manapun beasiswa akan diberikan sejak murid itu mendaftar.


Sementara pengalaman Hendra saat kuliah di ITB 13 tahun yang lalu memberinya pemahaman yang berbeda tentang beasiswa di Tanah Air. Dia melihat, para penerima beasiswa di Tanah Air tak lantas bisa tenang karena mereka harus berutang kanan-kiri sebelum uang beasiswa cair. Biasanya pencairan beasiswa itu molor lima bulan. Pengalaman temannya itulah yang membuat Hendra tak tertarik mengurus beasiswa untuk dirinya sendiri, meskipun ia adalah jawara olimpiade fisika pada 1996.

Kondisi-kondisi seperti itu yang membuat Winson Tanputraman, 17 tahun, peraih medali emas Olimpiade Fisika tingkat Asia di Thailand tahun 2009 mengambil keputusan untuk masa depannya. Dia lebih memilih mengajukan beasiswa dan kuliah di National University of Singapore mulai Juni nanti. Menurutnya, semua biaya kuliah dan biaya hidupnya sudah ditanggung oleh kampus itu.

Ketua Yayasan TOFI Profesor Yohanes Surya mengaku terpaksa tak lagi mencampuri keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade Fisika tingkat internasional tahun depan. Yohanes terpaksa hanya bisa mengikutkan anak didiknya di olimpiade tingkat Asia. Menurut pengakuan Yohanes, selama ini dana dari pemerintah tidak selalu tersedia dan kegiatan TOFI lebih banyak didanai oleh sponsor.

Mau tak mau, berita di atas membuatku miris. Aku merasa gelisah, membayangkan Indonesia kehilangan aset yang berharga di masa yang akan datang. Jika anak-anak cemerlang dari Tanah Air lebih diterima dan diakomodir kebutuhannya oleh negara lain, maka tak akan menuntut kemungkinan jika setelah mereka lulus maka kepandaian mereka akan dimanfaatkan oleh negara-negara itu. Seperti BJ Habibie..., yang kepandaiannya lebih diakui di Jerman daripada di Indonesia.

Sementara yang aku tahu Yohannes Surya sendiri telah mengorbankan kehidupannya yang mapan di USA, dan memilih tinggal di Tanah Air demi cita-cita untuk memajukan generasi muda. Bahkan, hanya agar tak tergoda untuk kembali pada kemapanan hidup di USA, Greencard yang dimilikinya terpaksa dihancurkannya.

Tak sedikit upaya yang telah dilakukan oleh Yohannes Surya dalam beberapa tahun ini. Telah banyak bibit unggul dari daerah yang berhasil dalam pembinaannya, bahkan pelajar-pelajar dari Papua bisa menunjukkan kecemerlangan mereka setelah mereka dibina olehnya, meskipun mereka berlatar belakang kehidupan yang miskin. Berkat tangan dinginnya, nama Indonesia telah berkibar dalam berbagai ajang olimpiade fisika. Sayang sekali, jika ternyata semua yang dilakukannya itu kemudian sia-sia...

Sekedar informasi, bahwa alokasi dana beasiswa Kementerian Pendidikan Nasional tahun ini sebesar Rp 1,5 triliun. Dana itu direncanakan untuk membiayai lebih dari 3 juta siswa dan mahasiswa kurang mampu. Selain itu kementerian juga telah menyiapkan Program Beasiswa Bidik Misi sebesar Rp 200 miliar untuk 20 ribu mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Semoga saja beasiswa itu mampu membuat masa depan generasi muda yang semula tampak gelap menjadi terang benderang. Semoga saja beasiswa itu membuka harapan yang semula layu termakan ketiadaan biaya.Amin.


*dari berbagai sumber*

Belajar demokrasi, belajar politik

Sobat.., aku adalah orang awam yang kurang paham tentang hiruk pikuk politik di negeri yang sedang belajar demokrasi ini. Aku tak punya tokoh politik dan partai politik favorit. Aku bahkan tak hafal dengan nama-nama partai politik yang ada di Indonesia dewasa ini. Semua itu terus terang menjadi kendala terbesarku saat Pilpres beberapa tahun yang lalu.... :D

Satu hal yang membuatku kurang suka dengan politik karena dalam gambaranku politik itu ruwet bin njlimet. Apalagi ditambah dengan berita-berita tentang perebutan kekuasaan yang melibatkan politik uang. Atau munculnya kebijakan-kebijakan politis yang seringkali tak berpihak pada rakyat kecil. Dan... masih banyak lagi contoh-contoh yang membuatku tak nyaman bersinggungan dengan politik.

Namun, Minggu kemarin ada sesuatu yang baru. Dalam Kongres II Partai Demokrat di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Jawa Barat telah dilakukan pemilihan ketua umum baru Partai Demokrat periode 2010-2015. Hasil dari pemilihan itu, Anas Urbaningrum terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat lewat pemilihan suara terbanyak (voting) dua putaran, setelah mengalahkan dua calon lainnya, yaitu : Marzuki Ali dan Andi Mallarangeng.

Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, partai pemenang Pemilu 2009, untuk menggantikan Ketua Umum sebelumnya yang dipegang oleh Hadi Utomo. Dalam usia yang relatif muda (41 tahun), Anas telah sukses mencapai posisi tertinggi di partai terbesar di negeri ini.

foto diculik dari sini

Dari berbagai sumber aku dapatkan bahwa pemilihan ketua partai terbesar di Indonesia itu berjalan dengan demokratis. Tak terdengar ada politik uang di balik kemenangan Anas Urbaningrum. Kemenangan Anas telah membawa Partai Demokrat mendapatkan 'tokoh baru' selain SBY. Tak ada kabar tentang pertikaian di dalam tubuh partai atas kemenangan Anas. Pihak2 yang bersaing meraih jabatan Ketua Umum partai tersebut bisa legowo atas hasil pemilihan . Mereka bisa saling berangkulan setelah ketua umum terpilih diumumkan. Bahkan Anas pun tak lantas jumawa atas kemenangannya, dan dia  meminta dukungan seluruh kader Partai Demokrat untuk bersama-sama membangun Partai Demokrat menjadi lebih baik dan lebih besar.

Pemilihan ketua partai terbesar di Indonesia  yang dapat berjalan dengan demokratis tanpa ada keributan itu mau tak mau sedikit menghapus rasa getir yang aku rasakan atas berita-berita perebutan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak sehat. Setidaknya, kali ini aku dapat belajar tentang arti demokrasi sekaligus belajar [tentang tokoh] politik.

*dari berbagai sumber*
To : Bang Iwan dan Kang Enes... aku tak jadi menuliskan biografi AU... malah jadinya seperti ini  :D

Belajar demokrasi, belajar politik

Sobat.., aku adalah orang awam yang kurang paham tentang hiruk pikuk politik di negeri yang sedang belajar demokrasi ini. Aku tak punya tokoh politik dan partai politik favorit. Aku bahkan tak hafal dengan nama-nama partai politik yang ada di Indonesia dewasa ini. Semua itu terus terang menjadi kendala terbesarku saat Pilpres beberapa tahun yang lalu.... :D

Satu hal yang membuatku kurang suka dengan politik karena dalam gambaranku politik itu ruwet bin njlimet. Apalagi ditambah dengan berita-berita tentang perebutan kekuasaan yang melibatkan politik uang. Atau munculnya kebijakan-kebijakan politis yang seringkali tak berpihak pada rakyat kecil. Dan... masih banyak lagi contoh-contoh yang membuatku tak nyaman bersinggungan dengan politik.

Namun, Minggu kemarin ada sesuatu yang baru. Dalam Kongres II Partai Demokrat di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Jawa Barat telah dilakukan pemilihan ketua umum baru Partai Demokrat periode 2010-2015. Hasil dari pemilihan itu, Anas Urbaningrum terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat lewat pemilihan suara terbanyak (voting) dua putaran, setelah mengalahkan dua calon lainnya, yaitu : Marzuki Ali dan Andi Mallarangeng.

Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, partai pemenang Pemilu 2009, untuk menggantikan Ketua Umum sebelumnya yang dipegang oleh Hadi Utomo. Dalam usia yang relatif muda (41 tahun), Anas telah sukses mencapai posisi tertinggi di partai terbesar di negeri ini.

foto diculik dari sini

Dari berbagai sumber aku dapatkan bahwa pemilihan ketua partai terbesar di Indonesia itu berjalan dengan demokratis. Tak terdengar ada politik uang di balik kemenangan Anas Urbaningrum. Kemenangan Anas telah membawa Partai Demokrat mendapatkan 'tokoh baru' selain SBY. Tak ada kabar tentang pertikaian di dalam tubuh partai atas kemenangan Anas. Pihak2 yang bersaing meraih jabatan Ketua Umum partai tersebut bisa legowo atas hasil pemilihan . Mereka bisa saling berangkulan setelah ketua umum terpilih diumumkan. Bahkan Anas pun tak lantas jumawa atas kemenangannya, dan dia  meminta dukungan seluruh kader Partai Demokrat untuk bersama-sama membangun Partai Demokrat menjadi lebih baik dan lebih besar.

Pemilihan ketua partai terbesar di Indonesia  yang dapat berjalan dengan demokratis tanpa ada keributan itu mau tak mau sedikit menghapus rasa getir yang aku rasakan atas berita-berita perebutan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak sehat. Setidaknya, kali ini aku dapat belajar tentang arti demokrasi sekaligus belajar [tentang tokoh] politik.

*dari berbagai sumber*
To : Bang Iwan dan Kang Enes... aku tak jadi menuliskan biografi AU... malah jadinya seperti ini  :D

Senin, 24 Mei 2010

Ide dan kemalasan

Menulis memang membutuhkan ide, dan itulah yang aku perlukan saat ini. Sebenarnya, aku sudah mempunyai beberapa ide yang bisa aku tuliskan disini. Hanya saja masalahnya adalah.., pada saat ini otakku sedang mogok dan tak mau diajak berpikir yang sedikit serius. Sementara ide yang saat ini aku punya semuanya berkaitan dengan hal-hal yang harus dibicarakan secara serius.

Yang aku butuhkan sekarang adalah ide-ide yang ringan sehingga untuk menuliskannya aku tak memerlukan banyak pemikiran. Aku sedang ingin menuliskan sesuatu yang biasa saja, yang tak perlu cari data dari berbagai sumber. Yaaaa.., gampangnya sih seperti curhat, yang aku cuma butuh nulis semua semauku sendiri tanpa perlu referensi lain-lain. 

Salah satu ide yang terpaksa tersimpan di kepalaku adalah menulis tentang profil Anas Urbaningrum. Sebenarnya kemarin aku ingin banget menulis tentangnya, tapi aku sedang malas cari referensinya. Rasanya malas banget untuk mengolah data yang sudah di depan mata. Malah akhirnya aku mengulas tentang Putra (bocah penderita atresia billier). Kalau kemarin aku bisa menuliskan beritanya itu semata karena rasa simpatiku pada Putra dan keluarganya. Walau menurutku aku menulisnya juga seadanya saja. *sigh*

Karena otakku yang sedang mogok inilah, maka sampai sekarang aku belum juga menemukan ide untuk mengikuti Kontes Berbagi Hati dari Mbak Anazkia dan Pre-review Novelnya Mbak Clara. Niatku untuk mengikuti kedua even itu sih sudah ada, tapi sekarang baru sebatas niat dan belum berwujud tindakan nyata. BTW, kapan sih kedua even itu akan berakhir ? *lupa beneran nih*

Jika mau jujur sih, hal seperti ini sudah sering aku alami. Okelah aku ngaku..., semua itu hanya karena aku sedang dijangkit rasa malas saja. Malas untuk berpikir tepatnya... hehehehe. Pengalaman yang sudah-sudah sih, aku harus memaksa diriku untuk keluar dari zona malas ini. Kelamaan dalam zona malas ini mengakibatkan aku juga jadi malas melakukan hal-hal penting lainnya... :p

So.., mari berantas kemalasan.. *semangat*

Ide dan kemalasan

Menulis memang membutuhkan ide, dan itulah yang aku perlukan saat ini. Sebenarnya, aku sudah mempunyai beberapa ide yang bisa aku tuliskan disini. Hanya saja masalahnya adalah.., pada saat ini otakku sedang mogok dan tak mau diajak berpikir yang sedikit serius. Sementara ide yang saat ini aku punya semuanya berkaitan dengan hal-hal yang harus dibicarakan secara serius.

Yang aku butuhkan sekarang adalah ide-ide yang ringan sehingga untuk menuliskannya aku tak memerlukan banyak pemikiran. Aku sedang ingin menuliskan sesuatu yang biasa saja, yang tak perlu cari data dari berbagai sumber. Yaaaa.., gampangnya sih seperti curhat, yang aku cuma butuh nulis semua semauku sendiri tanpa perlu referensi lain-lain. 

Salah satu ide yang terpaksa tersimpan di kepalaku adalah menulis tentang profil Anas Urbaningrum. Sebenarnya kemarin aku ingin banget menulis tentangnya, tapi aku sedang malas cari referensinya. Rasanya malas banget untuk mengolah data yang sudah di depan mata. Malah akhirnya aku mengulas tentang Putra (bocah penderita atresia billier). Kalau kemarin aku bisa menuliskan beritanya itu semata karena rasa simpatiku pada Putra dan keluarganya. Walau menurutku aku menulisnya juga seadanya saja. *sigh*

Karena otakku yang sedang mogok inilah, maka sampai sekarang aku belum juga menemukan ide untuk mengikuti Kontes Berbagi Hati dari Mbak Anazkia dan Pre-review Novelnya Mbak Clara. Niatku untuk mengikuti kedua even itu sih sudah ada, tapi sekarang baru sebatas niat dan belum berwujud tindakan nyata. BTW, kapan sih kedua even itu akan berakhir ? *lupa beneran nih*

Jika mau jujur sih, hal seperti ini sudah sering aku alami. Okelah aku ngaku..., semua itu hanya karena aku sedang dijangkit rasa malas saja. Malas untuk berpikir tepatnya... hehehehe. Pengalaman yang sudah-sudah sih, aku harus memaksa diriku untuk keluar dari zona malas ini. Kelamaan dalam zona malas ini mengakibatkan aku juga jadi malas melakukan hal-hal penting lainnya... :p

So.., mari berantas kemalasan.. *semangat*

Minggu, 23 Mei 2010

Penderita atresia billier itu berpulang

Ramdan Aldiel Syahputra (3,5) yang telah berganti nama menjadi Slamet Hadi Syahputra, penderita atresia billier atau tidak berfungsinya kelenjar empedu akhirnya meninggal dunia Minggu (23 Mei 2010) dini hari. Putra tak mampu melalui masa kritis dan meninggal karena kegagalan fungsi organ yang dipicu infeksi di paru-paru. Akibatnya, paru-paru tidak bisa menyerap oksigen dengan baik.

Putra telah sukses menjalani pencangkokan hati pertama di Indonesia yang dilakukan RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Sabtu (24 April 2010) yang lalu. Hati Putra yang telah mendapatkan cangkok hati dari 20 persen hati ibunya, Sulistyowati sebenarnya telah berkembang dengan baik. Namun Putra terus didera persoalan pada organ lainnya seperti pendarahan otak dan saluran pencernaan. Dan sejak itu, Putra telah menjalani operasi sebanyak tujuh hingga akhirnya infeksi paru merenggut nyawanya.

Ketua Tim Teknis Cangkok Hati RSUD dr Soetomo, dr Poerwadi SpBA, mengatakan bakteri yang menginfeksi paru-paru Putra sudah masuk ke dalam darah. Meski ruang perawatan sudah diupayakan sangat steril, kemungkinan bakteri masuk masih ada. ’’Dengan operasi sebanyak itu, transfusi sekian banyak, kemungkinan itu terbuka. Bisa jadi juga bakteri tumbuh dari dalam ususnya sendiri," ujarnya.

Sebenarnya setelah mendapatkan transplantasi hati dari ibu kandungnya, kondisi Putra selalu naik-turun. Suatu ketika Putra berada dalam kondisi yang cukup baik, saat itulah orang tua dan tim dokter bersepakat untuk mengganti namanya. Namun rupanya Tuhan berkehendak lain, setelah berbagai upaya yang dilakukan orangtuanya dan semua pihak, akhirnya bocah yang berasal dari Trenggalek itupun kembali kepada Sang Pencipta.

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf sempat melayat Putra di ruang Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSU dr Soetomo pagi tadi. Gus Ipul mengatakan bahwa proses pemakaman Putra di kampung halamannya ditanggung Pemprov Jatim melalui RSU Dr Soetomo. 

Begitulah, manusia berusaha tapi Tuhanlah yang menentukan segalanya. Mungkin memang inilah yang terbaik untuk semuanya. Semoga keluarga diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini. Selamat jalan Putra....

*dari berbagai sumber*

Penderita atresia billier itu berpulang

Ramdan Aldiel Syahputra (3,5) yang telah berganti nama menjadi Slamet Hadi Syahputra, penderita atresia billier atau tidak berfungsinya kelenjar empedu akhirnya meninggal dunia Minggu (23 Mei 2010) dini hari. Putra tak mampu melalui masa kritis dan meninggal karena kegagalan fungsi organ yang dipicu infeksi di paru-paru. Akibatnya, paru-paru tidak bisa menyerap oksigen dengan baik.

Putra telah sukses menjalani pencangkokan hati pertama di Indonesia yang dilakukan RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Sabtu (24 April 2010) yang lalu. Hati Putra yang telah mendapatkan cangkok hati dari 20 persen hati ibunya, Sulistyowati sebenarnya telah berkembang dengan baik. Namun Putra terus didera persoalan pada organ lainnya seperti pendarahan otak dan saluran pencernaan. Dan sejak itu, Putra telah menjalani operasi sebanyak tujuh hingga akhirnya infeksi paru merenggut nyawanya.

Ketua Tim Teknis Cangkok Hati RSUD dr Soetomo, dr Poerwadi SpBA, mengatakan bakteri yang menginfeksi paru-paru Putra sudah masuk ke dalam darah. Meski ruang perawatan sudah diupayakan sangat steril, kemungkinan bakteri masuk masih ada. ’’Dengan operasi sebanyak itu, transfusi sekian banyak, kemungkinan itu terbuka. Bisa jadi juga bakteri tumbuh dari dalam ususnya sendiri," ujarnya.

Sebenarnya setelah mendapatkan transplantasi hati dari ibu kandungnya, kondisi Putra selalu naik-turun. Suatu ketika Putra berada dalam kondisi yang cukup baik, saat itulah orang tua dan tim dokter bersepakat untuk mengganti namanya. Namun rupanya Tuhan berkehendak lain, setelah berbagai upaya yang dilakukan orangtuanya dan semua pihak, akhirnya bocah yang berasal dari Trenggalek itupun kembali kepada Sang Pencipta.

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf sempat melayat Putra di ruang Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSU dr Soetomo pagi tadi. Gus Ipul mengatakan bahwa proses pemakaman Putra di kampung halamannya ditanggung Pemprov Jatim melalui RSU Dr Soetomo. 

Begitulah, manusia berusaha tapi Tuhanlah yang menentukan segalanya. Mungkin memang inilah yang terbaik untuk semuanya. Semoga keluarga diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini. Selamat jalan Putra....

*dari berbagai sumber*

Sabtu, 22 Mei 2010

Tragedi High Heels

Malam ini, kami sekeluarga dan juga kedua orang tuaku berencana untuk menghadiri resepsi pernikahan. Yang punya hajat adalah kenalan dari orang tuaku dan juga suamiku, makanya kami berencana berangkat bersama-sama. Jam 7 malam, meluncurlah kami ke lokasi resepsi pernikahan itu.

Kebetulan, resepsi pernikahan itu tidak diselenggarakan di gedung, namun cukup di rumah saja. Dengan memasang terop sepanjang separo jalan dan memanfaatkan rumah tetangga sebelah, pesta pernikahan itu dapat berlangsung dengan cukup meriah.

Saat kami datang, undangan yang hadir sudah cukup banyak. Setelah mengucapkan selamat kepada kedua mempelai dan diajak berfoto bersama mempelai, kami pun dipersilahkan untuk menikmati hidangan. Memasuki rumah yang dipakai untuk tempat makanan, hawa panas terasa. Maklum saja, banyak orang berjubel disana.

Meskipun panas dan berjubel, tapi ibuku sangat enjoy karena bertemu dengan teman-teman kerjanya dulu. Serasa reuni saja suasananya bagi ibuku, sehingga ibu pun asyik ngobrol dengan teman-temannya itu. Tapi semua itu dilakukan ibu tentu saja sambil menikmati hidangan yang ada.. :D

Saat aku dan Shasa menikmati hidangan itu, tiba-tiba tragedi terjadi. Hak sendalku yang sebelah kiri tiba-tiba saja lepas. OMG... what must I do..? Aku sempat melirik ke kanan ke kiri apakah ada yang memperhatikan tragedi itu. Sepertinya aman... karena semua tampaknya sedang menikmati hidangan yang ada. Segera aku beringsut menuju ruangan yang dipergunakan sebagai dapur di belakang ruang makan itu (untung saja tempatnya tak jauh).

Kehadiranku di dapur tentu saja mengundang perhatian orang-orang yang sedang sibuk menyiapkan hidangan. Segera saja aku minta ijin untuk melepas hak sandalku yang satu lagi. Mereka tersenyum maklum. Tapi ternyata... melepas hak sandal yang masih 'sehat' sulit juga.. karena masih melekat erat di sandal yang kupakai. Akhirnya, setelah mengerahkan segenap tenaga, hak sandalku yang kanan terlepas juga.

Lega sekali rasanya karena kedua kakiku sudah sama 'tinggi'nya. Tapi... dimana aku harus menyimpan kedua hak sandalku yang lepas itu  ? Tas yang aku bawa adalah tas kecil, jadi tak akan muat untuk dimasuki hal sandal itu. Untung saja, baju Shasa ada 2 buah saku, di kanan dan di kiri. Segera saja hak sandal itu aku masukkan di saku baju Shasa. Beres sudah.


Aku pun segera keluar dari dapur.. dan menunggu orang tuaku menyelesaikan acara makannya. Tapi ya ampun... ternyata Ibu sangat menikmati bertemu dengan teman-temannya sehingga tak jua beranjak dari ruangan itu. Sementara aku tak berani duduk, karena kalau aku duduk maka sandalku yang tanpa hak itu akan langsung terlihat. Padahal berdiri dengan sandal tanpa hak ternyata capek juga... karena posisi sandal yang di depan lebih tinggi dari sandal bagian belakang... *sigh*

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ibu mau juga keluar dari ruangan itu. Lega banget... Setelah kami keluar dari tempat resepsi itu dan aku bercerita apa yang terjadi... meledaklah tawa suamiku dan kedua orang tuaku..... :(


Tragedi High Hells

Malam ini, kami sekeluarga dan juga kedua orang tuaku berencana untuk menghadiri resepsi pernikahan. Yang punya hajat adalah kenalan dari orang tuaku dan juga suamiku, makanya kami berencana berangkat bersama-sama. Jam 7 malam, meluncurlah kami ke lokasi resepsi pernikahan itu.

Kebetulan, resepsi pernikahan itu tidak diselenggarakan di gedung, namun cukup di rumah saja. Dengan memasang terop sepanjang separo jalan dan memanfaatkan rumah tetangga sebelah, pesta pernikahan itu dapat berlangsung dengan cukup meriah.

Saat kami datang, undangan yang hadir sudah cukup banyak. Setelah mengucapkan selamat kepada kedua mempelai dan diajak berfoto bersama mempelai, kami pun dipersilahkan untuk menikmati hidangan. Memasuki rumah yang dipakai untuk tempat makanan, hawa panas terasa. Maklum saja, banyak orang berjubel disana.

Meskipun panas dan berjubel, tapi ibuku sangat enjoy karena bertemu dengan teman-teman kerjanya dulu. Serasa reuni saja suasananya bagi ibuku, sehingga ibu pun asyik ngobrol dengan teman-temannya itu. Tapi semua itu dilakukan ibu tentu saja sambil menikmati hidangan yang ada.. :D

Saat aku dan Shasa menikmati hidangan itu, tiba-tiba tragedi terjadi. Hak sendalku yang sebelah kiri tiba-tiba saja lepas. OMG... what must I do..? Aku sempat melirik ke kanan ke kiri apakah ada yang memperhatikan tragedi itu. Sepertinya aman... karena semua tampaknya sedang menikmati hidangan yang ada. Segera aku beringsut menuju ruangan yang dipergunakan sebagai dapur di belakang ruang makan itu (untung saja tempatnya tak jauh).

Kehadiranku di dapur tentu saja mengundang perhatian orang-orang yang sedang sibuk menyiapkan hidangan. Segera saja aku minta ijin untuk melepas hak sandalku yang satu lagi. Mereka tersenyum maklum. Tapi ternyata... melepas hak sandal yang masih 'sehat' sulit juga.. karena masih melekat erat di sandal yang kupakai. Akhirnya, setelah mengerahkan segenap tenaga, hak sandalku yang kanan terlepas juga.

Lega sekali rasanya karena kedua kakiku sudah sama 'tinggi'nya. Tapi... dimana aku harus menyimpan kedua hak sandalku yang lepas itu  ? Tas yang aku bawa adalah tas kecil, jadi tak akan muat untuk dimasuki hal sandal itu. Untung saja, baju Shasa ada 2 buah saku, di kanan dan di kiri. Segera saja hak sandal itu aku masukkan di saku baju Shasa. Beres sudah.


Aku pun segera keluar dari dapur.. dan menunggu orang tuaku menyelesaikan acara makannya. Tapi ya ampun... ternyata Ibu sangat menikmati bertemu dengan teman-temannya sehingga tak jua beranjak dari ruangan itu. Sementara aku tak berani duduk, karena kalau aku duduk maka sandalku yang tanpa hak itu akan langsung terlihat. Padahal berdiri dengan sandal tanpa hak ternyata capek juga... karena posisi sandal yang di depan lebih tinggi dari sandal bagian belakang... *sigh*

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ibu mau juga keluar dari ruangan itu. Lega banget... Setelah kami keluar dari tempat resepsi itu dan aku bercerita apa yang terjadi... meledaklah tawa suamiku dan kedua orang tuaku..... :(


Jumat, 21 Mei 2010

Kok tak mau antri ya..?

Antri dong..! Rasanya kalimat itu ingin aku ucapkan di berbagai kesempatan. selama ini aku memang telah punya banyak pengalaman yang menjengkelkan yang menyangkut antri ini. Mengapa ya masyarakat kita masih sulit untuk mengantri dengan benar ? Mengapa semua inginnya 'dilayani' terlebih dahulu padahal datangnya belakangan ?

Coba saja, setiap peristiwa pembagian zakat, pembagian sembako, pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) bahkan pembagian sumbangan bagi korban bencana alam... selalu saja disertai berita 'kerusuhan' akibat orang-orang yang tidak mau mengantri dengan tertib. Semua takut tidak 'kebagian' sehingga berebut meminta duluan.... Kalau sudah begitu suasana menjadi rusuh kan..?


Aku sendiri punya banyak pengalaman tentang antri itu. Salah salah satunya adalah waktu aku sedang antri dokter. Saat itu aku sedang antar Shasa yang sakit batuk ke dokter. Kebetulan pasien yang datang banyak banget. Setelah sekian lama menunggu, giliran berikutnya adalah aku.

Sesaat sebelum masuk ruang periksa, ada seorang ibu yang sudah tua datang diantar anaknya. Begitu masuk ruang tunggu, sang anak bertanya giliran berikut yang masuk ruang dokter siapa, dan ada seorang bapak yang menunjuk kepadaku. Sang anak langsung menghampiriku dan meminta ijin padaku untuk masuk terlebih dahulu karena ibunya sakit parah dan kasihan kalau menunggu terlalu lama.

Mendengar permintaan itu terus terang aku bingung. Aku tak keberatan jika Ibu itu masuk lebih dulu daripada aku, toh Shasa hanya sakit batuk. Tapi, jika aku mengijinkannya, bagaimana dengan orang-orang lain yang sudah antri lama setelah aku ? Apakah mereka juga mau mengorbankan lebih banyak waktu lagi untuk menunggu dokter ?

Setelah sekian lama berpikir akhirnya aku tanyakan apakah kira-kira Si Ibu akan diperiksa lama di dalam, karena yang antri masih banyak. Sang anak memastikan bahwa dia dan ibunya tak akan lama di ruang periksa dokter. Mendengar jawaban itu akupun mengangguk mengijinkan dia masuk lebih dulu daripada aku. Dalam hati aku berdoa semoga orang lain yang antri di belakangku tak menyesali keputusanku.

gambar diculik dari sini

Lain lagi dengan pengalaman waktu Shasa masih duduk di TK Kelas A. Entah apa sebabnya, Shasa terkena infeksi saluran kencing. Penyakit itu membuat Shasa rewel dan berulang kali ngompol. Saat itu, aku dan suami baru pulang dari dokter untuk memeriksakan Shasa. Aku berinisiatif untuk mampir sebentar membeli jajanan buat Shasa, karena Shasa tiba-tiba kehilangan selera makan.

Setelah memilih jajanan dengan terburu-buru (karena Shasa sudah wanti-wanti agar tak kelamaan membeli jajanan), aku segera antri untuk membayar. Untung saja tak terlalu banyak yang belanja jajan saat itu. Saat tiba giliranku, tiba-tiba ibu yang datang setelahku mengambil posisi di sampingku. Dia tiba-tiba menyodorkan jajannya untuk dihitung.

Melihat hal itu tentu saja aku tak terima, dan langsung aku bilang pada penjualnya bahwa yang antri aku dulu. Tapi ibu yang sebelahku tadi menjawab, "Aku dulu saja mbak, kan belanjaanku juga tak terlalu banyak" sambil kembali menyorongkan jajannya ke depan kasir. Dan.., kasirpun mengambil jajanan itu dan mulai menghitungnya.

Melihat hal itu, aku terus terang saja marah sekali. Aku teringat Shasa yang sakit dan terpaksa menunggu di mobil lebih lama gara-gara seorang Ibu yang tak mau kalah tadi. Akhirnya aku putuskan, meninggalkan jajananku di depan kasir dan berkata, "Maaf mbak.. tak jadi beli" dan aku langsung keluar dari toko itu.

Benar saja, begitu masuk mobil Shasa berkata, "kok lama sih Ma? Pengen cepet pulang nih". Akhirnya memang kami langsung pulang. Sesampai di rumah suamiku pergi lagi untuk membeli jajanan di tempat lain. Dan... setelah kejadian itu aku tak pernah lagi belanja di toko itu (yang kini malah akhirnya bangkrut dan tutup).

Kok tak mau antri ya..?

Antri dong..! Rasanya kalimat itu ingin aku ucapkan di berbagai kesempatan. selama ini aku memang telah punya banyak pengalaman yang menjengkelkan yang menyangkut antri ini. Mengapa ya masyarakat kita masih sulit untuk mengantri dengan benar ? Mengapa semua inginnya 'dilayani' terlebih dahulu padahal datangnya belakangan ?

Coba saja, setiap peristiwa pembagian zakat, pembagian sembako, pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) bahkan pembagian sumbangan bagi korban bencana alam... selalu saja disertai berita 'kerusuhan' akibat orang-orang yang tidak mau mengantri dengan tertib. Semua takut tidak 'kebagian' sehingga berebut meminta duluan.... Kalau sudah begitu suasana menjadi rusuh kan..?


Aku sendiri punya banyak pengalaman tentang antri itu. Salah salah satunya adalah waktu aku sedang antri dokter. Saat itu aku sedang antar Shasa yang sakit batuk ke dokter. Kebetulan pasien yang datang banyak banget. Setelah sekian lama menunggu, giliran berikutnya adalah aku.

Sesaat sebelum masuk ruang periksa, ada seorang ibu yang sudah tua datang diantar anaknya. Begitu masuk ruang tunggu, sang anak bertanya giliran berikut yang masuk ruang dokter siapa, dan ada seorang bapak yang menunjuk kepadaku. Sang anak langsung menghampiriku dan meminta ijin padaku untuk masuk terlebih dahulu karena ibunya sakit parah dan kasihan kalau menunggu terlalu lama.

Mendengar permintaan itu terus terang aku bingung. Aku tak keberatan jika Ibu itu masuk lebih dulu daripada aku, toh Shasa hanya sakit batuk. Tapi, jika aku mengijinkannya, bagaimana dengan orang-orang lain yang sudah antri lama setelah aku ? Apakah mereka juga mau mengorbankan lebih banyak waktu lagi untuk menunggu dokter ?

Setelah sekian lama berpikir akhirnya aku tanyakan apakah kira-kira Si Ibu akan diperiksa lama di dalam, karena yang antri masih banyak. Sang anak memastikan bahwa dia dan ibunya tak akan lama di ruang periksa dokter. Mendengar jawaban itu akupun mengangguk mengijinkan dia masuk lebih dulu daripada aku. Dalam hati aku berdoa semoga orang lain yang antri di belakangku tak menyesali keputusanku.

gambar diculik dari sini

Lain lagi dengan pengalaman waktu Shasa masih duduk di TK Kelas A. Entah apa sebabnya, Shasa terkena infeksi saluran kencing. Penyakit itu membuat Shasa rewel dan berulang kali ngompol. Saat itu, aku dan suami baru pulang dari dokter untuk memeriksakan Shasa. Aku berinisiatif untuk mampir sebentar membeli jajanan buat Shasa, karena Shasa tiba-tiba kehilangan selera makan.

Setelah memilih jajanan dengan terburu-buru (karena Shasa sudah wanti-wanti agar tak kelamaan membeli jajanan), aku segera antri untuk membayar. Untung saja tak terlalu banyak yang belanja jajan saat itu. Saat tiba giliranku, tiba-tiba ibu yang datang setelahku mengambil posisi di sampingku. Dia tiba-tiba menyodorkan jajannya untuk dihitung.

Melihat hal itu tentu saja aku tak terima, dan langsung aku bilang pada penjualnya bahwa yang antri aku dulu. Tapi ibu yang sebelahku tadi menjawab, "Aku dulu saja mbak, kan belanjaanku juga tak terlalu banyak" sambil kembali menyorongkan jajannya ke depan kasir. Dan.., kasirpun mengambil jajanan itu dan mulai menghitungnya.

Melihat hal itu, aku terus terang saja marah sekali. Aku teringat Shasa yang sakit dan terpaksa menunggu di mobil lebih lama gara-gara seorang Ibu yang tak mau kalah tadi. Akhirnya aku putuskan, meninggalkan jajananku di depan kasir dan berkata, "Maaf mbak.. tak jadi beli" dan aku langsung keluar dari toko itu.

Benar saja, begitu masuk mobil Shasa berkata, "kok lama sih Ma? Pengen cepet pulang nih". Akhirnya memang kami langsung pulang. Sesampai di rumah suamiku pergi lagi untuk membeli jajanan di tempat lain. Dan... setelah kejadian itu aku tak pernah lagi belanja di toko itu (yang kini malah akhirnya bangkrut dan tutup).

Kamis, 20 Mei 2010

Kangen gudeg

Aku kangen gudeg. Aku pengen banget makan gudeg. Sebenarnya di kotaku ada juga penjual gudeg, tapi sayang rasanya tak seenak gudeg Yogya. Sebenarnya, saat suamiku pulang dari diklat ke Cisarua beberapa waktu yang lalu, dia sempat mampir ke Yogya. Rencananya akan membelikan aku gudeg. Sayang sekali, karena ada miskomunikasi antara suamiku dan penjual gudeg, jadinya suamiku tak kebagian gudeg. *nyesel banget*

Bicara tentang gudeng, aku selalu teringat dengan gudeg yang menjadi langgananku saat kuliah dulu. Selama aku kuliah dan kos di Yogya dulu, aku suka banget sarapan gudeg. Kebetulan di belakang rumah kostku ada penjual gudeg yang menurutku enak dan harganya terhitung murah untuk ukuran anak kost sepertiku. Jadinya, sarapan gudeg selalu saja jadi pilihan banyak mahasiswa.

Hanya sayangnya, aku dan beberapa mahasiswa lainnya suka tak sabaran beli gudeg di sana. Penyebabnya adalah penjualnya suka mementingkan dan mendahulukan kerabat dan tetangga. Sering sekali terjadi orang yang baru datang langsung minta dilayani dengan alasan untuk sarapan anaknya yang akan berangkat sekolah. Dan jika orang itu adalah kerabat atau tetangga, pasti langsung dilayani oleh Simbah penjual gudeg itu.

Hemmm.., sungguh melihat nasi gudeg itu aku jadi pengen banget
(gambar diculik dari sini)

Heran plus jengkel banget aku kalau sudah begitu. Ya kalau memang anaknya butuh sarapan gudeg sebelum berangkat sekolah, kenapa juga tak beli gudeg sejak pagi ? Memangnya sekian banyak mahasiswa yang sejak lama antri juga tak butuh kuliah di pagi hari ? Kalau para mahasiswa itu tak kuliah pagi, mereka kan bisa memilih beli gudeg agak siang, supaya tidak antri. Mentang-mentang mahasiswa ini 'orang luar' yang tidak dikenal secara pribadi oleh Simbah penjual gudeg, selalu saja dikalahkan kepentingannya. Namun aku tak pernah melihat ada mahasiswa yang berani protes atas diskriminasi itu... ^_^

Bahkan...., sampai aku lulus aku tetap saja membeli gudeg di situ, maklum saja tak ada penjual gudeg lain (yang murah meriah dan enak) di dekat tempat kostku. Apalagi jika pas sedang 'krisis keuangan' karena uang saku menipis, pasti deh banyak mahasiswa yang kesana. Bukan untuk beli gudeg, tapi untuk beli ketela pohon rebus yang diberi bumbu gudeg. Rasanya enak dan tak dapat ditemukan dimanapun juga. Yang lebih penting lagi adalah harganya jauh lebih murah... hehehe.

Duuh..., aku jadi makin kangen gudeg. Siapa mau mengirimi aku gudeg ya..? *ngarep banget*

Kangen gudeg

Aku kangen gudeg. Aku pengen banget makan gudeg. Sebenarnya di kotaku ada juga penjual gudeg, tapi sayang rasanya tak seenak gudeg Yogya. Sebenarnya, saat suamiku pulang dari diklat ke Cisarua beberapa waktu yang lalu, dia sempat mampir ke Yogya. Rencananya akan membelikan aku gudeg. Sayang sekali, karena ada miskomunikasi antara suamiku dan penjual gudeg, jadinya suamiku tak kebagian gudeg. *nyesel banget*

Bicara tentang gudeng, aku selalu teringat dengan gudeg yang menjadi langgananku saat kuliah dulu. Selama aku kuliah dan kos di Yogya dulu, aku suka banget sarapan gudeg. Kebetulan di belakang rumah kostku ada penjual gudeg yang menurutku enak dan harganya terhitung murah untuk ukuran anak kost sepertiku. Jadinya, sarapan gudeg selalu saja jadi pilihan banyak mahasiswa.

Hanya sayangnya, aku dan beberapa mahasiswa lainnya suka tak sabaran beli gudeg di sana. Penyebabnya adalah penjualnya suka mementingkan dan mendahulukan kerabat dan tetangga. Sering sekali terjadi orang yang baru datang langsung minta dilayani dengan alasan untuk sarapan anaknya yang akan berangkat sekolah. Dan jika orang itu adalah kerabat atau tetangga, pasti langsung dilayani oleh Simbah penjual gudeg itu.

Hemmm.., sungguh melihat nasi gudeg itu aku jadi pengen banget
(gambar diculik dari sini)

Heran plus jengkel banget aku kalau sudah begitu. Ya kalau memang anaknya butuh sarapan gudeg sebelum berangkat sekolah, kenapa juga tak beli gudeg sejak pagi ? Memangnya sekian banyak mahasiswa yang sejak lama antri juga tak butuh kuliah di pagi hari ? Kalau para mahasiswa itu tak kuliah pagi, mereka kan bisa memilih beli gudeg agak siang, supaya tidak antri. Mentang-mentang mahasiswa ini 'orang luar' yang tidak dikenal secara pribadi oleh Simbah penjual gudeg, selalu saja dikalahkan kepentingannya. Namun aku tak pernah melihat ada mahasiswa yang berani protes atas diskriminasi itu... ^_^

Bahkan...., sampai aku lulus aku tetap saja membeli gudeg di situ, maklum saja tak ada penjual gudeg lain (yang murah meriah dan enak) di dekat tempat kostku. Apalagi jika pas sedang 'krisis keuangan' karena uang saku menipis, pasti deh banyak mahasiswa yang kesana. Bukan untuk beli gudeg, tapi untuk beli ketela pohon rebus yang diberi bumbu gudeg. Rasanya enak dan tak dapat ditemukan dimanapun juga. Yang lebih penting lagi adalah harganya jauh lebih murah... hehehe.

Duuh..., aku jadi makin kangen gudeg. Siapa mau mengirimi aku gudeg ya..? *ngarep banget*

Rabu, 19 Mei 2010

Kekerasan vs Kelembutan

Beberapa hari yang lalu, saat aku datang ke blognya Bang Munir, aku sangat terkesan dengan postingannya yang berjudul : Cinta yang Merubah Hati Seseorang. Betapa dahsyatnya cinta, sehingga seorang mantan preman bisa bertekuk lutut pada cinta tulus dan penerimaan dari seorang wanita biasa. Bahkan, sang mantan preman itu bisa benar-benar menjadi pribadi baru yang baik dan berubah 180 derajad dari pribadinya yang lama. Subhanallah...

Yang membuat aku kagum adalah karena cerita itu bukanlah sekedar cerita fiksi karya Bang Munir, namun sebuah kisah nyata yang benar-benar terjadi. Menurutku kisah hidup itu sangat luar biasa, maka aku segera menyarankan pada Bang Munir untuk mendaftarkan postingannya itu dalam Kontes Blog Berbagi Kisah Sejati yang diselenggarakan blognya Mbak Anazkia.

Memang, tanpa adanya hidayah dari Allah maka perubahan seperti yang dikisahkan Bang Munir itu juga tak akan terjadi. Namun tetap saja peristiwa itu telah membuktikan bahwa 'teori' tentang kekerasan yang dapat dikalahkan oleh kelembutan terbukti nyata dan bukan isapan jempol belaka. Memang semua membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama, sehingga tanpa ketulusan dan kesungguhan hati perubahan yang diharapkan tak akan dapat terwudud. Seperti batu yang dapat dilubangi oleh tetesan air terus menerus selama berhari-hari.

Ada sebuah kisah yang dapat kembali menguatkan kita bahwa kekerasan dapat dikalahkan oleh kelembutan. Mungkin kisah ini bukan kisah baru namun tak ada salahnya aku menuliskannya lagi disini untuk kembali menyegarkan ingatan kita. Kisah ini berjudul "Kera di Pucuk Pohon Kelapa" dan.... inilah kisah itu :
Ada seekor kera yang sedang berada di pucuk pohon kelapa. Dia tak sadar jika sedang diintai oleh tiga angin besar, yaitu : Angin Topan, Tornado dan Angin Bahorok. Rupanya ketiga angin itu sedang bertaruh tentang siapa yang bisa menjatuhkan kera itu dari pohon kelapa dalam waktu yang paling singkat.

Angin Topan sesumbar bahwa dia hanya membutuhkan waktu 45 detik. Angin Tornado yang tak mau kalah dengan Angin Topan mengatakan bahwa dia hanya membutuhkan waktu 30 detik. Angin Bahorok tersenyum mengejek kedua temannya dan mengatakan bahwa hanya dalam waktu 15 detik dia akan dapat menjatuhkan kera itu.

Akhirnya pertarungan pun dimulai. Yang pertama kali menunjukkan kemampuannya adalah Angin Topan. Dia langsung meniup pohon kelapa dengan sangat kencang. Kera yang sedang ada di pohon kelapa terkejut bukan main. Begitu merasa ada angin besar datang, kera itu segera berpegangan erat-erat pada pohon kelapa. Beberape menit berlalu, tapi ternyata kera itu masih bertahan di pohon kelapa. Angin Topan pun menyerah.

Selanjutnya Angin Tornado unjuk kemampuan. Dia berusaha meniup pohon kelapa lebih kencang lagi. Angin yang semakin besar membuat kera itu semakin kuat berpegangan pada pohon kelapa. Kembali kera itu mampu bertahan di pohon kelapa dan Angin Tornado pun menyerah.

gambar diculik dari sini

Selanjutnya, tak ingin kalah seperti kedua angin terdahulu, maka Angin Bahorok berusaha meniup pohon kelapa sekuat tenaga. Si kera pun semakin kencang memeluk pohon kelapa dan kembali berhasil bertahan. Akhirnya, ketiga angin besar itu mau tak mau harus mengakui kehebatan sang kera.

Kejadian itu rupanya disaksikan oleh Angin Sepoi-Sepoi. Dia kemudian mengatakan pada ketiga angin besar itu bahwa dia pasti bisa menjatuhkan kera itu. Ketiga angin besar itu tertawa mendengar perkataan Angin Sepoi-sepoi, karena ketiga Angin Besar saja tak bisa melakukannya apalagi angin yang kecil.

Tanpa banyak bicara, Angin Sepoi-sepoi pun langsung meniup ubun-ubun kera itu. Kera itu pun merasakan hawa dingin dan segar menerpanya, dan tak lama kemudian  kera itu merasakan kantuk menyergapnya. Tak lama kemudian kera itu pun tertidur. Begitu pegangannya pada pohon kelapa terlepas, maka kera itu pun langsung jatuh.
Banyak hikmah yang dapat diambil dari kejadian itu. Yang pertama adalah untuk mengalahkan kekerasan hati akan lebih efektif dilakukan dengan kelembutan. Yang kedua, bahwa ternyata kita dapat lebih kuat saat dihadapkan dengan penderitaan dan kesulitan. Sementara jika kita dihadapkan pada kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan ternyata seringkali kita terlena.

Kekerasan vs Kelembutan

Beberapa hari yang lalu, saat aku datang ke blognya Bang Munir, aku sangat terkesan dengan postingannya yang berjudul : Cinta yang Merubah Hati Seseorang. Betapa dahsyatnya cinta, sehingga seorang mantan preman bisa bertekuk lutut pada cinta tulus dan penerimaan dari seorang wanita biasa. Bahkan, sang mantan preman itu bisa benar-benar menjadi pribadi baru yang baik dan berubah 180 derajad dari pribadinya yang lama. Subhanallah...

Yang membuat aku kagum adalah karena cerita itu bukanlah sekedar cerita fiksi karya Bang Munir, namun sebuah kisah nyata yang benar-benar terjadi. Menurutku kisah hidup itu sangat luar biasa, maka aku segera menyarankan pada Bang Munir untuk mendaftarkan postingannya itu dalam Kontes Blog Berbagi Kisah Sejati yang diselenggarakan blognya Mbak Anazkia.

Memang, tanpa adanya hidayah dari Allah maka perubahan seperti yang dikisahkan Bang Munir itu juga tak akan terjadi. Namun tetap saja peristiwa itu telah membuktikan bahwa 'teori' tentang kekerasan yang dapat dikalahkan oleh kelembutan terbukti nyata dan bukan isapan jempol belaka. Memang semua membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama, sehingga tanpa ketulusan dan kesungguhan hati perubahan yang diharapkan tak akan dapat terwudud. Seperti batu yang dapat dilubangi oleh tetesan air terus menerus selama berhari-hari.

Ada sebuah kisah yang dapat kembali menguatkan kita bahwa kekerasan dapat dikalahkan oleh kelembutan. Mungkin kisah ini bukan kisah baru namun tak ada salahnya aku menuliskannya lagi disini untuk kembali menyegarkan ingatan kita. Kisah ini berjudul "Kera di Pucuk Pohon Kelapa" dan.... inilah kisah itu :
Ada seekor kera yang sedang berada di pucuk pohon kelapa. Dia tak sadar jika sedang diintai oleh tiga angin besar, yaitu : Angin Topan, Tornado dan Angin Bahorok. Rupanya ketiga angin itu sedang bertaruh tentang siapa yang bisa menjatuhkan kera itu dari pohon kelapa dalam waktu yang paling singkat.

Angin Topan sesumbar bahwa dia hanya membutuhkan waktu 45 detik. Angin Tornado yang tak mau kalah dengan Angin Topan mengatakan bahwa dia hanya membutuhkan waktu 30 detik. Angin Bahorok tersenyum mengejek kedua temannya dan mengatakan bahwa hanya dalam waktu 15 detik dia akan dapat menjatuhkan kera itu.

Akhirnya pertarungan pun dimulai. Yang pertama kali menunjukkan kemampuannya adalah Angin Topan. Dia langsung meniup pohon kelapa dengan sangat kencang. Kera yang sedang ada di pohon kelapa terkejut bukan main. Begitu merasa ada angin besar datang, kera itu segera berpegangan erat-erat pada pohon kelapa. Beberape menit berlalu, tapi ternyata kera itu masih bertahan di pohon kelapa. Angin Topan pun menyerah.

Selanjutnya Angin Tornado unjuk kemampuan. Dia berusaha meniup pohon kelapa lebih kencang lagi. Angin yang semakin besar membuat kera itu semakin kuat berpegangan pada pohon kelapa. Kembali kera itu mampu bertahan di pohon kelapa dan Angin Tornado pun menyerah.

gambar diculik dari sini

Selanjutnya, tak ingin kalah seperti kedua angin terdahulu, maka Angin Bahorok berusaha meniup pohon kelapa sekuat tenaga. Si kera pun semakin kencang memeluk pohon kelapa dan kembali berhasil bertahan. Akhirnya, ketiga angin besar itu mau tak mau harus mengakui kehebatan sang kera.

Kejadian itu rupanya disaksikan oleh Angin Sepoi-Sepoi. Dia kemudian mengatakan pada ketiga angin besar itu bahwa dia pasti bisa menjatuhkan kera itu. Ketiga angin besar itu tertawa mendengar perkataan Angin Sepoi-sepoi, karena ketiga Angin Besar saja tak bisa melakukannya apalagi angin yang kecil.

Tanpa banyak bicara, Angin Sepoi-sepoi pun langsung meniup ubun-ubun kera itu. Kera itu pun merasakan hawa dingin dan segar menerpanya, dan tak lama kemudian  kera itu merasakan kantuk menyergapnya. Tak lama kemudian kera itu pun tertidur. Begitu pegangannya pada pohon kelapa terlepas, maka kera itu pun langsung jatuh.
Banyak hikmah yang dapat diambil dari kejadian itu. Yang pertama adalah untuk mengalahkan kekerasan hati akan lebih efektif dilakukan dengan kelembutan. Yang kedua, bahwa ternyata kita dapat lebih kuat saat dihadapkan dengan penderitaan dan kesulitan. Sementara jika kita dihadapkan pada kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan ternyata seringkali kita terlena.