Jumat, 30 April 2010

Peduli sampah, peduli lingkungan

Sobat.., aku kembali ingin bicara tentang sampah, meskipun di postingan terdahulu aku sudah pernah membicarakan sampah sebanyak 2 kali, yaitu Ayo Bicara Tentang Sampah dan Memanfaatkan Barang Lama. Mungkin sobat banyak yang mempertanyakan mengapa aku kali ini kembali bicara tentang sampah. Jawabnya adalah... karena : Kilau Satu Bintang.

Nah.., pasti sekarang pertanyaannya ganti menjadi : "Apa itu Kilau Satu Bintang ?" Oke sobat, aku akan menjelaskannya. Kilau Satu Bintang adalah sebuah Novel karya Teera yang di dalamnya membicarakan sampah juga, disamping membicarakan tentang dilema seorang wanita yang menikah yang juga mengejar karirnya. Ingin tahu lebih detil..? Mari kita bahas bersama...


Adalah Alia, seorang yang menjadi 'bintang' di kampusnya. Dia cerdas, mandiri, perfeksionis dan aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan. Berhasil lulus dengan cemerlang dari kampusnya, Alia pun tak kesulitan mencari pekerjaan yang mapan. Sekali lagi, di tempat kerja Alia dapat menunjukkan kualitas 'bintang' dalam dirinya dan mampu melaksanakan pekerjaannya dengan sangat baik.

Alia pun terlena dalam mengejar karirnya, hingga lupa untuk membangun keluarga hingga sang bunda memperingatkannya. Bagi Alia, memutuskan untuk menikah bukanlah hal yang mudah karena dia khawatir jika nanti menikah dia tak mampu lagi mengejar karirnya. Apalagi, 'pekerjaan domestik' sebagai ibu rumah tangga benar-benar tak menarik minatnya.

Kehidupan pernikahan Alia pada awalnya baik-baik saja, namun setelah setahun berlalu tanpa ada tanda-tanda kehamilan, Alia pun gelisah. Apalagi sudah banyak orang yang bertanya kapan dia akan menimang anak. Berdasarkan saran dokter dan pertimbangan sang suami, akhirnya dengan berat hati Alia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya di saat dia akan dipromosikan untuk menduduki jabatan yang selama ini menjadi impiannya. Namun keinginan untuk hamil lebih kuat sehingga Alia memilih untuk mengubur mimpinya. Suatu keputusan yang sangat disesali oleh sahabatnya, Sofie.

Alia yang terbiasa aktif tak bisa diam di rumah setelah resmi keluar dari pekerjaannya, dan dia melakukan banyak kegiatan untuk membuang jenuh. Hingga beberapa peristiwa membuatnya berpaling untuk peduli kepada sampah. Keterlibatan Aulia dalam mengurusi masalah sampah mendapat tentangan keras dari beberapa penduduk di sekitarnya. Hal tersebut membuat Aulia kelelahan secara fisik dan psikis di saat dia sedang fokus untuk bisa hamil.

Terus terang..., sebagian yang dilakukan Alia telah aku lakukan dalam kehidupanku sehari-hari. Hanya bedanya, aku melakukannya sendiri sehingga tak memberikan dampak sama sekali bagi lingkungan di sekitarku. Jika aku sekedar berangan-angan dan melakukan perubahan kecil di rumahku, sedangkan Alia berani mewujudkan angannya. Dia telah berani melangkah lebih jauh dan mengajak lingkungan untuk melakukan hal yang sama sepertinya, meskipun sangat tak mudah.

Tiga keranjang sampah yang kusiapkan :
kiri utk sampah kering, tengah utk sampah basah dan kanan utk sampah yg biasa diambil oleh para pemulung

Sungguh aku tak menyesal memiliki novel ini dan bisa dengan bangga berkata kepada suamiku bahwa apa yang aku lakukan selama ini (di rumah) telah dilakukan juga Alia, oleh tokoh utama dalam buku ini. Bahwa apa yang aku pikirkan dan aku khawatirkan... juga dipikirkan dan dikhawatirkan oleh Alia. Maklum saja, selama ini suamiku memandang sebelah mata pada kerepotanku mengurusi sampah di rumah. Dan.., sejak itu suamiku tak pernah lagi memprotesku jika aku ribut dengan sampah-sampahku... ^_^

Penulis : Teera
Kategori : Fiksi
Penerbit : Frenari
Th. Terbit : Juli 2009 (cetakan I)
Tebal : 200 halaman
Harga : Rp. 30.000

Peduli sampah, peduli lingkungan

Sobat.., aku kembali ingin bicara tentang sampah, meskipun di postingan terdahulu aku sudah pernah membicarakan sampah sebanyak 2 kali, yaitu Ayo Bicara Tentang Sampah dan Memanfaatkan Barang Lama. Mungkin sobat banyak yang mempertanyakan mengapa aku kali ini kembali bicara tentang sampah. Jawabnya adalah... karena : Kilau Satu Bintang.

Nah.., pasti sekarang pertanyaannya ganti menjadi : "Apa itu Kilau Satu Bintang ?" Oke sobat, aku akan menjelaskannya. Kilau Satu Bintang adalah sebuah Novel karya Teera yang di dalamnya membicarakan sampah juga, disamping membicarakan tentang dilema seorang wanita yang menikah yang juga mengejar karirnya. Ingin tahu lebih detil..? Mari kita bahas bersama...


Adalah Alia, seorang yang menjadi 'bintang' di kampusnya. Dia cerdas, mandiri, perfeksionis dan aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan. Berhasil lulus dengan cemerlang dari kampusnya, Alia pun tak kesulitan mencari pekerjaan yang mapan. Sekali lagi, di tempat kerja Alia dapat menunjukkan kualitas 'bintang' dalam dirinya dan mampu melaksanakan pekerjaannya dengan sangat baik.

Alia pun terlena dalam mengejar karirnya, hingga lupa untuk membangun keluarga hingga sang bunda memperingatkannya. Bagi Alia, memutuskan untuk menikah bukanlah hal yang mudah karena dia khawatir jika nanti menikah dia tak mampu lagi mengejar karirnya. Apalagi, 'pekerjaan domestik' sebagai ibu rumah tangga benar-benar tak menarik minatnya.

Kehidupan pernikahan Alia pada awalnya baik-baik saja, namun setelah setahun berlalu tanpa ada tanda-tanda kehamilan, Alia pun gelisah. Apalagi sudah banyak orang yang bertanya kapan dia akan menimang anak. Berdasarkan saran dokter dan pertimbangan sang suami, akhirnya dengan berat hati Alia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya di saat dia akan dipromosikan untuk menduduki jabatan yang selama ini menjadi impiannya. Namun keinginan untuk hamil lebih kuat sehingga Alia memilih untuk mengubur mimpinya. Suatu keputusan yang sangat disesali oleh sahabatnya, Sofie.

Alia yang terbiasa aktif tak bisa diam di rumah setelah resmi keluar dari pekerjaannya, dan dia melakukan banyak kegiatan untuk membuang jenuh. Hingga beberapa peristiwa membuatnya berpaling untuk peduli kepada sampah. Keterlibatan Aulia dalam mengurusi masalah sampah mendapat tentangan keras dari beberapa penduduk di sekitarnya. Hal tersebut membuat Aulia kelelahan secara fisik dan psikis di saat dia sedang fokus untuk bisa hamil.

Terus terang..., sebagian yang dilakukan Alia telah aku lakukan dalam kehidupanku sehari-hari. Hanya bedanya, aku melakukannya sendiri sehingga tak memberikan dampak sama sekali bagi lingkungan di sekitarku. Jika aku sekedar berangan-angan dan melakukan perubahan kecil di rumahku, sedangkan Alia berani mewujudkan angannya. Dia telah berani melangkah lebih jauh dan mengajak lingkungan untuk melakukan hal yang sama sepertinya, meskipun sangat tak mudah.

Tiga keranjang sampah yang kusiapkan :
kiri utk sampah kering, tengah utk sampah basah dan kanan utk sampah yg biasa diambil oleh para pemulung

Sungguh aku tak menyesal memiliki novel ini dan bisa dengan bangga berkata kepada suamiku bahwa apa yang aku lakukan selama ini (di rumah) telah dilakukan juga Alia, oleh tokoh utama dalam buku ini. Bahwa apa yang aku pikirkan dan aku khawatirkan... juga dipikirkan dan dikhawatirkan oleh Alia. Maklum saja, selama ini suamiku memandang sebelah mata pada kerepotanku mengurusi sampah di rumah. Dan.., sejak itu suamiku tak pernah lagi memprotesku jika aku ribut dengan sampah-sampahku... ^_^

Penulis : Teera
Kategori : Fiksi
Penerbit : Frenari
Th. Terbit : Juli 2009 (cetakan I)
Tebal : 200 halaman
Harga : Rp. 30.000

Kamis, 29 April 2010

Ketika ku merindu

Keluh semakin jenuh
Kian tak terbasuh, makin tak tersentuh

Resah dalam puncak rasa lelah
Jiwaku pun melemah dalam sejuta desah


Duhai kelana pemesona jiwa
adakah kau rasa sejuta damba
nan membara dalam dada

Rindu
Sendu
Kelu
Tergugu
Termangu
Menunggu

Dalam bisu

Sementara kau kian jauh

dan tak tersentuh

gambar diambil dengan paksa dari sini

Ketika ku merindu

Keluh semakin jenuh
Kian tak terbasuh, makin tak tersentuh

Resah dalam puncak rasa lelah
Jiwaku pun melemah dalam sejuta desah


Duhai kelana pemesona jiwa
adakah kau rasa sejuta damba
nan membara dalam dada

Rindu
Sendu
Kelu
Tergugu
Termangu
Menunggu

Dalam bisu

Sementara kau kian jauh

dan tak tersentuh

gambar diambil dengan paksa dari sini

Rabu, 28 April 2010

Luapan emosi peserta ujian nasional

Dalam postinganku kemarin yang berjudul : "Kelulusan sudah adilkah?", aku mendapatkan komentar menarik dari Sibaho Way. Dalam kotak komentar ditinggalkan komentar seperti ini :


cuma ada yang mengganjal di hati saya bu. jaman saya sekolah pun ada kok yang gak lulus pas ebtanas. tapi menyikapinya tidak sedramatis sekarang, pake nangis histeris bahkan pingsan. gejala apa ini? moga2 bukan karena budaya pop yang tidak menghargai proses dan selalu result oriented.

Ya..., mengapa Ujian nasional meninggalkan dampak sedemikian dramatis bagi peserta ujian nasional ? Aku ingat memang pada waktu aku sekolah dulu juga ada siswa yang tidak lulus, namun mungkin jumlahnya tak sebanyak sekarang. Dan yang tak lulus tentu saja sedih (siapa yang tidak coba ?), namun tak sampai histeris bahkan sampai nekad mau bunuh diri segala.

Di lain pihak, histeria peserta ujian nasional yang berhasil lulus dalam meluapkan kegembiraan juga membuatku membelalakkan mata karena tak percaya. Kalau 'sekedar' konvoi dan aksi corat-coret sudah biasa kita dengar, bahkan sejak jaman aku sekolah dulu hal itu sudah ada, namun aku tak tertarik untuk melakukannya. Yang luar biasa adalah berita tentang siswi-siswi SMA di Madura ada yang melepas jilbabnya dan menggunakan jilbab itu sebagai 'bendera' saat konvoi. Mereka (siswi-siswi itu) berkonvoi dengan membonceng teman laki-laki mereka. Itu semua belum cukup.. karena ada juga aksi siswi-siswi yang memotong pendek roknya. Di daerah lain, siswa-siswi yang lulus ujian melakukan pesta miras bersama dan mabuk-mabukan. Bahkan kabarnya setelah mabuk siswa-siswi itu melakukan hal-hal yang tak pantas dilakukan. Astagfirullah....



konvoi pelajar SMA di Madiun yg dimuat dalam Radar Madiun 28 April 2010
Semua peristiwa itu membuatku mengelus dada. Apalagi setelah aku membaca alasan-alasan yang disampaikan siswa-siswi SMA itu mengapa mereka begitu suka cita karena lulus ujian nasional. Jawabannya adalah : "karena kalau kuliah tak perlu lagi pakai seragam", "karena kalau kuliah bisa merokok dengan bebas", "karena kalau kuliah tidak seketat waktu SMA" dll.... Mengapa mereka tak menjawab "karena jalan menuju masa depan sudah makin terbuka," atau "karena kerja kerasku selama 3 tahun menuntut ilmu di sekolah tidak sia-sia", atau "karena jerih payahku telah membuahkan hasil yang sepadan" dll...

Jadi, benarkah apa yang dikhawatirkan oleh Sibaho Way bahwa mereka tidak menikmati proses melainkan hanya berorientasi pada hasil semata ? Memang..., tak semua remaja kita seperti itu dan masih banyak yang memiliki motivasi dan semangat untuk maju dan berkembang. Masih banyak juga remaja kita yang memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan masa depannya.

Namun, jika kita hanya mengelus-elus remaja yang 'tidak bermasalah' seperti itu... maka kita akan lupa untuk menangani remaja-remaja lainnya yang 'bermasalah'. Memang tidak ada yang suka jika harus mengurusi remaja-remaja 'bermasalah' seperti itu, tapi jika mereka dibiarkan bukankah kita akan sulit untuk mengajak mereka kembali pada jalan menuju masa depan yang lebih baik ? Jika semua pihak lepas tangan dan menganggap wajar 'penyimpangan-penyimpangan' kecil itu... berarti kita harus siap-siap jika suatu saat penyimpangan itu kian tak terkendali.

Betapa banyaknya pekerjaan rumah kita untuk membimbing generasi muda kita. Meskipun berat dan melelahkan, hanya itulah yang dapat kita lakukan karena di pundak merekalah masa depan negara ini kita titipkan. So, kalau tidak dimulai dari sekarang... kapan lagi ?

*Sebuah catatan dari renungan pagi hari ini*

Luapan emosi peserta ujian nasional

Dalam postinganku kemarin yang berjudul : "Kelulusan sudah adilkah?", aku mendapatkan komentar menarik dari Sibaho Way. Dalam kotak komentar ditinggalkan komentar seperti ini :


cuma ada yang mengganjal di hati saya bu. jaman saya sekolah pun ada kok yang gak lulus pas ebtanas. tapi menyikapinya tidak sedramatis sekarang, pake nangis histeris bahkan pingsan. gejala apa ini? moga2 bukan karena budaya pop yang tidak menghargai proses dan selalu result oriented.

Ya..., mengapa Ujian nasional meninggalkan dampak sedemikian dramatis bagi peserta ujian nasional ? Aku ingat memang pada waktu aku sekolah dulu juga ada siswa yang tidak lulus, namun mungkin jumlahnya tak sebanyak sekarang. Dan yang tak lulus tentu saja sedih (siapa yang tidak coba ?), namun tak sampai histeris bahkan sampai nekad mau bunuh diri segala.

Di lain pihak, histeria peserta ujian nasional yang berhasil lulus dalam meluapkan kegembiraan juga membuatku membelalakkan mata karena tak percaya. Kalau 'sekedar' konvoi dan aksi corat-coret sudah biasa kita dengar, bahkan sejak jaman aku sekolah dulu hal itu sudah ada, namun aku tak tertarik untuk melakukannya. Yang luar biasa adalah berita tentang siswi-siswi SMA di Madura ada yang melepas jilbabnya dan menggunakan jilbab itu sebagai 'bendera' saat konvoi. Mereka (siswi-siswi itu) berkonvoi dengan membonceng teman laki-laki mereka. Itu semua belum cukup.. karena ada juga aksi siswi-siswi yang memotong pendek roknya. Di daerah lain, siswa-siswi yang lulus ujian melakukan pesta miras bersama dan mabuk-mabukan. Bahkan kabarnya setelah mabuk siswa-siswi itu melakukan hal-hal yang tak pantas dilakukan. Astagfirullah....



konvoi pelajar SMA di Madiun yg dimuat dalam Radar Madiun 28 April 2010
Semua peristiwa itu membuatku mengelus dada. Apalagi setelah aku membaca alasan-alasan yang disampaikan siswa-siswi SMA itu mengapa mereka begitu suka cita karena lulus ujian nasional. Jawabannya adalah : "karena kalau kuliah tak perlu lagi pakai seragam", "karena kalau kuliah bisa merokok dengan bebas", "karena kalau kuliah tidak seketat waktu SMA" dll.... Mengapa mereka tak menjawab "karena jalan menuju masa depan sudah makin terbuka," atau "karena kerja kerasku selama 3 tahun menuntut ilmu di sekolah tidak sia-sia", atau "karena jerih payahku telah membuahkan hasil yang sepadan" dll...

Jadi, benarkah apa yang dikhawatirkan oleh Sibaho Way bahwa mereka tidak menikmati proses melainkan hanya berorientasi pada hasil semata ? Memang..., tak semua remaja kita seperti itu dan masih banyak yang memiliki motivasi dan semangat untuk maju dan berkembang. Masih banyak juga remaja kita yang memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan masa depannya.

Namun, jika kita hanya mengelus-elus remaja yang 'tidak bermasalah' seperti itu... maka kita akan lupa untuk menangani remaja-remaja lainnya yang 'bermasalah'. Memang tidak ada yang suka jika harus mengurusi remaja-remaja 'bermasalah' seperti itu, tapi jika mereka dibiarkan bukankah kita akan sulit untuk mengajak mereka kembali pada jalan menuju masa depan yang lebih baik ? Jika semua pihak lepas tangan dan menganggap wajar 'penyimpangan-penyimpangan' kecil itu... berarti kita harus siap-siap jika suatu saat penyimpangan itu kian tak terkendali.

Betapa banyaknya pekerjaan rumah kita untuk membimbing generasi muda kita. Meskipun berat dan melelahkan, hanya itulah yang dapat kita lakukan karena di pundak merekalah masa depan negara ini kita titipkan. So, kalau tidak dimulai dari sekarang... kapan lagi ?

*Sebuah catatan dari renungan pagi hari ini*

Selasa, 27 April 2010

Kululusan sudah adilkah ?

Kemarin adalah hari yang ditunggu-tunggu dengan harap-harap cemas oleh banyak orang, karena kelulusan SMA yang sederajat diumumkan. Hasil di beberapa daerah dinyatakan bahwa ternyata tingkat kelulusan peserta Ujian Nasional (UN) tahun 2010 mengalami penurunan. Bahkan di beberapa sekolah ada yang tingkat kelulusannya 0%.

Kondisi tersebut tentu saja mau tak mau membuat banyak pihak merasa prihatin. Melihat anak-anak yang tidak lulus menangis histeris, stres bahkan ada yang mencoba bunuh diri membuat trenyuh siapa saja. Membayangkan generasi muda yang seolah kehilangan kepercayaan diri dan putus asa karena terganjal oleh Ujian Nasional membuat kita mengelus dada.

Kondisi di atas menjadi penyebab munculnya banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Apa yang salah dalam pendidikan kita ? Apa yang harus dibenahi ? Walau sejak beberapa tahun terakhir masalah Ujian Nasional menjadi polemik dan menjadi pembicaraan yang hangat di antara para praktisi pendidikan, namun Ujian Nasional tetap menjadi momok bagi pelaku pendidikan. Segalanya seolah dipertaruhkan lewat Ujian Nasional ini.

Bagi sekolah yang beruntung memiliki murid-murid yang 'bermutu' (dalam arti pandai dan memiliki motivasi tinggi untuk menuntut ilmu) maka guru-gurunya pun akan mengajar dengan senang hati. Apalagi ditambah dengan sarana dan prasarana yang memadai, maka proses belajar mengajar jauh lebih mudah dan lebih menyenangkan. Semua itu membuat jalan menuju kelulusan terasa jauh lebih terbuka.

Namun bagaimana dengan berbagai hal yang menyangkut faktor ekstern dari peserta didik ? Seperti : sekolah-sekolah yang ada di 'pinggiran' yang mendapatkan murid-murid 'sisa' dari sekolah-sekolah favorit, atau sekolah yang sarana dan prasarananya serta guru-guru yang sangat terbatas. Bagaimana mereka harus 'berlari' dengan keterbatasan yang demikian menghimpit ?

Dengan dasar itulah maka aku menganggap bahwa patokan kelulusan belum dapat dikatakan adil, khususnya bagi sekolah-sekolah yang serba terbatas. Jika untuk kelulusan hanya menganut satu standar ukuran untuk beragam kondisi seperti itu.., menurutku memang kurang adil. Seharusnya, jika memang ingin menetapkan satu standar ukuran maka seharusnya semua kondisi dalam keadaan yang sama, dalam hal ini tentu saja kondisi yang menyangkut faktor eksternal dari anak didik. Kita tentu saja tak dapat menuntut semua anak didik memiliki kemampuan yang merata, tapi kita dapat membuat sarana dan prasarana pendidikan yang sama, termasuk penyediaan guru-guru yang memadai. Hanya sayangnya untuk saat ini hal tersebut belum dapat direalisasikan.

Jika sekarang banyak yang tidak lulus, kita rasanya harus bisa menerima dan tidak menyalahkan anak didik semata. Terlalu banyak faktor yang menjadi penyebab seseorang tidak lulus dalam Ujian Nasional, baik itu faktor intern dan faktor ekstern. Dan tahun ini 'untung'nya ada kesempatan untuk ujian ulang bagi yang tidak lulus Ujian Nasional. Semoga saja bagi anak-anak yang belum lulus Ujian Nasional dapat memanfaatkan Ujian Nasional Ulang dengan sebaik-baiknya dan mereka masih dapat meraih kembali kesempatan yang sempat terlepas dari genggaman.

Kululusan sudah adilkah ?

Kemarin adalah hari yang ditunggu-tunggu dengan harap-harap cemas oleh banyak orang, karena kelulusan SMA yang sederajat diumumkan. Hasil di beberapa daerah dinyatakan bahwa ternyata tingkat kelulusan peserta Ujian Nasional (UN) tahun 2010 mengalami penurunan. Bahkan di beberapa sekolah ada yang tingkat kelulusannya 0%.

Kondisi tersebut tentu saja mau tak mau membuat banyak pihak merasa prihatin. Melihat anak-anak yang tidak lulus menangis histeris, stres bahkan ada yang mencoba bunuh diri membuat trenyuh siapa saja. Membayangkan generasi muda yang seolah kehilangan kepercayaan diri dan putus asa karena terganjal oleh Ujian Nasional membuat kita mengelus dada.

Kondisi di atas menjadi penyebab munculnya banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Apa yang salah dalam pendidikan kita ? Apa yang harus dibenahi ? Walau sejak beberapa tahun terakhir masalah Ujian Nasional menjadi polemik dan menjadi pembicaraan yang hangat di antara para praktisi pendidikan, namun Ujian Nasional tetap menjadi momok bagi pelaku pendidikan. Segalanya seolah dipertaruhkan lewat Ujian Nasional ini.

Bagi sekolah yang beruntung memiliki murid-murid yang 'bermutu' (dalam arti pandai dan memiliki motivasi tinggi untuk menuntut ilmu) maka guru-gurunya pun akan mengajar dengan senang hati. Apalagi ditambah dengan sarana dan prasarana yang memadai, maka proses belajar mengajar jauh lebih mudah dan lebih menyenangkan. Semua itu membuat jalan menuju kelulusan terasa jauh lebih terbuka.

Namun bagaimana dengan berbagai hal yang menyangkut faktor ekstern dari peserta didik ? Seperti : sekolah-sekolah yang ada di 'pinggiran' yang mendapatkan murid-murid 'sisa' dari sekolah-sekolah favorit, atau sekolah yang sarana dan prasarananya serta guru-guru yang sangat terbatas. Bagaimana mereka harus 'berlari' dengan keterbatasan yang demikian menghimpit ?

Dengan dasar itulah maka aku menganggap bahwa patokan kelulusan belum dapat dikatakan adil, khususnya bagi sekolah-sekolah yang serba terbatas. Jika untuk kelulusan hanya menganut satu standar ukuran untuk beragam kondisi seperti itu.., menurutku memang kurang adil. Seharusnya, jika memang ingin menetapkan satu standar ukuran maka seharusnya semua kondisi dalam keadaan yang sama, dalam hal ini tentu saja kondisi yang menyangkut faktor eksternal dari anak didik. Kita tentu saja tak dapat menuntut semua anak didik memiliki kemampuan yang merata, tapi kita dapat membuat sarana dan prasarana pendidikan yang sama, termasuk penyediaan guru-guru yang memadai. Hanya sayangnya untuk saat ini hal tersebut belum dapat direalisasikan.

Jika sekarang banyak yang tidak lulus, kita rasanya harus bisa menerima dan tidak menyalahkan anak didik semata. Terlalu banyak faktor yang menjadi penyebab seseorang tidak lulus dalam Ujian Nasional, baik itu faktor intern dan faktor ekstern. Dan tahun ini 'untung'nya ada kesempatan untuk ujian ulang bagi yang tidak lulus Ujian Nasional. Semoga saja bagi anak-anak yang belum lulus Ujian Nasional dapat memanfaatkan Ujian Nasional Ulang dengan sebaik-baiknya dan mereka masih dapat meraih kembali kesempatan yang sempat terlepas dari genggaman.

Senin, 26 April 2010

Kok tidak pamit..?

Jauh sebelum kasus Gayus dan Markus Pajak jadi pembicaraan, sosok Tono ~sebut saja begitu~ sudah jadi bahan pembicaraan oleh lingkungannya. Maklum saja, dalam waktu relatif singkat kehidupan Tono dan keluarganya berubah drastis, meskipun tak sedrastis kehidupan Gayus.

Tono dan keluarganya masuk ke dalam lingkungan itu dalam kondisi yang serba terbatas. Maklum saja, sebagai pegawai baru di suatu instansi pemerintah dengan hanya bermodalkan ijazah SMA maka penghasilannya pun tak seberapa. Apalagi istrinya yang lulusan SD hanya mampu membantu menopang kebutuhan keluarga dengan menjual jajanan pasar, tapi seringkali terpaksa terhenti kalau sakitnya sedang kambuh.


Dalam waktu relatif singkat, Tono berhasil meraih gelar sarjana bersamaan dengan kesibukannya merenovasi rumah RSS yang ditempatinya. Bahkan tak lama kemudian, sepeda motor baru dan kendaraan roda empat berhasil mereka miliki. Diikuti dengan aneka macam barang elektronik dan barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya.

Semenjak itu, Tono, istrinya dan kedua anaknya seolah menjaga jarak dengan lingkungannya. Mungkin karena mereka mendengar bisik-bisik tetangga yang mengatakan bahwa mereka adalah "Orang Kaya Baru". Banyak yang mempertanyakan asal-usul harta yang dikumpulkan Tono dan keluarganya, mengingat status Tono sebagai staf biasa dan asal usul Tono dan istrinya yang bukan dari keluarga yang mampu. Entah apa penyebabnya, yang jelas Tono dan keluarganya tak lagi nyaman tinggal di lingkungan itu.

Selanjutnya terdengar kabar bahwa Tono dan istrinya telah membeli sebidang tanah di tempat lain bahkan kemudian membangun rumah berlantai dua di tanah itu. Semenjak itu, Tono dan keluarganya lebih sering menginap di rumah barunya meskipun masih sesekali kembali ke rumah lamanya. Namun tak lama setelah kasus Gayus mencuat, ternyata keluarga Tono memutuskan untuk keluar dari lingkungan lama dan menetap di rumah barunya.

Sayangnya.., ketika pada akhirnya Tono dan keluarganya benar-benar pindah dari lingkungan itu mereka sama sekali tidak berpamitan kepada semua tetangganya. Mengetahui rumah mereka sudah kosong, tetangganya hanya bisa heran dan berkata : "Kok tidak pamit...?"

Kok tidak pamit..?

Jauh sebelum kasus Gayus dan Markus Pajak jadi pembicaraan, sosok Tono ~sebut saja begitu~ sudah jadi bahan pembicaraan oleh lingkungannya. Maklum saja, dalam waktu relatif singkat kehidupan Tono dan keluarganya berubah drastis, meskipun tak sedrastis kehidupan Gayus.

Tono dan keluarganya masuk ke dalam lingkungan itu dalam kondisi yang serba terbatas. Maklum saja, sebagai pegawai baru di suatu instansi pemerintah dengan hanya bermodalkan ijazah SMA maka penghasilannya pun tak seberapa. Apalagi istrinya yang lulusan SD hanya mampu membantu menopang kebutuhan keluarga dengan menjual jajanan pasar, tapi seringkali terpaksa terhenti kalau sakitnya sedang kambuh.


Dalam waktu relatif singkat, Tono berhasil meraih gelar sarjana bersamaan dengan kesibukannya merenovasi rumah RSS yang ditempatinya. Bahkan tak lama kemudian, sepeda motor baru dan kendaraan roda empat berhasil mereka miliki. Diikuti dengan aneka macam barang elektronik dan barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya.

Semenjak itu, Tono, istrinya dan kedua anaknya seolah menjaga jarak dengan lingkungannya. Mungkin karena mereka mendengar bisik-bisik tetangga yang mengatakan bahwa mereka adalah "Orang Kaya Baru". Banyak yang mempertanyakan asal-usul harta yang dikumpulkan Tono dan keluarganya, mengingat status Tono sebagai staf biasa dan asal usul Tono dan istrinya yang bukan dari keluarga yang mampu. Entah apa penyebabnya, yang jelas Tono dan keluarganya tak lagi nyaman tinggal di lingkungan itu.

Selanjutnya terdengar kabar bahwa Tono dan istrinya telah membeli sebidang tanah di tempat lain bahkan kemudian membangun rumah berlantai dua di tanah itu. Semenjak itu, Tono dan keluarganya lebih sering menginap di rumah barunya meskipun masih sesekali kembali ke rumah lamanya. Namun tak lama setelah kasus Gayus mencuat, ternyata keluarga Tono memutuskan untuk keluar dari lingkungan lama dan menetap di rumah barunya.

Sayangnya.., ketika pada akhirnya Tono dan keluarganya benar-benar pindah dari lingkungan itu mereka sama sekali tidak berpamitan kepada semua tetangganya. Mengetahui rumah mereka sudah kosong, tetangganya hanya bisa heran dan berkata : "Kok tidak pamit...?"

Minggu, 25 April 2010

Kabar gembira

Kemarin malam aku dapat kabar gembira dari mbak Anaz yang ditulisnya di kotak komenku seperti ini :
Mbak, saya dah berhasil link mbak Reni, alhamdulilah.. :)
Bagi yang baru berkunjung ke blogku ini mungkin heran dengan kabar gembira yang disampaikan mbak Anaz padaku karena aku yakin bagi setiap blogger memasang link sahabat sangat mudah. Tinggal buka dasbor, klik tata letak, klik tambah gadget, klik daftar link/daftar blog, masukkan URL blog, simpan dan... beres sudah. Jadi apa istimewanya kabar gembira dari mbak Anaz ?

Bagi yang heran aku cerita deh, biar tak makin bingung. Jadi gini..., bulan Pebruari 2010 yang lalu aku boyongan dari dari www.renijudhanto.com kembali ke renijudhanto.blogspot.com. Awal mula aku ngeblog aku memang pakai blogspot (yang gratis hehehe) tapi dalam perjalanannya ada seorang sahabat yang memberiku hadiah domain dotcom selama setahun. Jadilah selama 1 tahun itu blogku ini dapat diakses melalui 2 alamat yaitu dotcom dan blogspot. Namun akhir Pebruari kemarin (sebelum masa pemakaian dotcom berakhir) aku memutuskan kembali ke blogspot dan tidak memperpanjang dotcom.

Ternyata keputusanku itu mendatangkan masalah. Bagi sahabat-sahabat blogger yang sejak awal memasang URL renijudhanto.blogspot.com tak mengalami masalah sama sekali. Tapi bagi yang memasang URL www.renijudhanto.com ternyata mendapat masalah yaitu tak bisa menggantinya ke renijudhanto.blogspot.com. Termasuk blogku sendiri yang The Others... tak berhasil mengganti link Catatan Kecilku dari dotcom ke blogspot. Berapa kali diganti dengan blogspot, tetap saja yang muncul URL yang dotcom. *pusing*

Akibatnya tentu saja yang muncul dalam blogroll itu adalah postinganku yang terakhir aku tulis sewaktu aku menggunakan dotcom yaitu : Peristiwa dan Mood-ku yang aku publish tanggal 22 Pebruari 2010 (2 bulan yang lalu...). Jadi banyak sahabat mengira setelah hari itu aku sama sekali tak update blog, padahal setelah hari itu aku rajin update... dan sayangnya tak terdeteksi lewat blogroll sahabat-sahabatku. *sigh*

Akhirnya..., masalah itu berakhir juga setelah mbak Anaz berhasil memasang link-ku di blogroll-nya. Senangnya hatiku atas kabar gembira ini. Hal pertama yang aku lakukan adalah segera mengganti link blog Catatan Kecilku yang aku pajang di The Others...  Ternyata memang sudah bisa lagi... Alhamdulillah...

Jadi, bagi sahabat-sahabat semua... mulai sekarang sudah bisa lagi memasang kembali link blog ini. Bagi yang sudah memasang yang link yang lama (www.renijudhanto.com), tolong dihapus ya... dan segera diganti dengan renijudhanto.blogspot.com. Terima kasih.....

Kabar gembira

Kemarin malam aku dapat kabar gembira dari mbak Anaz yang ditulisnya di kotak komenku seperti ini :
Mbak, saya dah berhasil link mbak Reni, alhamdulilah.. :)
Bagi yang baru berkunjung ke blogku ini mungkin heran dengan kabar gembira yang disampaikan mbak Anaz padaku karena aku yakin bagi setiap blogger memasang link sahabat sangat mudah. Tinggal buka dasbor, klik tata letak, klik tambah gadget, klik daftar link/daftar blog, masukkan URL blog, simpan dan... beres sudah. Jadi apa istimewanya kabar gembira dari mbak Anaz ?

Bagi yang heran aku cerita deh, biar tak makin bingung. Jadi gini..., bulan Pebruari 2010 yang lalu aku boyongan dari dari www.renijudhanto.com kembali ke renijudhanto.blogspot.com. Awal mula aku ngeblog aku memang pakai blogspot (yang gratis hehehe) tapi dalam perjalanannya ada seorang sahabat yang memberiku hadiah domain dotcom selama setahun. Jadilah selama 1 tahun itu blogku ini dapat diakses melalui 2 alamat yaitu dotcom dan blogspot. Namun akhir Pebruari kemarin (sebelum masa pemakaian dotcom berakhir) aku memutuskan kembali ke blogspot dan tidak memperpanjang dotcom.

Ternyata keputusanku itu mendatangkan masalah. Bagi sahabat-sahabat blogger yang sejak awal memasang URL renijudhanto.blogspot.com tak mengalami masalah sama sekali. Tapi bagi yang memasang URL www.renijudhanto.com ternyata mendapat masalah yaitu tak bisa menggantinya ke renijudhanto.blogspot.com. Termasuk blogku sendiri yang The Others... tak berhasil mengganti link Catatan Kecilku dari dotcom ke blogspot. Berapa kali diganti dengan blogspot, tetap saja yang muncul URL yang dotcom. *pusing*

Akibatnya tentu saja yang muncul dalam blogroll itu adalah postinganku yang terakhir aku tulis sewaktu aku menggunakan dotcom yaitu : Peristiwa dan Mood-ku yang aku publish tanggal 22 Pebruari 2010 (2 bulan yang lalu...). Jadi banyak sahabat mengira setelah hari itu aku sama sekali tak update blog, padahal setelah hari itu aku rajin update... dan sayangnya tak terdeteksi lewat blogroll sahabat-sahabatku. *sigh*

Akhirnya..., masalah itu berakhir juga setelah mbak Anaz berhasil memasang link-ku di blogroll-nya. Senangnya hatiku atas kabar gembira ini. Hal pertama yang aku lakukan adalah segera mengganti link blog Catatan Kecilku yang aku pajang di The Others...  Ternyata memang sudah bisa lagi... Alhamdulillah...

Jadi, bagi sahabat-sahabat semua... mulai sekarang sudah bisa lagi memasang kembali link blog ini. Bagi yang sudah memasang yang link yang lama (www.renijudhanto.com), tolong dihapus ya... dan segera diganti dengan renijudhanto.blogspot.com. Terima kasih.....

Sabtu, 24 April 2010

Perhatian versus Provokasi

Perhatian dan provokasi adalah dua hal yang jelas-jelas berbeda, namun terkadang aku bingung membedakannya. Mungkin pernyataan itu mengherankan, tapi sejujurnya kukatakan bahwa itulah yang beberapa kali aku alami. Mungkin terasa lucu dan janggal ya..? Tapi yakinlah... bahwa aku tak mengada-ada.

Semua berawal dan berasal dari seorang temanku yang sudah cukup lama kukenal. Meski begitu aku tak terlalu dekat dengannya, dalam arti aku tak suka bercerita tentang kehidupan pribadiku padanya. Namun sebaliknya, dia pernah beberapa kali menceritakan tentang kondisi rumah tangganya. Meskipun tidak detil, namun aku aku tahu bahwa karena rumah tangganya sedang bermasalah maka dia punya 'teman dekat' yang lain. Untungnya dari awal dia sudah berkomitmen tak akan meninggalkan suami dan anak-anaknya meskipun saat ini sedang ada masalah dalam rumah tangga mereka.

Nah..., perhatian dan provokasi yang aku ceritakan kali ini bersumber darinya. Terus terang aku sering berpikir tentang perkataan-perkataan yang disampaikan kepadaku itu adalah wujud perhatiannya atau provokasi darinya. Contohnya seperti ini :

"Harusnya kamu ikuti semua kegiatan yang dilakukan suamimu, Ren. Kalau perlu ikut juga badminton bareng suamimu. Jangan sampai nanti suamimu direbut cewek lain. Ingat lho.., cewek sekarang gesit dan berani."  ~~ katanya padaku waktu kujawab pertanyaannya bahwa suamiku sedang senang olahraga badminton dengan teman-teman kantornya (pria dan wanita).

"Hati-hati Ren..., jangan-jangan suamimu punya pacar di luar sana." ~~  katanya padaku waktu kujawab pertanyaannya bahwa suamiku punya banyak kesibukan di luar rumah.

"Kau sebenarnya cantik hanya sayang kau tak mau dandan. Coba mulai sekarang kau berdandan biar suamimu tak melirik cewek lain."  ~~ katanya padaku karena melihat penampilanku yang bersahaja.

Masih banyak lagi kata-katanya yang membuatku berpikir apakah kata-katanya itu bentuk perhatian darinya atau justru provokasi-nya ? Di satu sisi aku tahu bahwa sebagai istri memang harus selalu waspada sehingga dapat membaca tanda-tanda jika suami sedang tergoda/digoda wanita lain. Aku juga tahu bahwa wanita harus pintar berdandan, agar suami betah di rumah. Namun.., aku mengenal suamiku dan  aku tak mau menaruh curiga yang tak beralasan padanya. Aku tak mau rumah tanggaku jadi 'panas' karena kecurigaan yang tak beralasan. Aku juga tahu bahwa suamiku tak terlalu suka dengan wanita yang berdandan berlebihan. Dan... semua itu tak diketahui temanku.

Di sisi lain aku berpikir, mengapa temanku yang satu ini seringkali berkata seperti itu padaku. Padahal teman-temanku yang lain tak ada yang begitu. Apa karena rumah tangganya sedang bermasalah ? Apa karena dia sendiri mempunyai 'teman dekat' yang tak diketahui suaminya ? Apa dia menganggap bahwa orang lain mungkin juga melakukan hal yang sama dengannya ? Apa dia sedang kecewa dengan suaminya dan rumah tangganya ? Apa dia tak ingin aku mengalami hal yang sama dengannya ?

Entahlah..., tapi bagaimanapun sarannya ada benarnya walau tak semuanya aku setujui. Dari dulu aku sadar bahwa aku dan suamiku masih sama-sama muda dan masih memiliki 'daya tarik' bagi orang lain. Aku tak mau takabur dengan mengatakan bahwa suamiku tak mungkin tergoda wanita lain. So, kami harus menguatkan komitmen yang ada dan meningkatkan komunikasi di antara kami. Kami harus pandai-pandai merawat cinta yang kami miliki agar tak layu termakan waktu.

Tapi..., aku tetap mempercayai suamiku sejauh ini. Meski begitu aku tetap tak boleh terlena sepenuhnya. Aku percaya, instingku sebagai wanita masih bisa diandalkan, sehingga jika sesuatu yang tak beres terjadi aku pasti akan menciumnya. Aku tetap berusaha untuk menjadi istri yang baik baginya dan ibu yang baik bagi anak kami. Dan.., aku tak mau mencurigainya secara membabi buta dan mengekor kemanapun dia pergi untuk bisa selalu mengawasinya. Aku tak mau seperti dia mencurigai suami terus menerus begitu karena bisa-bisa malah suamiku tersinggung karena merasa tak aku percayai. Nah.., gawat kan kalau begitu ?

Terlepas dari temanku itu..., aku mendapatkan perhatian yang tulus (dan tanpa provokasi) dari seorang sahabat blogger, mas Hendriawanz. Mengetahui aku berulang tahun, mas Hendriawanz mengirimkan hadiah ulang tahun buatku. Terima kasih untuk mas Hendriawanz atas ucapan ulang tahunnya. Bahkan mengetahui bahwa aku dan suami sedang memperjuangkan sesuatu.. maka mas Hendriawanz mengirimkan doa agar apa yang sedang kami perjuangkan dapat tercapai.



Harus kuakui, mas Hendriawanz memiliki kepedulian kepada sahabat-sahabatnya di dunia maya. Hampir semua sahabat maya yang 'merayakan' sesuatu akan mendapatkan hadiah istimewa darinya. Terus terang  aku heran juga, kok bisa dia tak melewatkan saat-saat istimewa dari sahabat-sahabatnya itu...? hehehe.... Sekali lagi... terima kasih banyak mas.... meski persahabatan ini hanya lewat dunia maya namun terasa indah sekali.


Perhatian versus Provokasi

Perhatian dan provokasi adalah dua hal yang jelas-jelas berbeda, namun terkadang aku bingung membedakannya. Mungkin pernyataan itu mengherankan, tapi sejujurnya kukatakan bahwa itulah yang beberapa kali aku alami. Mungkin terasa lucu dan janggal ya..? Tapi yakinlah... bahwa aku tak mengada-ada.

Semua berawal dan berasal dari seorang temanku yang sudah cukup lama kukenal. Meski begitu aku tak terlalu dekat dengannya, dalam arti aku tak suka bercerita tentang kehidupan pribadiku padanya. Namun sebaliknya, dia pernah beberapa kali menceritakan tentang kondisi rumah tangganya. Meskipun tidak detil, namun aku aku tahu bahwa karena rumah tangganya sedang bermasalah maka dia punya 'teman dekat' yang lain. Untungnya dari awal dia sudah berkomitmen tak akan meninggalkan suami dan anak-anaknya meskipun saat ini sedang ada masalah dalam rumah tangga mereka.

Nah..., perhatian dan provokasi yang aku ceritakan kali ini bersumber darinya. Terus terang aku sering berpikir tentang perkataan-perkataan yang disampaikan kepadaku itu adalah wujud perhatiannya atau provokasi darinya. Contohnya seperti ini :

"Harusnya kamu ikuti semua kegiatan yang dilakukan suamimu, Ren. Kalau perlu ikut juga badminton bareng suamimu. Jangan sampai nanti suamimu direbut cewek lain. Ingat lho.., cewek sekarang gesit dan berani."  ~~ katanya padaku waktu kujawab pertanyaannya bahwa suamiku sedang senang olahraga badminton dengan teman-teman kantornya (pria dan wanita).

"Hati-hati Ren..., jangan-jangan suamimu punya pacar di luar sana." ~~  katanya padaku waktu kujawab pertanyaannya bahwa suamiku punya banyak kesibukan di luar rumah.

"Kau sebenarnya cantik hanya sayang kau tak mau dandan. Coba mulai sekarang kau berdandan biar suamimu tak melirik cewek lain."  ~~ katanya padaku karena melihat penampilanku yang bersahaja.

Masih banyak lagi kata-katanya yang membuatku berpikir apakah kata-katanya itu bentuk perhatian darinya atau justru provokasi-nya ? Di satu sisi aku tahu bahwa sebagai istri memang harus selalu waspada sehingga dapat membaca tanda-tanda jika suami sedang tergoda/digoda wanita lain. Aku juga tahu bahwa wanita harus pintar berdandan, agar suami betah di rumah. Namun.., aku mengenal suamiku dan  aku tak mau menaruh curiga yang tak beralasan padanya. Aku tak mau rumah tanggaku jadi 'panas' karena kecurigaan yang tak beralasan. Aku juga tahu bahwa suamiku tak terlalu suka dengan wanita yang berdandan berlebihan. Dan... semua itu tak diketahui temanku.

Di sisi lain aku berpikir, mengapa temanku yang satu ini seringkali berkata seperti itu padaku. Padahal teman-temanku yang lain tak ada yang begitu. Apa karena rumah tangganya sedang bermasalah ? Apa karena dia sendiri mempunyai 'teman dekat' yang tak diketahui suaminya ? Apa dia menganggap bahwa orang lain mungkin juga melakukan hal yang sama dengannya ? Apa dia sedang kecewa dengan suaminya dan rumah tangganya ? Apa dia tak ingin aku mengalami hal yang sama dengannya ?

Entahlah..., tapi bagaimanapun sarannya ada benarnya walau tak semuanya aku setujui. Dari dulu aku sadar bahwa aku dan suamiku masih sama-sama muda dan masih memiliki 'daya tarik' bagi orang lain. Aku tak mau takabur dengan mengatakan bahwa suamiku tak mungkin tergoda wanita lain. So, kami harus menguatkan komitmen yang ada dan meningkatkan komunikasi di antara kami. Kami harus pandai-pandai merawat cinta yang kami miliki agar tak layu termakan waktu.

Tapi..., aku tetap mempercayai suamiku sejauh ini. Meski begitu aku tetap tak boleh terlena sepenuhnya. Aku percaya, instingku sebagai wanita masih bisa diandalkan, sehingga jika sesuatu yang tak beres terjadi aku pasti akan menciumnya. Aku tetap berusaha untuk menjadi istri yang baik baginya dan ibu yang baik bagi anak kami. Dan.., aku tak mau mencurigainya secara membabi buta dan mengekor kemanapun dia pergi untuk bisa selalu mengawasinya. Aku tak mau seperti dia mencurigai suami terus menerus begitu karena bisa-bisa malah suamiku tersinggung karena merasa tak aku percayai. Nah.., gawat kan kalau begitu ?

Terlepas dari temanku itu..., aku mendapatkan perhatian yang tulus (dan tanpa provokasi) dari seorang sahabat blogger, mas Hendriawanz. Mengetahui aku berulang tahun, mas Hendriawanz mengirimkan hadiah ulang tahun buatku. Terima kasih untuk mas Hendriawanz atas ucapan ulang tahunnya. Bahkan mengetahui bahwa aku dan suami sedang memperjuangkan sesuatu.. maka mas Hendriawanz mengirimkan doa agar apa yang sedang kami perjuangkan dapat tercapai.



Harus kuakui, mas Hendriawanz memiliki kepedulian kepada sahabat-sahabatnya di dunia maya. Hampir semua sahabat maya yang 'merayakan' sesuatu akan mendapatkan hadiah istimewa darinya. Terus terang  aku heran juga, kok bisa dia tak melewatkan saat-saat istimewa dari sahabat-sahabatnya itu...? hehehe.... Sekali lagi... terima kasih banyak mas.... meski persahabatan ini hanya lewat dunia maya namun terasa indah sekali.


Jumat, 23 April 2010

Bicara buku di Hari Buku Sedunia

Sungguh..., aku baru tahu bahwa hari ini (23 April 2010) diperingati sebagai Hari Buku Sedunia. Padahal, konon beritanya sejak tahun 2006 di Indonesia sudah ikut merayakan Hari Buku Sedunia ini. Padahal aku termasuk salah satu dari pecinta buku (walau mungkin aku belum masuk dalam kategori kutu buku) namun gema Hari Buku Sedunia baru sampai padaku hari ini...

Mungkin gema peringatan Hari Buku Sedunia belum didengar oleh seluruh lapisan masyarakat, sama seperti Hari Bumi yang bagi sebagian orang masih terasa 'asing' ditelinga. Dan pada Hari Buku Sedunia ini aku ingin bicara tentang buku, salah satunya adalah tentang hadiah buku yang aku terima. Kebetulan di hari ulang tahunku kemarin aku mendapatkan hadiah buku dari Shasa dan suamiku yaitu : 24 Wajah Billy dan Menembus Impian.

Shasa dan suamiku tahu bahwa selama ini aku sudah mencari buku 24 Wajah Billy namun belum pernah ketemu. Hasrat memiliki buku itu semakin kuat setelah aku mendapatkan buku sekuelnya yang berjudul Pertarungan Jiwa Billy. Kebetulan beberapa hari yang lalu aku menemukan 24 Wajah Billy di Togamas, namun aku tak bisa membelinya karena aku sudah tak punya anggaran untuk beli buku...*sigh*

Rupanya Shasa dan suamiku tahu bahwa aku sangat ingin memilikinya, sehingga diam-diam mereka membelikannya dan memberikannya sebagai hadiah ulang tahunku. *bahagia banget* Terima kasih banyak (plus cium sayang) untuk Shasa dan suamiku atas hadiah yang diberikan kepadaku ini.

Selain itu beberapa saat yang lalu aku dapat kiriman buku lagi dari mbak Kuyus yaitu : Toto-Chan (Gadis Cilik Di Jendela), Toto-Chans's Children dan The Street Lawyer. Terima kasih banyak untuk mbak Kuyus atas kiriman buku-bukunya yang menarik.. Pokoknya terima kasih banyak ya...


Sayangnya, justru di Hari Buku Sedunia ini aku terpaksa membuat 'janji' untuk tidak lagi lapar mata kalau melihat buku. Aku harus lebih bisa mengerem hasratku membeli buku. Aku bukan bermaksud untuk 'melawan' peringatan Hari Buku Sedunia dan mengkhianati misi mewujudkan masyarakat yang cinta membaca. Bukan itu.... Melainkan aku dan suami mempunyai sebuah keinginan yang ingin kami wujudkan. Dan untuk memenuhinya, maka mulai sekarang kami harus melakukan gerakan TMP (Tight Monetary Policy).

So... sekarang aku harus tutup mata setiap melihat spanduk pameran buku atau iklan buku-buku diskon. Semoga aku tabah menjalaninya (meski terasa berat.....) hehehe

Bicara buku di Hari Buku Sedunia

Sungguh..., aku baru tahu bahwa hari ini (23 April 2010) diperingati sebagai Hari Buku Sedunia. Padahal, konon beritanya sejak tahun 2006 di Indonesia sudah ikut merayakan Hari Buku Sedunia ini. Padahal aku termasuk salah satu dari pecinta buku (walau mungkin aku belum masuk dalam kategori kutu buku) namun gema Hari Buku Sedunia baru sampai padaku hari ini...

Mungkin gema peringatan Hari Buku Sedunia belum didengar oleh seluruh lapisan masyarakat, sama seperti Hari Bumi yang bagi sebagian orang masih terasa 'asing' ditelinga. Dan pada Hari Buku Sedunia ini aku ingin bicara tentang buku, salah satunya adalah tentang hadiah buku yang aku terima. Kebetulan di hari ulang tahunku kemarin aku mendapatkan hadiah buku dari Shasa dan suamiku yaitu : 24 Wajah Billy dan Menembus Impian.

Shasa dan suamiku tahu bahwa selama ini aku sudah mencari buku 24 Wajah Billy namun belum pernah ketemu. Hasrat memiliki buku itu semakin kuat setelah aku mendapatkan buku sekuelnya yang berjudul Pertarungan Jiwa Billy. Kebetulan beberapa hari yang lalu aku menemukan 24 Wajah Billy di Togamas, namun aku tak bisa membelinya karena aku sudah tak punya anggaran untuk beli buku...*sigh*

Rupanya Shasa dan suamiku tahu bahwa aku sangat ingin memilikinya, sehingga diam-diam mereka membelikannya dan memberikannya sebagai hadiah ulang tahunku. *bahagia banget* Terima kasih banyak (plus cium sayang) untuk Shasa dan suamiku atas hadiah yang diberikan kepadaku ini.

Selain itu beberapa saat yang lalu aku dapat kiriman buku lagi dari mbak Kuyus yaitu : Toto-Chan (Gadis Cilik Di Jendela), Toto-Chans's Children dan The Street Lawyer. Terima kasih banyak untuk mbak Kuyus atas kiriman buku-bukunya yang menarik.. Pokoknya terima kasih banyak ya...


Sayangnya, justru di Hari Buku Sedunia ini aku terpaksa membuat 'janji' untuk tidak lagi lapar mata kalau melihat buku. Aku harus lebih bisa mengerem hasratku membeli buku. Aku bukan bermaksud untuk 'melawan' peringatan Hari Buku Sedunia dan mengkhianati misi mewujudkan masyarakat yang cinta membaca. Bukan itu.... Melainkan aku dan suami mempunyai sebuah keinginan yang ingin kami wujudkan. Dan untuk memenuhinya, maka mulai sekarang kami harus melakukan gerakan TMP (Tight Monetary Policy).

So... sekarang aku harus tutup mata setiap melihat spanduk pameran buku atau iklan buku-buku diskon. Semoga aku tabah menjalaninya (meski terasa berat.....) hehehe

Kamis, 22 April 2010

Hari ini dan 13 tahun yang lalu

Ya Allah, terima kasihku yang tak terhingga
atas segala yang telah Kau berikan padaku hingga hari ini
Betapa ku tak mampu menghitung dan menimbang
tiap-tiap berkah dan rahmad untukku
yang Kau berikan tak putus-putus

Betapa melimpah kebahagiaanku selama ini
    bisa didampingi kedua orang tua dan mertua
    yang tiada henti melimpahkan kasihnya hingga hari ini
    suami yang mendampingi setiap langkahku
    dengan segenap perhatian dan cintanya
    anak yang membuatku bangga memilikinya
    dan bahagia setiap memeluknya


Ya Allah betapa Maha Pemurah-nya Engkau
    untukku Kau hadirkan sahabat-sahabat yang menyayangiku
    teman-teman yang penuh pengertian
    pekerjaan yang menyenangkan (walau terkadang melelahkan)
    kesehatan dan rizky yang tiada hentinya....

Ya Allah, sungguh Engkau Maha Kaya
    meski telah banyak yang Kau berikan padaku
    namun selalu saja ada dan masih ada
    kejutan-kejutan indah dari-Mu

Terima kasih Ya Allah...
harapanku selalu, semoga aku tak kufur nikmat...
semoga aku mampu selalu berbagi kebahagiaan dan kenikmatan
yang telah aku dapatkan dari-Mu
semoga aku selalu dan selalu Kau beri kesabaran dan ketabahan
dalam menjalani hidup ini
agar aku tak pernah lagi mengeluh dan berputus asa
atas sedikit saja kerikil yang menghalangi jalanku

Amin....

Madiun, 22 April 2010

*******

Sobat, hari ini adalah hari ulang tahunku dan aku punya kenangan manis tentang hari ini tiga belas tahun yang lalu. Saat itu, aku mendapatkan sebuah kejutan membahagiakan dari sahabatku, Afifah Inayati (Iin). Sebuah ungkapan persahabatan yang indah sebagai hadiah ulang tahunku. Hari ini... tiga belas tahun yang lalu... adalah salah satu momen yang tak akan terlupakan dari hidupku. Dan inilah hadiah terindah darinya yang masih aku simpan hingga hari ini...

Karena tulisannya terlalu kecil dan susah dibaca, maka di bawah ini aku salin lagi kalimat yang tertulis dalam kertas itu. Dan.... inilah salinannya...........


Jakarta, 22 April 1997

I imagine our friendship is like the Sun....
      It is warm against our body and soul
      It is lively that makes us smile
      It is beautiful, a comfort to restless heart
      It is meaningful we couldn't live without
      It is important, we wouldn't trade it for anything
      It is lasting like the time
      It is there everytime even at night when we can't see it
And like the Sun I wish our friendship will be.

Be happy my friend. With your cheerfulness and warm hearted nature, you will be the Sun for the people around you.
Me, for example.

Love always, IIN

Sobat... sebuah kebahagiaan bisa hadir meski hanya dari selembar kertas. Sobat..., hari ini adalah hari ulang tahunku dan... aku bahagia untuk hari ini dan bahagia mengenang sebuah kenangan tak terlupakan tiga belas tahun yang lalu.