Rabu, 30 Juni 2010

Ketika Shasa ikut pawai

Senin (28 Juni 2010) kemarin, Shasa ikut pawai dalam rangka memeriahkan perayaan Hari Jadi Pemerintahan Kota Madiun yang ke-92. Sebenarnya, waktu masih di Taman Kanak-Kanak dulu Shasa sudah pernah ikut pawai (drumband) juga. Tapi entah mengapa, untuk drumband kali ini Shasa kok semangat banget.

Semangat Shasa sudah terlihat sejak beberapa hari yang lalu. Bahkan, mulai hari Jumat yang lalu Shasa sudah ribut menanyakan kapan hari Senin akan datang. Pertanyaan yang sama terus menerus diulangnya sejak hari Jumat sampai ... hari Minggu..! Astaga, sampai gemes banget aku karena harus bolak balik menjawab sesuatu yang sebenarnya sudah diketahuinya secara pasti.

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba jua dan Shasa pun girang bukan main. Rencananya, pawai itu akan dimulai pada pukul 13.00 WIB dan gurunya Shasa sudah wanti-wanti agar semua peserta Drumband sudah harus berkumpul pada pukul 11.00 WIB. Kebetulan, sekolah Shasa dapat nomor pemberangkatan pertama. Untunglah... kalau tidak, mungkin kelompok drumband Shasa baru akan berangkat pada sore hari.

Shasa dengan ceria menunggu pemberangkatan drumbandnya. Tidak terlihat wajah bosan dan kelelahan selama menunggu. Hingga akhirnya,  kelompok drumband Shasa berangkat juga pada kurang lebih pukul 13.30. Shasa yang kebagian membawa balera dengan semangat memukul baleranya. Dia bangga sekali akhirnya bisa juga ikut pawai dengan kelompok drumbandnya.

Shasa tersenyum manis usai ber-make up

Tetap ceria meski harus menunggu di bawah terik matahari

Semangat..! Siap untuk mulai berpawai..

Shasa in action..

Sewaktu selesai pawai aku bertanya padanya apakah dia merasa kapok mengikuti pawai, karena harus berjalan lumayan jauh. Ternyata Shasa menjawab bahwa dia tidak kapok.. dan akan tetap ikut drumband lagi. ^_^

Peserta drumband dari kelompok SMA

Anggota Paskib ikut berpawai

Kelompok pom-pom... imut2 ya..?

Anak2 yang menarikan tarian Papua

Ibu-ibu guru jadi "penjual pecel"

Sebenarnya peserta pawai kali ini banyak sekali, tapi setelah kelompok drumband Shasa lewat, aku kok jadi tak tertarik untuk menonton yang lainnya ya..? Jadi maaf banget kalau foto2 yang aku tampilkan kali ini sedikit sekali...

Selasa, 29 Juni 2010

Dimana sawahku....?

Dulu..., lokasi perumahan yang kini ku tempati adalah daerah persawahan. Saat pertama kali aku masuk beli rumah di perumahan itu, di sekitar perumahanku masih banyak sawahnya. Tinggal di dekat dengan area persawahan seperti itu ada enaknya dan gak enaknya.

Seperti saat cuaca berangin, maka anginnya terasa kenceng banget terasa di rumah. Maklum saja, karena di sekitar rumah masih sangat sedikit bangunan yang menahan kerasnya angin. Hal itu tentu saja membuat rumah terasa kotor, karena angin telah dengan sukses menerbangkan debu kemana-mana. Selain itu, aku juga sering merasa kedinginan karena angin yang kenceng itu.

Enaknya, pemandangan yang sejuk dimata ada di sekitar rumah. Hamparan sawah yang menghijau terasa sangat menyejukkan. Apalagi gunung yang menjulang tinggi menjadi backgroundnya. Indah sekali. Jika musim hujan tiba, maka nyanyian kodok pasti jadi hiburan tersendiri. Suasana pedesaan masih tersisa, sehingga betah rasanya.

Namun.., semenjak kurang lebih 5 tahun terakhir, perubahan mulai terjadi. Sawah-sawah menyusut dengan sangat cepatnya dan tergantikan oleh komplek-komplek perumahan yang terus menerus dibangun tiada hentinya. Herannya, seberapa banyaknya perumahan yang dibangun, selalu saja habis terjual dalam waktu yang relatif singkat.

Perumahan Mewah = Mepet Sawah (Dekat sawah)

Perumahan yang makin banyak menyita area persawahan

Pegunungan yang melatarbelakangi persawahan

Hal ini membuatku berpikir, apakah mereka (para pembeli rumah) memang belum memiliki rumah, sehingga kehadiran komplek-komplek perumahan (yang kebanyakan bertipe RSS) sangat diminati ? Ataukah, mereka membeli rumah-tumah itu sekedar untuk investasi semata, karena sejatinya mereka telah memiliki rumah sendiri ?

Apapun alasannya, yang jelas kini sawah-sawah di kotaku mulai menyusut. Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, aku tak lagi dapat menemukan sawah di sekitar perumahanku. Apakah kondisi yang sama juga terjadi di kotamu, sobat ?

Senin, 28 Juni 2010

Mencari hikmah dari suatu peristiwa

Sabtu malam minggu, lagi-lagi aku tak bisa blogging karena koneksi internetku bener-benar matot (mati total). So, aku dengan terpaksa mematikan kompie dan duduk manis di depan televisi. Sungguh, jika bukan karena terpaksa... aku pasti jarang sekali meluangkan waktu duduk di depan televisi, kecuali untuk acara-acara televisi favoritku.

Nah, saking jarangnya nonton televisi... aku tak tahu acara apa saja yang bagus pada Sabtu malam. Sampai akhirnya aku terdampar di sebuah stasiun televisi yang memutar film India. Awalnya aku tak tertarik untuk menontonnya (apalagi aktor-aktornya gak terkenal, maklum... bukan penggemar film India sih), tapi karena tak ada pilihan lain akhirnya aku menontonnya juga, meskipun aku sambil membaca buku (gak niat banget untuk nonton soalnya).

Namun, lama kelamaan film yang aku tonton itu mulai menarik perhatianku. Ada suatu 'pelajaran' yang aku petik dari film itu, meskipun aku sebel banget waktu para pemainnya mulai menari dan menyanyi (kedua hal itu yang membuatku gak suka film India). Oke, lupakan tarian dan nyanyiannya yang 'maksa' banget itu, mari kita bicarakan saja tentang pesan moral yang hendak disampaikan dalam film itu (tapi, aku tak tahu apa judul filmnya, karena memang dari awal gak niat untuk nonton sih hehehe).

Adalah Raj seorang pemuda yang suka bertualang dan menaklukkan banyak wanita. Di antara wanita-wanita yang telah ditaklukkannya dan 'dipermainkan' olehnya ada 2 orang wanita yang terluka.Yang satu adalah seorang wanita India (kalau gak salah namanya Mahi) yang sudah bertunangan dan jatuh cinta dengan Raj saat mereka secara tak sengaja bertemu saat berwisata ke Swiss. Di akhir wisata itu, sang gadis harus menangis karena kecewa dan sakit hati karena perlakuan Raj.

Yang kedua adalah seorang wanita India yang manis (kalau gak salah namanya Radita) yang telah tinggal serumah dengan Raj meski mereka belum terikat dalam tali pernikahan. Suatu hari Raj meninggalkan Radita tepat di hari pernikahan mereka dan terbang ke Sidney bersama seorang sahabatnya, karena mereka mendapatkan posisi yang bagus di sana. Sementara itu Radita hanya bisa menangis pilu di tangga kantor Catatan Sipil lengkap dengan gaun pengantinnya.

Kehidupan di Australia seakan membuka peluang bagi Raj untuk berpetualang dari satu wanita ke wanita lainnya, hingga suatu hari dia bertemu dan jatuh cinta pada Gayatri. Berbeda dengan wanita-wanita sebelumnya, Gayatri yang seorang sopir taksi dan kasir pada sebuah supermarket itu berhasil membuat Raj berani memutuskan untuk menikah. Sayangnya, justru Gayatri yang tak mau menikah dengan Raj, meskipun Raj bersumpah akan menunggu Gayatri seumur hidupnya.

Penolakan Gayatri membawa ingatan Raj pada 2 wanita yang telah disakitinya : Mahi dan Radita. Raj mulai menyadari kesalahannya dan berusaha untuk meminta maaf kepada keduanya. Kehidupan Mahi dan Radita sudah jauh berbeda dengan dulu dan kondisi itu menyulitkan Raj untuk mendekat dan meminta maaf kepada mereka. Raj yang bersungguh-sungguh menyesal mau melakukan apa saja, asalkan segala kesalahannya di masa lalu dimaafkan.

Seandainya Gayatri menerima ajakan Raj untuk menikah, maka Raj tidak akan pernah menyadari betapa pedihnya hati saat terluka karena cinta. Seandainya Raj tidak melukai hati Mahi, maka Mahi tidak akan mendapatkan seorang suami yang sangat mencintainya dan mau menerima dia apa adanya. Seandainya Raj tidak meninggalkan Radita di hari pernikahan mereka, maka Radita tak akan menjelma menjadi seorang artis papan atas. Ternyata di balik peristiwa menyakitkan yang mereka alami, mereka akhirnya menyadari bahwa ada hikmah luar biasa yang makin mendewasakan mereka.

Aku bukan penggemar film, sehingga tak banyak film yang aku tonton. Tapi aku salut pada film India yang aku tonton kemarin, karena ada nilai dan pesan moral yang disampaikan pada penontonnya, padahal sepertinya film itu bukan film terkenal (indikator : judul gak familiar, pemain gak terkenal. Atau aku saja yang gak tahu..? hihihi). Yang ingin aku tanyakan, apakah film-film Indonesia (yang bukan tergolong sebagai film bermutu lho..), juga ada pesan moral di dalamnya ? Atau hanya mengandalkan cerita jenaka, adegan baku hantam, vulgar dan mistis belaka ? Oke, aku tahu... film-film luar juga banyak kok yang asal dibuat saja tanpa memperhatikan muatan moral di dalamnya.

Sudah ah.., beginilah celoteh dari seseorang yang bukan penggemar film... tapi malah ngomongin film. Jadi maaf kalau gak nyambung... hehehe. (BTW, 2 kali aku bicara tentang film.. tapi kok keduanya film India sih? Gubraaakkk)

Minggu, 27 Juni 2010

Untuk pembaca setiaku

Catatan ini aku tuliskan untuk para pembaca setiaku. Terima kasih karena telah senantiasa meluangkan waktu untuk mengunjungi rumah mayaku ini. Terima kasih juga karena telah meluangkan waktu untuk membaca tulisanku yang seringkali gak penting dan asal-asalan ini. Dan terlebih lagi.... terima kasih banyak bagi yang telah menyempatkan menuliskan komentar untukku.

Tahukah kau sobat..., bahwa komentar-komentar yang masuk ke dalam blog ini telah memacu semangatku untuk terus menulis dan menulis lagi. Komentar-komentar itu meyakinkan aku bahwa walau tulisanku gak penting dan asal-asalan ternyata telah dibaca oleh teman-teman dari dunia maya, yang bahkan belum aku kenal. Itulah yang membuatku tak lelah untuk terus menulis. Terimakasih sekali lagi....

Selain itu, aku juga punya pembaca setia yang berasal dari dunia nyata. Beberapa temanku di dunia nyata (yang tidak punya blog) ternyata banyak yang suka membaca catatanku disini. Mereka memang tak pernah menuliskan komentar mereka pada catatan-catatanku itu.., namun setelah membacanya mereka seringkali memberikan komentar via telepon atau SMS. Mereka gak mau nulis komentar langsung di blog, karena kata mereka terlalu ribet. Maklum, mereka gak paham caranya ninggalin komentar di blog hehehehe.

Bagi mereka, dengan membaca catatanku disini... mereka dapat mengetahui segala hal yang terjadi padaku. Seperti saat aku sakit, aku senang ataupun aku pergi, karena blog ini memang lebih banyak berisi curhatanku hehehe... Dan.., ketika aku mengangkat kisah seseorang dalam catatan ini, seringkali ada yang bertanya padaku tentang siapa sebetulnya jati diri sang tokoh dan apakah mereka mengenalnya... :D

gambar diculik dari sini

Jadi... bagi semuanya yang telah rajin mampir dan membaca catatanku disini, baik yang ninggalin komentar ataupun tidak... sekali lagi aku ucapkan terima kasih. Semua itu semakin menyemangati aku... So, jangan tinggalkan aku ya...? Terima kasih... I love you all....

Sabtu, 26 Juni 2010

Sedang belajar twitter

Sst, jangan diketawain ya kalau aku bilang bahwa mulai awal Juni 2010 ini aku belajar untuk nge-tweet. Terus terang niat untuk tahu tentang Twitter lebih karena rasa penasaran. Terlebih setelah aku mulai merasa bosan dengan FB hehehe. Herannya, sampai sekarang kok aku belum bosen dengan blog ya..? ^_~

Tapi saudara-saudara, apa yang kira-kira terjadi setelah aku berhasil membuat akun di Twitter ? Jawabannya adalah... aku bengong di depan 'home'nya Twitter... hehehe. Sungguh, aku bingung banget soalnya... aku harus melakukan apa lagi ? Ternyata twitter tuh 'modelnya' jauh banget dari FB ya..? Perasaan untuk 'menjalankan' FB waktu pertama kenal dulu gampang banget... tapi begitu di twitter kok ribet ya..? *tersipu*


Barulah setelah merasa bingung, aku baru cari informasi *telatbanget[dot]com*. Sasaran pertama tentu saja mbah Google dan sasaran kedua adalah teman yang bisa dipercaya dan tak akan mentertawakan aku karena kegaptekanku ini. Yang pertama aku tanyakan tentu saja tentang istilah dan kode-kode di twitter yang banyak banget itu. Selain itu tentang fasilitas yang ada di twitter... dan yang terakhir tentang bagaimana untuk memulai nge-tweet hahaha...

Setelah mendapatkan jawaban yang aku butuhkan... mulailah aku 'terjun' di twitter. Tentu saja masih dengan tersendat-sendat dan sedikit bingung, tapi sedikit demi sedikit aku mulai bisa menikmati nge-tweet. Bahkan kini aku mulai merasakan 'gairah' di twitter. Tahu gak sebabnya ? Jawabnya adalah... karena di twitter aku telah menemukan beberapa kali ada kuis untuk mendapatkan buku gratis..! Wow... sesuatu yang jarang ku temui di FB nih... *siul-siul*

Sedikit rahasia nih dariku sobat..., bahwa akhir-akhir ini aku memang sedang semangat 45 untuk nambah koleksi buku, tapi dengan cara gratisan... alias tidak membeli *wink*. Itu sebabnya aku mengikuti beberapa kontes di blog yang berhadiah buku (walau baru memenangkan 2 buah buku). Oleh sebab itu, begitu aku menemukan ajang bagi-bagi buku gratis lewat twitter... aku tak mungkin melewatkan begitu saja to..? Jadilah, selama 2 minggu ini aku telah heboh mengikuti beberapa kuis lewat Twitter. Doakan aku beruntung ya...?

Nah.., apakah ada yang tertarik hunting buku gratisan seperti aku..? Buruan gabung di Twitter ya. Dan nanti jika bertemu kendala dalam nge-tweet, jangan sungkan-sungkan untuk bertanya. Eits... tapi jangan bertanya padaku, karena aku masih sama gak tahunya... Jadi lebih baik langsung tanya ke Mbah Google aja ya...? Pasti jawabannya memuaskan. OK ?

Jumat, 25 Juni 2010

Gangguan blogwalking

Beberapa hari ini acara blogwalking-ku sedikit terganggu. Tentu saja membuatku tak enak hati pada para narablog, khususnya yang sudah mampir ke rumahku ini maupun rumahku yang lainnya. Karena blogwalking memang menjadi sarana silaturahmi-ku dengan para sahabat semua, khususnya yang sudah meluangkan waktu mampir di blogku.

Blogwalking bagiku sangat perlu. Karena selain menjalin siraturahmi, aku bisa mendapatkan banyak ilmu dan pengetahuan. Wawasanku makin terbuka berkat membaca aneka jenis postingan dari para narablog. Hal itulah yang kini mampu mengalihkan perhatianku dari buku-buku yang selama ini selalu setia menemani hari-hariku.

Sayang sekali, beberapa hari terakhir aku kelelahan. Jika biasanya aku bisa blogging sampai lewat pukul 23.00, tapi beberapa hari ini aku hanya mampu bertahan sampai pukul 21.30. Dalam waktu yang sesingkat itu, terus terang blog yang aku kunjungi jadi berkurang. Tapi aku tetap akan berusaha untuk berkunjung kembali secepat aku bisa.

Selain itu... yang selalu jadi kendala bagikua adalah koneksi internetku yang sering putus nyambung (seperti lagunya BBB hehehe). Seperti kemarin malam, di saat aku belum dibuai kantuk dan masih semangat untuk blogging..., tetapi inetku gak bisa dipakai. Sebel banget.... Akhirnya dengan terpaksa aku membatalkan niatku untuk blogging (sekaligus blogwalking).

Jadi... untuk narablog semua, maaf banget ya jika aku agak telat mampir ke rumah sobat semua. Insya Allah, aku akan mampir secepatnya selagi bisa. Terima kasih atas permaklumannya ya. I love you all..

Kamis, 24 Juni 2010

Perubahan itu menyenangkan

Kebersamaan dan kerjasama dalam dunia kerja ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas. Itulah mengapa aku sangat peduli terhadap terciptanya kebersamaan dan kerjasama dalam tim kerjaku. Tentu saja tak mudah, apalagi karakter setiap orang berbeda-beda sehingga menyatukan mereka semua butuh kesabaran dan waktu yang tak sebentar.

Adalah Edo (sebut saja namanya begitu), salah satu anggota tim-ku yang membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa melebur dan bekerjasama dengan lainnya. Selama ini dia tergolong 'eksklusif' dan susah untuk didekati. Teman-temannya 'menerima' dia karena kepandaiannya, namun sayangnya dia termasuk sulit untuk dimintai pertolongan. Jika dia mau membantu, dia kurang total melakukannya hingga sering membuat yang meminta tolong menjadi jengkel.

Sebenarnya dia pandai dan memiliki potensi yang bagus, tapi karena kurang kooperatif sehingga menyulitkan anggota tim yang lainnya. Dia hanya fokus pada pekerjaannya semata dan kurang peduli terhadap pekerjaan orang lain. Meskipun melihat teman-temannya yang lain sedang kelabakan menyelesaikan tugasnya, dia sama sekali tak berinisiatif membantu, meskipun mereka berada dalam satu tim yang sama.

Hinga suatu hari, aku 'nekad' memberinya kepercayaan untuk menjadi koordinator suatu pekerjaan, karena aku yakin dia mampu untuk itu. Pada mulanya, aku sangat kecewa dengan kinerjanya, karena dia lebih banyak memberikan beban pekerjaan pada teman-temannya yang lain. Setelah beberapa waktu aku baru dapat melihat munculnya tanggung jawab pada dirinya. Setelah itu, sedikit demi sedikit aku melihat perubahan pada dirinya.

Dia kini telah lebih perhatian pada teman-temannya bahkan saat ada yang meminta tolong padanya, dia mau lebih total dalam memberikan pertolongan. Yang lebih menyenangkan lagi... dia kini mulai berinisitaf melakukan pekerjaan tanpa diminta, sesuatu yang dulu tak pernah dilakukannya. Mungkin kini dia telah menyadari bahwa keberhasilan seseorang tak bisa dilepaskan dari peranan orang lain juga dan bahwa kerjasama sangat besar artinya dalam pelaksanaan tugas.

Alhamdulillah... perubahan itu menyenangkanku dan juga anggota tim yang lain. Bagiku pribadi, perubahan sikap anggota timku ini sangat berarti... dan rasanya lebih membahagiakan dibandingkan dengan keberhasilan pelaksanaan tugas kami.

Rabu, 23 Juni 2010

Shasa dan Soto

Saat duduk di bangku kelas 4 ini, Shasa aktif mengikuti kegiatan drumband di sekolah. Sebenarnya aku sudah melarangnya ikut, dengan alasan agar dia tak terlalu capek dan mempunyai waktu istirahat yang cukup. Namun ternyata Shasa tetap ngotot ingin ikut dan aku sudah tak bisa menghalangi keinginannya lagi.

Latihan drumband biasa dilakukan seminggu 2 kali, hari Senin dan Sabtu. Waktu latihan adalah siang hari, mulai pukul 13.00 s/d pukul 15.00 WIB. Karena jadwal sekolah Shasa baru berakhir jam 12.00 siang, maka waktu untuk pulang dan kembali lagi ke sekolah sangat terbatas. Itu sebabnya, Shasa memutuskan untuk menunggu di sekolah setelah jam sekolah usai sampai jadwal latihan drumband dimulai.

Oleh karenanya, Shasa harus membawa baju ganti sekalian untuk latihan drumband itu. Sementara untuk urusan makan siang, Shasa tidak mau membawa makanan dari rumah, karena jika siang hari bekal makanan itu pasti sudah dingin. Dia memilih membeli makanan di sekolah. Aku pun sudah berpesan agar Shasa tak membeli sembarang makanan di sekolah.

Salah satu makanan yang aku rekomendasikan adalah Soto. Itu sebabnya, hampir setiap Senin dan Sabtu selama menunggu jadwal latihan drumband di sekolah, Shasa akan membeli soto untuk makan siangnya. Akibatnya... Shasa kini jadi super duper bosen dengan soto, hingga setiap kali kami makan keluar Shasa pasti menolak jika kami mengusulkan untuk makan soto.

Oalah... gara-gara drumband Shasa kini selalu menolak jika diajak makan soto.. *sigh* Padahal aku dan ayahnya suka sekali makan soto.


Selasa, 22 Juni 2010

Cinta dalam secangkir teh

Aku menemukan cinta dalam secangkir teh yang dibuatkan oleh Ibu Mertuaku. Sebelum menikah, aku bukanlah penggemar teh dan dalam keluargaku tak ada 'tradisi' minum teh setiap hari. Hal ini berbeda sekali dengan keluarga suamiku. Ibu Mertuaku yang asli Yogyakarta dan saudara-saudara kandungnya ternyata masih mempertahankan 'tradisi' minum teh itu setiap hari. Jadi, teh bagi keluarga besar Ibu Mertuaku sudah merupakan 'tradisi' dan wujud cinta dari seorang ibu/istri terhadap anak/suami mereka.

Aku yang setelah menikah sempat tinggal bersama mertua selama 1 tahun, sempat merasakan nikmatnya cinta dalam secangkir teh tiap pagi dan sore hari. Ibu Mertuaku tidak pernah absen menyediakan teh itu untuk semua anggota keluarga. Sementara aku terkadang hanya kebagian tugas untuk merebus air dan menyeduh tehnya, selanjutnya untuk menyiapkannya lebih sering dilakukan oleh Ibu Mertuaku sendiri.

Aku yang dulu tak suka dan tak terbiasa minum teh (apalagi 2 kali dalam sehari), lama-lama mulai jatuh cinta dengan teh. Sehari saja tanpa minum teh, rasanya ada yang kurang. Begitu juga setelah Shasa lahir dan kami pindah ke rumah orang tuaku, aku akhirnya secara rutin menyiapkan sendiri secangkir teh untuk suamiku dan untuk diriku sendiri. Hingga kini, setelah kami pindah ke rumah kami sendiri, tradisi meminum secangkir teh itu masih tetap berlangsung.

Adik kandungku, yang mendapatkan jodoh orang Surakarta, ternyata juga terlanda cinta dalam secangkir teh itu. Suaminya sudah terbiasa minum teh di pagi dan sore, sehingga adikku harus selalu menyediakan secangkir teh untuk suaminya. Bedanya, jika aku sudah ikut terbawa dalam cinta dalam secangkir teh itu dan akan merasa ada yang kurang jika tak bisa menikmati teh sehari saja, adikku tidak mengalaminya. Selama ini dia hanya menyiapkan cinta dalam secangkir teh untuk suaminya saja dan tidak untuk dirinya sendiri.

Cinta dalam secangkir teh... Semoga saja cinta ini tetap akan manis, kental dan hangat seperti secangkir teh  yang aku siapkan dengan cinta setiap hari.


Senin, 21 Juni 2010

Kisah Seorang Reader

Ini adalah kisah dari sahabatku ~sebut saja namanya Evy~ sewaktu di SMA dulu. Kini ia menetap di Semarang, mengikuti suaminya yang bekerja disana. Beberapa saat yang lalu ~saat pelaksanaan Ujian Akhir Semester~ Evy berkesempatan menjadi reader (pembaca untuk anak2 tunanetra yang bersekolah di sekolah umum) bagi Satrio, anak kelas VIII (2 SMP). Karena pelaksanaan UAS berlangsung selama 3 hari, maka selama itu pulalah Evy mendampingi dan menjadi reader bagi Satrio.

Pada hari pertama UAS, materi ujian yang pertama harus dikerjakan adalah IPA. Begitu Evy menerima soalnya dan siap untuk membacakannya bagi Satrio, seketika itu juga ia merasa lemas. Dia bingung karena ternyata soal-soal ujian IPA itu banyak gambar-gambarnya. Dia merasa kesulitan untuk mendeskripsikan gambar itu ke dalam bentuk kalimat yang dapat dimengerti oleh Satrio.

Gambar-gambar yang harus diterjemahkan Evy ke dalam kalimat itu antara lain seperti : tempat jatuhnya bayangan dari cahaya yang mengenai lensa. Ada juga soal tentang penampang daun yang dikotil dan monokotil dan masih banyak lagi. Untuk menjelaskan tentang penampang daun ini Evy berusaha menjelaskannya seperti ini :

Evy (berkata dengan hati-hati) : "Tahu daun kan ? Nah, daun itu nanti kalau dibelah akan kelihatan lapisannya, jika kita melihatnya dengan menggunakan mikroskop."

Satrio (bertanya dengan polos) : "Daun seperti apa ?"

Evy yang tak mengira Satrio bertanya seperti itu langsung tercekat hatinya. Bagaimana seorang anak yang tuna netra membayangkan daun yang dibelah ? Bagaimana mereka bisa membayangkan penampangnya jika mereka tak akan pernah melihat wujudnya lewat mikroskop ? Jika membayangkannya saja mereka tak mampu, bagaimana mereka bisa menjawabnya.

Kondisi serupa muncul lagi saat ujian Bahasa Jawa. Dalam ujian Bahasa Jawa, selalu saja ada soal untuk menulis dalam Huruf Jawa. Untuk Satrio. Hal itu mustahil dilakukan karena sampai sekarang belum ada alat peraga atau penterjemahan Huruf Jawa dalam huruf Braille. Kondisi tersebut membuat rasa kemanusiaan Evy terusik dan rasanya ingin membantu memberikan jawabab untuk Satrio agar nilai ujiannya bisa bagus.

Evy memang baru bertemu dan berkenalan dengan Satrio saat dia bertugas menjadi readernya ketika ujian diadakan. Evy sendiri tak tahu bagaimana selama ini Satrio mengikuti pelajaran di sekolahnya. Apakah ada reader bagi Satrio juga saat pelajaran di kelas ? Bagaimana readernya itu membacakan, menerangkan dan 'menggambarkan' pelajaran tiap harinya.

Aku jadi berpikir, apakah anak-anak berkebutuhan khusus (tuna netra) yang sekolah di sekolah umum tidak mendapatkan 'pendampingan' ? Ataukah anak-anak berkebutuhan khusus itu semuanya harus masuk ke Sekolah Luar Biasa ? Apakah tindakan orang tua Satrio dengan mendaftarkan anaknya masuk ke sekolah umum dapat dinilai kurang tepat ? Apakah kesediaan sekolah umum untuk menerima anak-anak seperti Satrio tidak disertai dengan kesediaan melakukan penangannya yang benar ?

Terus terang saja, pengetahuanku tentang bagaimana anak-anak tuna netra mendapatkan pendidikan memang tak aku ketahui secara pasti. Apakah harus di Sekolah Luar Biasa ataukah boleh di sekolah umum ? Selain itu, aku juga tak tahu bagaimana proses transfer ilmu di sekolah umum terhadap anak-anak tuna netra berlangsung.

Thanks to Evy... yang pengalamannya telah menyadarkan aku bahwa apa yang seringkali lupa kusyukuri ternyata sangat berarti bagi orang lain. Semoga saja anak-anak seperti Satrio dan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya tetap dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya. Amin...

Minggu, 20 Juni 2010

Trio Kusuma

Aku yakin banget kalau nama Trio Macan sudah tak asing lagi bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Tapi..., adakah yang kenal dengan nama Trio Kusuma ? Nah, kalau nama yang kedua ini aku yakin sekali tak ada diantara sobat narablog yang mengenalnya. Kalau begitu, ijinkan aku untuk mengenalkan Trio Kusuma ini ya...?

Konon katanya (eh, katanya siapa ya...?) Kusuma itu berarti bunga, jadi Trio Kusuma ini adalah Trio (tiga) Bunga. Nah, siapakah Trio Kusuma itu ? (Aduh..., dari tadi tanya melulu ya..?). Trio Kusuma ini 'beranggotakan' 3 orang gadis-gadis kecil yang lucu dan imut-imut yaitu : Rara, Shasa dan Salfa. Mereka bertiga ini merupakan cucu dari mertuaku.

Saat ini mertuaku memiliki 3 orang cucu, dari ketiga buah hatinya. Kebetulan..., ketiga cucunya ini semuanya berjenis kelamin perempuan. Yang satu akan naik ke kelas 5 SD, yang satu lagi akan naik ke kelas 2 SD dan satunya lagi baru akan masuk SD pada tahun ini. Nah.., kebayang kan bagaimana seru dan hebohnya kalau ketiga gadis kecil ini berkumpul..? :D

Mengapa dinamakan Trio Kusuma (eh, tanya lagi.. hehehe) ? Jawabannya sederhana saja kok, yaitu : karena ketiganya memiliki nama "kusuma" di dalam nama lengkap mereka. Ada yang memakai nama Kusumaningrum, Kusumaningtyas dan Kusumawardhani. Pokoknya, semua nama mereka mengandung kata "kusuma". Itu sebabnya... mereka pantas mendapat julukan : Trio Kusuma.

Rara, Shasa, Buyut Putri dan Salfa

Ketiganya memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda. Shasa lebih berminat pada buku dan berbakat dalam menulis. Sementara Rara lebih berminat dalam seni tari. Yang terakhir, Salfa lebih berminat dan berbakat dalam menggambar dan menyanyi. Herannya, yang paling hobby memanjat, melompat dan sebagainya justru si Rara yang paling pinter dalam menari. Tapi satu kesamaan mereka adalah.. cerewet banget..! Hehehe...

Sabtu, 19 Juni 2010

Pasar malam

Beberapa hari yang lalu, aku dan suami membayar hutang pada Shasa. Dulu kami menjanjikan bahwa setelah Shasa selesai menjalani Ujian Akhir Semester, kami akan mengajaknya ke Pasar Malam yang kebetulan sedang digelar di kotaku dalam rangka memeriahkan Hari Jadi kotaku. Nah, agar Shasa lebih menikmati acara jalan-jalan ke Pasar Malam itu, kami mengajak Lutfi (sahabat Shasa sejak TK dulu).

Jadilah malam itu kami menjemput Lutfi dulu. Lucunya, ternyata Shasa dan Lutfi memakai kaos yang sama, padahal mereka tak janjian untuk memakai kaos itu lho... Kejadian seperti ini sudah beberapa kali terjadi, dan saat mereka jalan berdua (dengan mengenakan baju yang sama), sering dikira anak kembar. Padahal mereka berdua beda banget, Lutfi berkulit putih dan langsing, sementara Shasa berkulit sawo matang dan gendut. Hehehe...

Dari rumah Lutfi kami langsung menuju ke lokasi Pasar Malam. Ternyata, kami datang pas malam terakhir karena esoknya Pasar Malam itu sudah ditutup. Untung saja, jika aku undur sehari saja kepergian kami kesana, maka Shasa pasti akan terus menerus menagih hutangku itu. *lega banget*

Pengunjung Pasar Malam itu ternyata tak terlalu banyak. Mungkin karena permainan yang tersedia juga tak banyak. Sayangnya, aku tak tahu nama-nama permainan itu. Shasa mencoba beberapa permainan bersama Lutfi dengan penuh semangat. Hampir semua permainan yang ada dicobanya, tapi ada satu permainan yang tak jadi dicoba Shasa karena ayahnya tak mengijinkan, yaitu permainan yang masuk ke dalam bola besar yang ada di atas air. *apa ya namanya ? Melihatnya senang dan bahagia seperti itu, aku dan suami pun jadi merasa senang sekali.

Shasa dan Lutfi dengan kaos kembarannya

 Asyik menikmati naik komedi putar

Giliran naik yang ini gak mau turun.. hehehe

Permainan terakhir mereka

 Menunggu makanan tiba... *lapaaarrr*

Alhamdulillah..., malam itu Shasa dan Lutfi dapat bergembira ria setelah selama seminggu penuh menjalani UAS.

Jumat, 18 Juni 2010

Kenapa harus telpon di jalan ?

Pagi tadi, seperti biasa setelah mengikuti kegiatan olah raga Jumat pagi dan kembali ke ruanganku, aku segera memerika handphone. Ternyata benar, ada 1 panggilan tak terjawab di handphone-ku dan setelah aku cek ternyata panggilan itu dari rumah orang tuaku.

Segera saja aku menelpon balik ke rumah orang tuaku untuk mencari tahu ada berita apa yang ingin disampaikan kepadaku. Orang tuaku jarang sekali menelpon pagi-pagi di saat jam kantor, karena orang tuaku tak ingin mengganggu kesibukanku. Makanya itu aku penasaran dan ingin tahu apa yang menyebabkan orang tuaku menelponku pagi-pagi di saat jam kantor sudah dimulai.

Rupanya Bapak yang menelponku tadi. Bapak ingin memintaku untuk mencarikan tukang pijit. Ceritanya, Jumat pagi tadi bapak ingin periksa ke dokter yang tak jauh dari rumah. Seperti biasa, bapak ke dokter dengan naik becak langganan keluarga kami. Saat selesai periksa dan hendak pulang, Bapak dan becak yang dikendarainya tiba-tiba ditabrak pemuda yang mengendarai sepeda motor.

Tabrakan itu menyebabkan becak yang dikendarai Bapak terguling. Pemuda yang menabrak juga terjatuh dari sepeda motor bahkan spion motornya sampai pecah. Namun segera setelah bisa bangkit kembali, pemuda itu kabur dengan motornya meninggalkan Bapak dan tukang becak yang jatuh terguling dari becak.

Alhamdulillah.., Bapak dan tukang becaknya tak mengalami luka serius dan hanya lecet-lecet di beberapa bagian tubuhnya. Tapi karena Bapak merasa seluruh tubuh terasa pegal semua, makanya Bapak ingin dipijit. Masalahnya, cari tukang pijit sekarang makin sulit saja, apalagi untuk orang tua.

Bapak juga bercerita bahwa pemuda yang mengendarai sepeda motor itu memang ngebut. Mungkin saja dia terburu-buru untuk sampai ke sekolah, apalagi saat itu memang jalanan sedang ramai karena berbarengan dengan jam masuk kantor dan masuk sekolah. Masalahnya, pemuda itu tak hanya ngebut di jalanan tapi juga sedang asyik nelpon.! Itu sebabnya perhatiannya terpecah sehingga terjadilah tabrakan itu.

Aku dari dulu paling jengkel jika melihat orang yang sedang mengendarai kendaraan (sepeda/motor/mobil) di jalanan sibuk dengan handphone-nya. Bagiku berkendaraan sambil menelepon saja sudah menyebalkan, apalagi jika ada yang sambil SMS-an di jalan. Duh, seperti orang yang tak punya banyak waktu saja sampai-sampai sambil mengendarai kendaraan pun sibuk dengan handphonenya. Atau jangan-jangan mereka termasuk orang yang sudah tak bisa dipisahkan dari handphone walau hanya semenit saja..?!

Kenapa sih harus telpon di jalan sambil mengendarai kendaraan ? Kenapa tak berhenti dulu atau menunggu sampai di tempat tujuan dulu kalau ingin nelpon ? Apakah mereka tak tahu bahayanya (bagi diri sendiri dan juga orang lain) menggunakan handphone selama di jalan raya ?

Kamis, 17 Juni 2010

Sudahlah

Sudahlah, tak perlu lagi kau katakan padaku
tentang semua kisah yang telah kau lalui
tak guna kau meminta saran dariku
jika tak satupun yang kau turuti

Sudahlah, tak perlu lagi kau mengadu padaku
Jika itu semua maumu
Jika semua itu sudah jadi pilihanmu
Tak guna aku memarahi dan menasehatimu

Aku sudah katakan semua
Aku sudah lakukan segala yang aku bisa
Namun jika kau tak mau mengikutinya
Semuanya jadi sia-sia belaka

Kini lelah telah menderaku
Lakukan semua yang kau mau
Aku tak mau lagi meladenimu
Meski aku sangat prihatin akan hidupmu

Wujud keprihatinan atas seorang sahabat
yang kian jauh terseret kealpaan

Rabu, 16 Juni 2010

Si Tukang Usil

Suamiku bukan orang yang banyak bicara, beda banget dengan aku yang super duper cerewet *tersipu malu*. Aku kalau cerita bisa tak ada habisnya, sementara suamiku lebih banyak diam dan mendengarkan. Yah, mungkin Allah memang menjodohkan kami karena sifat kami yang bertolak belakang itu agar kami saling melengkapi. Coba saja seandainya aku dan suamiku sama-sama cerewet, pasti kami akan berebut bicara dan tak ada yang mendengarkan hehehe...

Selain pendiam, suamiku cenderung lebih santai sementara aku cenderung serius dan ngotot. Aku kurang suka melakukan hal-hal yang menurutku tak perlu, sementara suamiku enjoy aja melakukan hal-hal sepele yang menyenangkan hatinya, salah satunya adalah bersikap usil bin jahil. Yang menjadi korban keusilannya bukan hanya aku (dan Shasa) saja, tapi di kalangan teman-temannya suamiku terkenal sebagai "si usil" hehehe.

Aku ingat sekali suatu peristiwa yang tak akan pernah aku lupakan gara-gara keusilannya. Ceritanya, beberapa tahun yang lalu saat aku masih kuliah, kami mengadakan study tour ke Bandung. Acara itu tentu saja aku sambut dengan suka cita, karena kebetulan suamiku (saat itu dia masih berstatus pacar) kuliah di Bandung. Kesempatan untuk bertemu itu membuatku semangat mengikuti study tour, apalagi dia sudah berjanji untuk menyempatkan diri mengunjungiku di penginapan.

Selama kami berhubungan, tak banyak yang tahu bahwa aku sudah mempunyai pacar. Maklum saja, karena kami menjalani Hubungan Jarak Jauh, jadi teman-teman kuliahku di Yogya tahunya aku masih sendiri. Kalaupun ada yang tahu aku punya pacar, tapi tak ada yang tahu bagaimana dan siapa pacarku itu. Namun bagi beberapa orang sahabat dekatku, sosok pacarku sudah sangat mereka kenal karena beberapa kali dia sudah mengunjungiku di Yogya.

Nah, malam itu (sayang aku lupa tanggalnya) adalah waktu yang kami rencanakan untuk bertemu. Setelah menunggu dengan gelisah, akhirnya dia datang juga ke penginapan ditemani seorang teman lelakinya. Aku terus terang grogi sekali, dan untuk mengurangi rasa grogi aku mengajak salah seorang sahabatku untuk menemani aku menemuinya.

Pertemuan yang tak lama itu mengesankan dan mampu menghapus kerinduanku *ehm*. Saat dia hendak pulang, aku wanti-wanti dia agar sebisa mungkin tak mengundang perhatian teman-teman kuliahku yang lain. Kebetulan, saat dia hendak pulang, pas teman-teman kuliahku mulai berkumpul semua karena mau makan malam. Mauku sih, tak banyak yang memperhatikan kehadirannya karena aku masih malu jika menjadi perhatian teman-teman yang lain karena dikunjungi pacar.

Sayangnya, saat itu keusilannya sedang muncul. Tiba-tiba saja dia berjalan terpincang-pincang dengan menyeret sebelah kakinya. Otomatis, gerakannya itu menarik perhatian semua teman-temanku. Semua mata memandangnya ingin tahu. OMG, aku bisa bayangkan mukaku merah sekali saat itu. Setelah sampai di luar dan dia naik ke motornya, aku menghujaninya dengan cubitan gemas. Sementara temannya hanya bisa tertawa ngakak melihat semua kejadian malam itu.

Benar saja, begitu aku masuk ke dalam penginapan, semua temanku sibuk bertanya tentang lelaki yang baru saja mengunjungiku itu. Saat aku jelaskan kalau dia pacarku, ada beberapa teman yang bertanya mengapa kaki pacarku terpincang-pincang. Aku dongkol dalam hati membayangkan selama di perjalanan pulang dia dan temannya sibuk tertawa karena telah berhasil mengusili aku. *sigh*

Sampai kini, aku masih saja senyum-senyum sendiri setiap mengingat kejadian itu. Selama kami menikah, entah sudah berapa kali aku (dan juga Shasa) menjadi korban keusilannya. Namun, beberapa kali aku berhasil membalas keusilannya. Walaupun aku jarang berbuat usil, tapi selama ini aku hampir selalu berhasil membalas keusilannya.

Banyak orang yang mengatakan bahwa suaraku mirip dengan suara ibuku. Suatu ketika, aku sengaja menelponnya dan mengusilinya dengan menggunakan telepon Ibuku. Aku berpura-pura menjadi Ibuku. Aku memanggilnya dengan nama panggilan dari Ibuku untuknya dan suamiku pun menjawab semuanya dengan menggunakan Bahasa Jawa Halus. Karena tak terbiasa berbuat usil, belum lama aku 'bersandiwara' aku sudah tak kuat menahan tawa. Aku tak kuat menahan geli saat membayangkan suamiku yang berbicara denganku dengan sikap bak 'seorang menantu yang baik'.

Lain waktu, jika suamiku pulang malam dari warung kopi yang ada di komplek perumahan kami aku suka sekali mengusilinya. Biasanya, saat mengetahui dia pulang, aku sengaja bersembunyi di balik korden. Sehingga ketika dia membelakangi korden untuk menutup pintu, dia tak menyadari kehadiranku. Nah, ketika dia berbalik dan melangkah masuk ke ruang tengah aku dengan tiba-tiba akan menjulurkan kepalaku dari balik korden. Kemunculan kepala yang tiba-tiba dari balik korden di malam yang sepi mau tak mau membuatnya kaget setengah mati. Melihatnya kaget setengah mati dan pucat pasi mau tak mau membuatku tertawa kegirangan. *joget-joget*

Kalau dipikir-pikir, sepertinya aku sekarang sudah keracunan usil dari suamiku. Sebenarnya aku sebel sekali jika penyakit usilnya kambuh, tapi jika dia tak usil... kok aku kangen ya..? Huh, repotnya.... hehehe

Selasa, 15 Juni 2010

Eyang Buyut

Alhamdulillah, sampai saat ini Shasa masih bisa mengenal dan mempunyai buyut, walau hanya seorang. Buyut putri ini adalah eyang putri dari suamiku dan ibu dari bapak mertuaku. Saat ini usianya sudah 90 tahun, walau sudah lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur, tapi buyut putri sama sekali tidak pikun. Buyut masih punya semangat hidup yang besar, masih mau makan dengan lahap. Hanya saja penglihatan dan pendengarannya sudah jauh berkurang.

Buyut putrinya Shasa ini tinggal di Jombang, tepatnya di Ploso dan selama ini ayah mertuaku rajin mengunjungi buyut putri di Jombang tiap bulannya. Dalam usianya sekarang ini, buyut putri yang dulunya adalah sulung dari 5 bersaudara, kini tinggal mempunyai seorang adik lelaki yang berusia kurang lebih 85 tahun karena Jumat malam kemarin, satu-satunya adik perempuan dari buyut putri meninggal di usia 88 tahun.

Itu sebabnya, Sabtu kemarin kami sekeluarga beserta mertuaku berangkat ke Jombang. Rumah buyut yang meninggal ini berada di Desa Tanjung Wadung, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Berbeda dari rumah buyut putri yang berada di jalan besar (arah menuju Babat Lamongan), semua adik buyut putri (termasuk yang meninggal Jumat kemarin) tinggalnya di desa, tepatnya di Desa Tanjung Wadung, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Dan sebagaimana rumah di desa pada umumnya, rumah adik-adik buyut putri ini berjajar bersebelahan dan hanya buyut putri saja yang tinggal terpisah di 'kota'.

Begitu berbelok dari jalan besar memasuki jalan masuk menuju desa Tanjung Wadung, langsung terasa perubahan suasana dari suasana 'kota' ke suasana 'desa'. Jalan menuju ke Desa Tanjung Wadung tak semuanya mulus, bahkan lebih banyak jalan-jalan yang sudah rusak dan berlubang-lubang. Sehingga bagi yang tak terbiasa melewati jalan itu, jika tak hati-hati bisa jatuh terperosok lubang yang besar dan dalam. Di kanan-kiri jalan masih berdiri rumah-rumah kayu, bahkan pohon bambu banyak berjajar sepanjang jalan.


Sesampainya di rumah buyut, ternyata jenazah sudah dikebumikan. Dari pihak keluarga kami dapat berita bahwa beberapa hari sebelum meninggal, buyut sempat masuk rumah sakit. Dan dari hasil rongent diketahui hal yang mengejutkan, bahwa ternyata selama 88 tahun itu buyut hanya hidup dengan 1 ginjal saja, karena 1 ginjal ternyata tidak berkembang. Alhamdulillah..., dengan hanya 1 ginjal, buyut bisa hidup sehat selama 88 tahun lamanya.

Semula, tak ada yang berani menyampaikan kabar duka itu pada buyut putri, karena takut buyut putri sedih. Namun, akhirnya diputuskan bahwa buyut putri harus tahu berita itu, karena kalau tidak diberitahu pasti buyut putri akan terus menerus menanyakan kabar adik perempuan satu-satunya itu. Alhamdulillah, meskipun sempat sedih atas kematian adiknya, buyut putri bisa menerimanya dengan ikhlas.

Semoga saja Buyut Putri masih diberi kesehatan dan menjalani hari tuanya dengan bahagia diantara anak, cucu dan buyutnya. Amin.....

Senin, 14 Juni 2010

Kegiatan Terbaru Ibu

Semenjak memasuki masa purna tugas (pensiun) pada awal 2001 yang lalu, Ibuku tetap menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan. Maklum saja, dulu Ibuku sangat aktif, selain bekerja di kantor Ibu juga aktif berorganisasi. Oleh sebab itu, aku tak heran jika pada usia pensiunnya Ibu tetap berusaha mencari banyak kesibukan.

Selain kegiatan arisan PKK RT, Dasa Wisma dan berbagai arisan pensiunan, Ibu juga aktif dalam kegiatan Posyandu Lansia dan Pengajian di kampung kami. Yang tak boleh dilewatkan, disela-sela aktivitasnya sehari-hari, Ibu akan berusaha untuk menjadwalkan waktu 3 hari dalam tiap bulan untuk mengunjungi adikku dan keluarganya yang menetap di Pacitan.

Semua kegiatan itu membuat Ibu tetap semangat dan aktif. Namun rupanya, akhir-akhir ini Ibu memiliki keinginan baru. Ibu ingin menyelenggarakan kursus mengaji gratis di rumah untuk para remaja wanita dan ibu-ibu yang ada di lingkungan kami. Kebetulan di rumah Ibu ada ruangan khusus yang dipergunakan Ibu untuk sholat dan ruangan itu cukup besar, sehingga di ruangan itulah Ibu menyelenggarakan kursus mengaji gratisnya. Sengaja, Ibu tak mengadakan kursus mengaji gratis itu untuk anak-anak karena Ibu tak siap dengan segala kehebohan yang akan timbul jika ada banyak anak berkumpul di rumah Ibu. Maklum saja, selama ini Ibu tak punya asisten rumah tangga dan semua kegiatan rumah tangga sebagian besar dikerjakan sendiri dengan sedikit-sedikit dibantu Bapakku.

Untuk kegiatan kursus mengaji gratis itu, Ibu sudah mengutus salah seorang tetangga untuk mencari 'murid'. Selain itu, Ibu juga sudah memanggil guru mengaji untuk memberikan kursus itu. Semua biaya kursus menjadi tanggungan Ibu, termasuk penyediaan bukunya. Alhamduilillah, pada Bulan Juni 2010 ini kegiatan itu pun dapat dimulai dan berjalan dengan lancar. Ibu tentu saja senang sekali... dan Ibu berharap akan semakin banyak orang yang ikut kegiatan yang diprakarsai Ibu itu.

Alhamdulillah, di usianya yang sekarang, Ibu (66 tahun) dan juga Bapak (70 tahun) masih sehat dan mampu menjalankan berbagai aktivitas. Entah apa lagi kegiatan yang akan diselenggarakan Ibu selanjutnya. Apapun itu, aku senang melihat Ibu dan Bapak dapat menjalani hari tuanya dengan sehat dan gembira, apalagi mampu memberikan manfaat bagi orang lain.

Mohon doa dari sahabat Narablog semua ya.., agar orang tuaku mendapatkan nikmat sehat di sisa usianya. Amin...


Minggu, 13 Juni 2010

Menyikapi rasa kehilangan

Kehilangan putri tercinta, dalam usia yang relatif masih sangat muda, tentu saja membuat hati kedua orang tuanya luluh lantak. Seperti itulah yang aku saksikan pada hari Sabtu pagi kemarin, melalui penayangan di salah satu stasiun televisi itu. Duka yang teramat dalam tampak pada raut muka keluarga Dewi Yull dan Ray Sahetapy atas berpulang Gizcka Putri Agustina Sahetapy, pada  Jumat (11/3/2010) sekitar pukul 03.30 akibat penyakit radang otak.  

Sungguh suatu cobaan yang berat bagi siapa saja yang mengalami hal serupa. Namun, aku menyaksikan betapa Dewi Yull kemudian dapat dengan tegar memberikan keterangan pada pers tentang musibah yang dialaminya tersebut. Kulihat Dewi Yull berusaha untuk tetap tenang dan sesekali berusaha memberikan senyumnya pada insan pers. 

Ya Allah, sungguh aku kagum akan ketegarannya. Dia telah berusaha untuk mengikhlaskan kepergian buah hati tercintanya menghadap pada Sang Khalik. Tanpa menyalahkan siapa-siapa dan memandang musibah itu semata-mata atas kehendakNYA. Bahkan dengan senyum disampaikannya bahwa kini putrinya itu telah tenang dan terbebas dari rasa sakit yang telah dideritanya selama 3 bulan terakhir.

Aku sungguh kagum akan ketenangan Dewi Yull dalam menghadapi kehilangan yang besar dalam hidupnya. Apalagi sudah menjadi pemandangan yang 'biasa' jika orang-orang yang ditinggalkan untuk selama-lamanya oleh orang-orang tercintanya akan menangis histeris atau bahkan pingsan. Bukan sekali ini aku melihat ketenangan, ketegaran dan keikhlasan Dewi Yull dalam menerima cobaan dari Sang Khalik. Pemandangan yang sama aku saksikan beberapa tahun lalu saat Dewi Yull harus mengikhlaskan bahtera rumah tangganya yang kandas. 

Aku salut sekali padanya atas kepandaiannya mengontrol emosi, atas kesabaran dan keikhlasannya menerima suratan takdir yang digariskan untuknya. Mungkin benar kata Dewi Yull, bahwa Gizca adalah 'guru' dalam hidupnya. Kehadiran Gizka telah mengajarkan banyak hal padanya, seperti kesabaran, keikhlasan dan rasa syukur atas semua yang diberikan Allah kepadanya. Suatu keahlian yang diperolehnya setelah mengalami 'proses belajar' bertahun-tahun lamanya.

Aku sendiri tak yakin akan mampu bersikap setegar Dewi Yull ketika harus merelakan 'kehilangan' orang-orang yang aku cintai. 

Sabtu, 12 Juni 2010

Berita yang mengejutkan

Maraknya pemberitaan tentang kasus video yang mirip artis itu mau tak mau membuatku khawatir juga. Bagaimana tidak khawatir jika headline (yang ditulis dengan huruf yang sangat besar!) pada hampir semua media cetak adalah berita panas itu. Tayangan di televisi (entah itu berita, infotainment ataupun berita kriminal) semuanya membahas masalah itu. Setiap ganti channel televisi, selalu saja ketemu dengan berita itu.

Namun, maraknya berita panas itu berbanding terbalik dengan sikap diamnya Shasa. Aku yakin pasti dia tahu ada berita itu, karena dia punya mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar. Yang aku herankan, mengapa Shasa diam saja dan tidak bertanya sama sekali ? Terus terang saja aku khawatir jika sikap diam Shasa adalah karena dia 'tahu' seperti apa berita panas itu. Nah, kalau benar seperti itu kan gawat...

Akhirnya kemarin malam saat Shasa hendak tidur, seperti biasa aku menemaninya di kamarnya. Pada kesempatan itu, aku membulatkan tekad untuk mencari tahu seberapa jauh 'pemahaman' Shasa tentang berita panas tersebut. Akhirnya terjadilah dialog antara seorang Ibu yang khawatir dan seorang anak kelas 4 SD yang cukup besar rasa ingin tahunya, yang kurang lebihnya seperti ini :

Aku bertanya dengan hati-hati,  "Shasa tahu berita tentang Luna Maya dan Ariel yang ramai diberitakan itu ?"

Shasa menjawab pelan sambil menutupi mukanya dengan bantal (mungkin dia malu), "Tahu"

Aku kaget juga meskipun sudah menduganya dan meneruskan pertanyaanku untuk menuntaskan rasa ingin tahuku "Shasa tahunya berita itu seperti apa ?"

Shasa terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata sambil nyengir malu, "Ariel tidur di kasur bareng-bareng dengan banyak artis. Ariel tidak pakai baju. Terus masih ada yang lainnya juga yang belum diberitakan."

Aku makin shock mendengarnya. OMG.., ternyata anak seumuran Shasa pun sudah tahu berita panas tersebut. Hingga aku memutuskan untuk segera meluruskannya.

"Shasa tahu kenapa itu jadi berita sekarang ini ?" tanyaku akhirnya setelah sempat terdiam beberapa saat.

"Kan mereka artis Ma," jawabnya polos.

"Bukan seperti itu. Tapi yang lebih tepatnya apa yang mereka lakukan itu tak baik. Ariel dan Luna kan belum menikah, mereka belum suami istri. Mereka belum boleh berdekatan seperti itu. Orang yang sudah menikah, boleh tinggal satu rumah, baru boleh berdekatan seperti itu. Kalau dalam Islam yang seperti itu belum Muhrimnya."

"Kalau sudah muhrim boleh, Ma?" tanya Shasa.

"Ya boleh," kataku.

Setelah diam sejenak untuk mencari penjelasan yang bisa dimengerti Shasa aku menambahkan, "Seperti kalau kita wudhu, Sha. Jika Mama habis wudhu terus tak sengaja bersenggolan dengan laki-laki lain, wudhu Mama batal. Tapi jika Mama bersenggolan dengan Ayah kan gak apa-apa, karena sudah muhrimnya." jelasku sambil berdoa dalam hati agar apa yang aku sampaikan tidak salah.

"Makanya, kalau Shasa ingin tahu sesuatu lebih baik langsung tanya ke Mama aja ya? Jangan tanya teman-teman Shasa, atau orang lain. Karena mereka belum tentu mengerti, atau mungkin mereka memberikan penjelasan yang salah. Terus, kalau di sekolah ada teman-teman Shasa yang bicara tentang masalah itu, gak usah ikutan bicara ya..? Lebih baik diam saja dan menyingkir" Pesanku pada Shasa.

"Gak ah Ma, aku gak tertarik bicara itu. Mereka bukan idolaku," kata Shasa.

"Oh iya ya.. Idola Shasa kan Vidi Alviano," kataku menggodanya.

Shasa pun tersenyum... Lucu sekali.

Nah.., Shasa bilang dia tak tertarik membicarakannya karena kebetulan saja Ariel dan Luna bukan artis yang diidolakannya. Apakah itu juga sebabnya sehingga banyak remaja atau anak sekolah yang ikutan sibuk membicarakan berita hangat tersebut, bahkan berlomba-lomba mendapatkan rekamannya ? Apa karena mereka mengidolakan artis-artis itu sehingga mereka pun ikutan tertarik ?

Di saat kekagetanku belum juga reda setelah pembicaraan dengan Shasa usai, lagi-lagi aku dapat berita mengagetkan. Mertuaku menelpon dan memberi kabar bahwa adik dari Eyangnya Suamiku (buyutnya Shasa), meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un... Maka, Sabtu ini kami harus segera berangkat ke Jombang. So, aku pun disibukkan dengan persiapan keberangkatan kami. Rencananya, kami baru akan kembali ke Madiun Minggu sore.

Untuk sobat sekalian, maaf jika aku baru bisa kembali berkunjung ke rumah maya kalian pada hari Senin ya. Sementara itu, aku sudah menyiapkan postingan terjadwal untuk hari Minggu sampai Selasa... Jadi, tetap kunjungi aku ya... ?

Jumat, 11 Juni 2010

Belajar kejujuran

Mulai Senin, tanggal 7 sampai dengan 11 Juni 2010 Shasa menjalani Ujian Akhir Semester untuk kenaikan kelas. Dua hari yang lalu, Shasa bercerita padaku tentang seorang temannya yang berbuat curang saat UAS. Kata Shasa, temannya itu sudah mempunyai soal UAS persis seperti yang akan diujikan pada hari itu. Aku tentu saja heran, kok bisa temannya itu mempunyai soal UAS ? Padahal untuk soal-soal untuk UAS itu sama untuk sekolah-sekolah SD dalam satu cabang Dinas Pendidikan. Kata Shasa sih, temannya itu mendapatkan soal itu dari guru lesnya.

Yang menjadi pertanyaan bagiku adalah darimana guru les itu bisa mendapatkan bocoran soal UAS ? Lantas apa motivasi guru les itu memberikan 'bocoran' soal UAS pada murid-murid lesnya. Apakah dia ingin murid-murid lesnya mendapatkan nilai yang memuaskan dalam UAS itu ? Apakah dia ingin mendapatkan 'nama baik' karena berhasil membantu murid-murid lesnya mendapatkan nilai yang baik ?

Apapun alasan guru les itu, aku sangat tidak setuju dengan apa yang dilakukannya. Bagaimanapun juga, dia telah mengajarkan kecurangan pada murid-muridnya. Dia telah membuat muridnya tak percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Dia bukannya menolong muridnya tapi justru makin menghancurkan muridnya sendiri dengan mengajarkan kecurangan itu. Aku yakin, orang tua dari murid lesnya pasti tak tahu dengan kecurangan itu, karena jika para orang tua tahu tentang tindakan guru les itu, pastilah mereka tak akan mengirimkan anak-anaknya untuk les disana.

Aku hanya bisa berpesan pada Shasa bahwa aku tak suka dengan tindakan yang curang seperti itu. Berbuat curang seperti itu sama saja membohongi diri sendiri dan juga orang lain. Aku tegaskan bahwa berapapun hasil yang diperolehnya saat ulangan akan aku terima karena aku sudah melihat usaha kerasnya dalam belajar. Aku akan sedih sekali jika ternyata Shasa mendapatkan nilai yang baik tapi dengan cara yang curang seperti itu.

Aku berusaha membuat Shasa mengerti bahwa kejujuran itu jauh lebih menyenangkan. Kukatakan juga padanya bahwa jika Shasa selalu jujur, aku akan bisa menolongnya jika dia berada dalam kesulitan. Seperti jika saat dia mendapatkan nilai ulangan yang buruk, maka aku akan tahu bahwa dia belum menguasai pelajaran itu sehingga aku bisa membantunya entah itu dengan cara mengajarinya atau mendaftarkannya ke tempat les. Mendengar semua penjelasanku itu, Alhamdulillah Shasa mengerti.

Dan kemarin Shasa menceritakan perkembangan kasus temannya itu. Rupanya, kemarin ada seorang teman Shasa yang melaporkan kecurangan itu kepada guru wali kelas. Selanjutnya, teman Shasa yang berbuat curang itu dipanggil ke ruang guru dan dia 'diadili' di sana. Keluar dari ruang guru teman Shasa itu hanya bisa menangis, apalagi saat guru wali kelasnya memintanya menyerahkan bocoran soal UAS yang dibawanya hari itu. Teman Shasa itu takut menyerahkannya karena dia sudah diwanti-wanti guru lesnya agar soal itu dikembalikan lagi setelah UAS selesai. Namun karena takut pada guru wali kelasnya, akhirnya bocoran soal itu diserahkan juga.

Semoga kejadian yang menimpa temannya itu dapat menjadi pelajaran bagi Shasa bahwa berbuat curang hanya akan merugikan diri sendiri. Dan semoga saja penjelasanku yang panjang lebar kemarin dapat diingat terus oleh Shasa sehingga dia akan dapat tetap berbuat jujur apapun yang terjadi. Amin.

Terus terang saja, kejadian di atas membuatku berpikir. Aku yakin semua anak ingin dilahirkan pandai. Memang mudah bagi anak-anak yang pandai untuk tetap berlaku jujur dalam ujian. Sementara bagi anak-anak yang kurang pandai, ujian menjadi sangat menakutkan, apalagi jika dibayang-bayangi kekhawatiran tidak naik kelas, ancaman dan tuntutan dari orang tua. Terkadang, bagi anak-anak yang kurang pandai, serajin apapun dia belajar hasil yang diperolehnya tak juga maksimal dan hal itu tentu saja menakutkan.

Dalam kondisi seperti itu keinginan mendapatkan nilai baik menimbulkan godaan untuk berbuat apa saja asal bisa mendapatkan nilai baik. Godaan itu tentu saja sangat berat, namun jika ternyata mereka berani memilih untuk tetap berlaku jujur (dan mendapatkan nilai yang buruk karena mereka tak mampu mengerjakan soal ujian) maka mereka adalah anak-anak yang hebat. Semoga saja keberanian untuk tetap bersikap jujur itu akan terus dibawanya hingga dia dewasa kelak.

Yang patut diperhatikan sekarang adalah meyakini bahwa semua anak itu pandai dan kepandaian itu tidak hanya berkutat pada akademis semata. Inilah waktunya bagi orang tua (dan juga sekolah) untuk mengembangkan kepandaian di bidang lain seperti kepandaian di bidang musik, olah raga, seni dan sebagainya. Sudah banyak bukti bahwa tak hanya anak yang berprestasi di bidang akademis saja yang akan meraih keberhasilan dalam hidup. Justru orang-orang yang kreatif dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kepandaiannya akan menjadi orang-orang yang berhasil dalam hidupnya.